Friday, 22 April 2016

Teknik Pemeriksaan Discografi

BAB I
PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang
Sinar X pertama kalinya ditemukan oleh fisikawan jerman yang bernama Wilhelm Roentgen Pada tahun 1895. Penemuan Sinar X diinspirasi dari hasil percobaan mengamati gerak elektron dari katoda ke anoda di dalam tabung kaca hampa udara yaitu diantaranya tabung katoda (J.J Thompson) dan foto listrik (Heinrich Hertz). Dalam kehidupan sehari-hari, pemanfaatan Sinar-X umumnya digunakan untuk mendiagnosis gambar medikal dan Kristalografi sinar-X pada bidang medis. Sinar X lebih familiar dengan sebutan sinar rontgen. Akan tetapi perlu diwaspadai pula bahwasanya selain bermanfaat, sinar X juga dapat menimbulkan bahaya secara biologik dari radiasi ion sinar X.
Perkembangan dunia radiologi dari sinar-x ditemukan samai sekarang sangat pesat, dari pesawat sinar-x konvensional hingga yang telah berkembang seperti, pesawat sinar-x flouroscopy, CT-Scan , USG , MRI , CR , DR , PET-Scan , dll. Seiring dengan pesatnya perkembangan alat radiologi, semakin pesat pula tekhnik-tekhnik pemeriksaan yang berkembang sehingga banyak pula penyakit yang bisa di diagnosa untuk membantu tindak lanjut pemeriksaan dari suatu penyakit. Salah satu contohnya adalah pemeriksaan Discografi yaitu pemeriksaan discus intervertebralis dengan bantuan sinar-x dan bahan media kontras positif yang diinjeksikan kedalam pertengahan diskus dengan cara memasukkan jarum ganda untuk menegakkan diagnosa.
Pemeriksaan discography pertama kali diperkenalkan oleh seorang Radiolog asal Swedia yaitu K. Lindblom pada tahun 1948 dan dikembangkan oleh Doward dan Butt. Pemeriksaan ini digunakan untuk memperlihatkan herniasi discus atau degenerasi yang biasanya terjadi pada daerah lumbo-sacral dan terkadang terjadi di daerah cervical. Discography dapat dilakukan terpisah atau bersama-sama dengan myelography.
1.2       Rumusan Masalah
1.    Bagaimana Anatomi dan fisiologi dari Columna Vertebra?
2.    Apa saja Patofisiologi dari Columna Vertebra?
3.    Apa itu Discografi?
4.    Bagaimana Teknik Pemeriksaan Discografi?

1.3       Tujuan Penulisan
1.    Untuk mengetahui dan menjelaskan Anatomi serta fisiologi dari Columna Vertebra
2.    Untuk mengetahui dan menjelaskan Patofisiologi dari Discus Intervertebralis
3.    Untuk mengetahui dan menjelaskan Discografi
4.    Untuk mengetahui dan menjelaskan Teknik pemeriksaan Discografi

1.4       Manfaat Penulisan
Mengacu pada masalah dan tujuannya, karya ilmiah ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1.    Sebagai sarana untuk menambah dan menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh di kampus Atro Bali khusunya mengenai tekhnik pemeriksaan Discografi.
2.    Sebagai bahan masukan dan refrensi bagi mahasiswa Atro Bali yang tertarik pada topik mengenai Tekhnik Pemeriksaan Discografi.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1       Anatomi dan Fisiologi Columna Vertebra
Description: D:\doc didit\ATRO BALI\ATRO BALI\SEMESTER 1\Praktek Anatomi Fisiologi ( BU RITA )\Atlas Anatomi NETTER (D)\Back and Spinal Cord\Plate142.jpg
Gambar 2.1 Anatomi Vertebra
Tulang vertebra terdri dari 33 tulang: 7 buah tulang servikal, 12 buah tulang torakal, 5 buah tulang lumbal, 5 buah tulang sakral. Tulang servikal, torakal dan lumbal masih tetap dibedakan sampai usia berapapun, tetapi tulang sakral dan koksigeus satu sama lain menyatu membentuk dua tulang yaitu tulang sakum dan koksigeus (Cailliet, 1981 dikutip oleh Kuntono, 2007).
Kolumna vertebralis mempunyai lima fungsi utama, yaitu: (1) menyangga berat kepala dan dan batang tubuh, (2) melindungi medula spinalis, (3) memungkinkan keluarnya nervi spinalis dari kanalis spinalis, (4) tempat untuk perlekatan otot-otot, (5) memungkinkan gerakan kepala dan batang tubuh (Seelley dan Stephens, 2001 dikutip oleh Yanuar, 2003).
Tulang vertebra secara gradual dari cranial ke caudal akan membesar sampai mencapai maksimal pada tulang sakrum kemudian mengecil sampai apex dari tulang  koksigeus. Struktur demikian dikarenakan beban yang harus ditanggung semakin membesar dari cranial hingga caudalsampai kemudian beban tersebut ditransmisikan menuju tulang pelvis melalui articulatio sacroilliaca. Korpus vertebra selain dihubungkan oleh diskus intervertebralis juga oleh suatu persendian sinovialis yang memungkinkan fleksibilitas tulang punggung, kendati hanya memungkinkan pergerakan yang sedikit untuk mempertahankan stabilitas kolumna vertebralis guna melindungi struktur medula spinalis yang berjalan di dalamnya. Stabilitas kolumna vertebralis ditentukan oleh bentuk dan kekuatan masing-masing vertebra, diskus intervertebralis, ligamen dan otot-otot (Moore, 1999 dikutip oleh Yanuar, 2002).
Vertebra lumbalis terletak diregio punggung bawah antara regio torakal dan sakrum. Vertebra pada regio ini ditandai dengan korpus vertebra yang berukuran besar, kuat dan tiadanya costal facet. Vertebra lumbal ke 5 (VL5) merupakan vertebra yang mempunyai pergerakan terbesar dan menanggung beban tubuh bagian atas (Yanuar, 2002).
Menurut Adam et al (1989); Bagduk (1997); Morris (1980) dikutip oleh Auliana (2003) setiap vertebra lumbal dibagi atas 3 set elemen fungsional yaitu :
A.       Elemen anterior atau korpus vertebra
Merupakan komponen utama dari kolumna vertebralis. Berfungsi untuk mempertahankan diri dari beban kompresi yang tiba pada kolumna vertebra bukan saja dari berat badan, tetapi juga dari kontraksi otot-otot punggung.
B.       Elemen posterior
Elemen posterior berfungsi untuk mengatur kekuatan pasif dan aktif yang mengenai kolumna vertebralis dan juga mengatur gerakannya. Prosesus artikularis memberikan mekanisme lockingyang menahan tergelincirnya ke depan dan terpilinnya korpus vertebra. Prosesus spinosus, transversus, mamilaris dan aksesorius menjadi tempat melekatnya otot sekaligus menyusun pengungkit untuk memperbesar kerja otot-otot tersebut. Lamina merambatkan kekuatan dari prosesus spinosus dan prosesus artikularis superior ke pedikel sehingga ia rentan terhadap trauma seperti fraktur pars artikularis.
C.        Elemen tengah
Elemen tengah terdiri dari pedikel. Pedikel berfungsi menghubungkan elemen posterior dan anterior, memindahkan kekuatan yang mengontrol dari elemen posterior ke anterior.
Vertebra sakrum merupakan tulang yang berbentuk segitiga dan merupakan fusi dari kelima segmen vertebra segmen sakral. Sakrum berperan dalam stabilisasi dan kekuatan dari pelvis serta mentransmisikan berat badan tubuh ke pelvis (Yanuar, 2002).
Persendian pada kolumna vertebralis ada 2 yaitu persendian antara 2 korpus vertebra (amphiarthrodial) dan antara 2 arkus vertebra (arthrodial). Persendian ini membentuk apa yang disebut motion segmen (Bagduk, 1997; Finneson, 1980 dikutip oleh Auliana, 2003). Persendian antara 2 vertebra disebut persendian amfiartrodial dimana permukaan tulang dihubungkan baik oleh fibrokartilago diskus atau oleh ligamen interoseus, sehingga pergerakan menjadi terbatas tetapi bila keseluruhan vertebra bergerak maka rentang gerakan dapat diperhitungkan (Finneson, 1980 dikutip Auliana, 2003).


Persendian amfiartrodial melibatkan komponen-komponen sebagai berikut:
A.       Diskus intervertebralis
Diskus intervertebralis merupakan suatu bantalan penghubung antar dua korpus vertebra yang di desain untuk menahan beban peredam getaran (shock absorbers) selama berjalan, melompat, berlari dan memungkinkan terjadinya gerakan kolumna vertebralis (Kurnia M, 2006; Yanuar, 2002).
Menurut Bagduk, 1997; Cailliet, 1976; Finneson, 1980 dikutip oleh Auliana, 2003 diskus intervertebralis terdiri dari 3 komponen yaitu :
                                                   a.     Nukleus sentralis pulposus gelatinous
Nukleus pulposus terdiri dari matrik proteoglikans yang mengandung sejumlah air (±80%), semitransparan, terletak ditengah dan tidak mempunyai anyaman jaringan fibrosa.
                                                   b.     Anulus fibrosus yang mengelilingi nukleus pulposus
Anulus fibrosus merupakan suatu cincin yang tersusun oleh lamellae fibrocartilogenea yang konsentris yang membentuk circumfereria dari diskus intervertebralis. Cincin tersebut diselipkan di cincin epifisis pada fasies artikularis korpus vertebra. Serabut-serabut yang menyusun tiap lamella berjalan miring dari satu vertebra ke vertebra lainnya, serabut-serabut dari suatu lamella secara khas berjalan pada sisi kanan menuju yang berdekatan. Pola seperti ini, walaupun memungkinkan terjadinya suatu gerakan antar dua vertebra yang berdekatan juga berfungsi sebagai pengikat yang erat antar dua vertebra tersebut (Moore, 1999; Young, 2000 dikutip oleh Yanuar, 2002).
                                                   c.     Sepasang vertebra endplate yang mengapit nukleus
Sepasang vertebra endplate adalah merupakan permukaan datar teratas dan terbawah dari suatu diskus intervertebralis.
Fungsi mekanik diskus intervertebralis mirip dengan balon yang diisi air yang diletakkan di antara ke dua telapak tangan . Bila suatu tekanan kompresi yang merata bekerja pada vertebra maka tekanan itu akan disalurkan secara merata ke seluruh diskus intervertebralis. Bila suatu gaya bekerja pada satu sisi yang lain, nukleus polposus akan melawan gaya tersebut secara lebih dominan pada sudut sisi lain yang berlawanan. Keadaan ini terjadi pada berbagai macam gerakan vertebra seperti fleksi, ekstensi, laterofleksi (Cailliet, 1981 dikutip oleh Kuntono, 2007). Diskus intervertebralis sendiri merupakan jaringan non innervasi dan non vaskuler sehingga apabila terjadi kerusakan tidak bisa terdeteksi oleh pasien meskipun sudah berlangsung dalam waktu lama (Parjoto,   2006).

Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjiS0V5yWwEK8DiNBRXF8c9C6W6t35sY4uT1IWntce08uFvMJSPKkp6i5I746n9bihFEmyG3zrL5syhajdcnUtZklMg3DQ0s9ZgjCuT9m91vpToS0-1Kxl_mxDUSEvmz8hUEopUPFgWWK0/s320/Rinegan.jpg
Gambar. 2.2 anatomi Discus. Gambar tersebut dibuat dengan potongan sagital. (1) Annulus Fibrosus, yang menjadi dasar lingkaran fibrosus. (2) Nucleus Pulposus, yang menjadi pusat dari discus dan merupakan target dari penyuntikan pada discography. (3) Ligamen Longitudinal Anterior. (4) Ligamen Longitudinal Posterior. (5) Canalis Vertebralis
Description: http://www.backandjointpain.com/images/contentmgmt/Discogram_3.jpg
Gambar 2.3 potongan sagital columna vertebra
B.       Ligamen longitudinal anterior
Ligamen longitudinal anterior melapisi dan menghubungkan bagian anterolateral korpus vertebra dan diskus intervertebralis, terbentang dari permukaan anterior sakrum hingga ke tuberkulum anterior vertebra servikal 1 dan tulang oksipital di sebelah anterior foramen magnum. Ligamen ini melekat pada korpus vertebra dan diskus intervertebralis (Yanuar, 2002). Fungsi ligamen anterior tersebut adalah untuk memelihara stabilitas pada persendian korpus vertebralis dan mencegah hiperekstensi kolumna vertebralis (Parjoto, 2006; Yanuar, 2002).
C.       Ligamen longitudinal posterior
Ligamen longitudinal posterior lebih sempit dan lebih lemah dari ligamen anterior, terbentang dalam kanalis vertebralis di dorsal dari korpus vertebralis. Ligamen ini melekat pada diskus intervertebralis dan tepi posterior dari korpus vertebra mulai vertebra servikal 1 sampai sakrum. Ligamentum ini dilengkapi akhiran saraf nyeri (nociceptor). Ligamen posterior berperan mencegah hiperfleksi kolumna vertebralis serta mencegah herniasi diskus intervertebralis (Yanuar, 2002).
Persendian antara 2 arkus vertebra (arthrodial) dibentuk oleh prosesus artikularis superior dari 1 vertebra dengan prosesus artikularis inferior vertebra di atasnya disebut sebagai zygapophyseal joint/facet joint atau sendi faset (Bagduk, 1997; Finneson, 1980 dikutip oleh Auliana, 2003). Arah permukaan sendi faset mencegah/membatasi gerakan yang berlawanan arah dengan permukaan sendi faset. Di regio lumbal, sendi fasetnya memiliki arah arah sagital dan medial, sehingga memungkinkan gerakan fleksi dan ekstensi dan lateral fleksi, namun tidak memungkinkan terjadinya gerakan rotasi (Yanuar, 2002). Pada sikap lordosis lumbalis (hiperekstensi lumbal) kedua faset saling mendekat sehingga gerakan kelateral, obique dan berputar terhambat, tetapi pada posisi sedikit fleksi kedepan (lordosis dikurangi) kedua faset saling menjauh sehingga memungkinkan gerakan ke lateral berputar (Cailliet, 1981 dikutip oleh Kuntono, 2007).
Kekuatan vertebra dalam menahan beban pada dasarnya ditentukan oleh kekuatan elemen tulang. Secara anatomis, tiap vertebra telah menyesuaikan bentuk dan ukuranya sebagai refleksi dari beban yang diembannya, sehingga tampak bertambah ukurannya mulai dari regio servikal sampai lumbal. Persendian faset mengemban 18% beban kompresi, 45% kekuatan torsional dan sejumlah stabilitas vertebra lainnya, tergantung dari arah orientasi faset (Auliana, 2003).
Diskus intervertebralis relatif resisten terhadap kegagalan menghadapi beban kompresi.Vertebral end plate biasanya yang terlebih dahulu kalah baik pada diskus normal maupun yang telah mengalami degenerasi terutama oleh beban torsional. Beban pada vertebra terbukti sangat bervariasi, tergantung postur dan beban eksternal. Pada L3-L4 sesorang yang sedang duduk, tekanan intradiskalnya lebih tinggi dibanding waktu berdiri, tetapi tekanan paling rendah sewaktu seseorang berbaring terlentang (Auliana, 2003).
Struktur ligamen pada vertebra harus mampu memerankan fungsi ganda yaitu memungkinkan gerakan fisiologis vertebra disamping menahan gerakan vertebra yang melampaui batas. Sebagai contoh pada waktu ekstensi panjang ligamen flavum berkurang 10%, tetapi tidak menekuk ke dalam kanalis spinalis oleh karena masih dibawah 15% yang dianggap sebagai pretension. Pada fleksi penuh, ligamen mampu memanjang sampai 35%. Di luar range ini ligamen menjadi sangat kaku dan tidak dapat berelongasi lagi (Auliana, 2003).
Gerakan yang terjadi pada regio lumbal meliputi fleksi-ekstensi, yang mempunyai luas gerak sendi sebesar 20/35 – 0 – 40/60 pada bidang sagital posisi pasien berdiri anatomis. Pada gerak fleksi terjadi slide ke anterior dari korpus vertebra sehingga terjadi penyempitan pada diskus intervertebralis bagian anterior dan meluas pada bagian posterior. Gerak lateral fleksi yang mempunyai luas gerak sendi sebesar 15/20 – 0 – 15/20 pada bidang frontal posisi pasien berdiri anatomis. Pada gerak lateral fleksi, korpus pada sisi ipsilateral saling mendekat dan saling melebar pada sisi kontralateral. Gerak rotasi yang mempunyai luas gerak sendi sebesar 45 – 0 – 45 pada bidang transversal, posisi pasien duduk anatomis dimana gerak rotasi ini daerah lumbal hanya 2 derajat persegmen karena dibatasi oleh sendi faset (Hall, 1953).
Mekaniaka columna vertebralis netral didefinisikan sebagai adanya lordosis servikal dan lumbal yang normal dan kifosis torakal dan sakral. Frytte dan Greenman menyatakan mekanika normal adalah saat sendi faset tidak bekerja. Pada kondisi ini, gerakan lateral fleksi pada columna vertebralis akan menghasilkan rotasi pada sisi yang berlawanan. Hal ini dikenal dengan mekanika tipe 1 dan terjadi di regio torakal dan lumbal. Jika gerakan fleksi atau ekstensi dilakukan pada region tersebut, sendi faset akan bekerja dan akan mengontrol pergerakan vertebra. Pada saat demikian, lateral fleksi dan rotasi berada pada satu sisi. Hal ini dinamakan mekanika tipe 2 atau mekanika non-netral dan terjadi di regio torakal atau lumbal saat fleksi atau ekstensi (Moore,1999; Seeley, 2003; Carola, 1990 dikutip oleh Yanuar, 2002).

2.2       Patofisiologi Discus Intervertebralis
1.    Hernia Nukleus Polposus
Diskus intervertebral dibentuk oleh dua komponen yaitu; nukleus pulposus yang terdiri dari serabut halus dan longgar, berisi sel-sel fibroblast dan dibentuk oleh anulus fibrosus yang mengelilingi nukleus pulposus yang terdiri dari jaringan pengikat yang kuat.
Nyeri tulang belakang dapat dilihat pada hernia diskus intervertebral pada daerah lumbosakral, hal ini biasa ditemukan dalam praktek neurologi. Hal ini biasa berhubungan dengan beberapa luka pada tulang belakang atau oleh tekanan yang berlebihan, biasanya disebabkan oleh karena mengangkat beban/ mengangkat tekanan yang berlebihan (berat). Hernia diskus lebih banyak terjadi pada daerah lumbosakral, juga dapat terjadi pada daerah servikal dan thorakal tapi kasusnya jarang terjadi. HNP sangat jarang terjadi pada anak-anak dan remaja, tetapi terjadi dengan umur setelah 20 tahun.
Herniasi nucleus pulposus bisa ke korpus vertebra di atas atau di bawahnya. Bisa juga herniasi langsung ke kanalis vertbralis. Herniasi sebagian dari nucleus pulposus ke dalam korpus vertebra dapat dilihat dari foto roentgen polos dan dikenal sebagai nodus Schmorl. Robekan sirkumferensial dan radikal pada nucleus fibrosus diskus intervertebralis berikut dengan terbentuknya nodus schomorl merupakan kelainan mendasari “low back pain” sub kronik atau kronik yang kemudian disusun oleh nyeri sepanjang tungkai yang dikenal sebagai khokalgia atau siatika.
Herniasi diskus intervertebralis atau hernia nukleus pulposus sering terjadi pada pria dan wanita dewasa dengan insiden puncak pada dekade ke 4 dan ke 5. Kelainan ini banyak terjadi pada individu dengan pekerjaan yang banyak membungkuk dan mengangkat. HNP pada daerah lumbal lebih sering terjadi pada usia sekitar 40 tahun dan lebih banyak pada wanita dibanding pria. HNP servikal lebih sering terjadi pada usia 20-40 tahun. HNP torakal lebih sering pada usia 50-60 tahun dan angka kejadian pada wanita dan pria sama.
Hampir 80% dari HNP terjadi di daerah lumbal. Sebagian besar HNP terjadi pada diskus L4-L5 dan L5-S1. Sedangkan HNP servikal hanya sekitar 20% dari insiden HNP. HNP servikal paling sering terjadi pada diskus C6-C7, C5-C6, C4-C5. Selain pada daerah servikal dan lumbal, HNP juga dapat terjadi pada daerah torakal namun sangat jarang ditemukan. Lokasi paling sering dari HNP torakal adalah diskus T9-T10, T10-T11, T11-T12. Karena ligamentum longitudinalis posterior pada daerah lumbal lebih kuat pada bagian tengahnya, maka protrusi diskus cenderung terjadi ke arah posterolateral, dengan kompresi radiks saraf.
Protrusi atau ruptur nukleus pulposus biasanya didahului dengan perubahan degeneratif yang terjadi pada proses penuaan. Kehilangan protein polisakarida dalam diskus menurunkan kandungan air nukleus pulposus. Perkembangan pecahan yang menyebar di anulus melemahkan pertahanan pada herniasi nukleus. Setelah trauma; jatuh, kecelakaan, dan stress minor berulang seperti mengangkat; kartilago dapat cedera.
Pada kebanyakan pasien, gejala trauma segera bersifat khas dan singkat, dan gejala ini disebabkan oleh cedera pada diskus yang tidak terlihat selama beberapa bulan maupun tahun. Kemudian pada degenerasi pada diskus, kapsulnya mendorong ke arah medula spinalis atau mungkin ruptur dan memungkinkan nukleus pulposus terdorong terhadap sakus dural atau terhadap saraf spinal saat muncul dari kolumna spinal.
Hernia nukleus pulposus ke kanalis vertebralis berarti bahwa nukleus pulposus menekan pada radiks yang bersama-sama dengan arteria radikularis berada dalam bungkusan dura. Hal ini terjadi kalau tempat herniasi di sisi lateral. Bilamana tempat herniasinya di tengah-tengah tidak ada radiks yang terkena. Lagipula, oleh karena pada tingkat L2 dan terus ke bawah sudah tidak terdapat medula spinalis lagi, maka herniasi di garis tengah tidak akan menimbulkan kompresi pada kolumna anterior.
Setelah terjadi hernia nukleus pulposus sisa duktus intervertebralis mengalami lisis sehingga dua korpora vertebra bertumpang tindih tanpa ganjalan.
Nyeri dapat terjadi pada bagian spinal manapun seperti servikal, torakal (jarang) atau lumbal. Manifestasi klinis  bergantung pada lokasi, kecepatan perkembangan (akut atau kronik) dan pengaruh pada struktur di sekitarnya. Nyeri punggung bawah yang berat, kronik dan berulang (kambuh).
2.    Lesi Internal Discus
Lesi merupakan keadaan jaringan yang abnormal pada tubuh. Hal ini dapat terjadi karena proses beberapa penyakit seperti trauma fisik, kimiawi, dan elektris, infeksi, masalah metabolisme, dan otoimun. Lesi pada internal Discus biasanya terjadi akbiat dari trauma fisik karena adanya benturan yang kuat hingga terjadi atau terbentuknya jaringan yang abnormal.
3.    Penyempitan Saluran Spinal Canal atau penyempitan Tulang belakang
Penyempitan tulang belakang adalah kondisi di mana rongga tulang belakang mengalami penyempitan, menyebabkan nyeri, mati rasa, dan terkadang hingga kelumpuhan.
Penyempitan biasanya hanya terjadi di dua bagian tulang belakang: servikal dan lumbar. Di antara keduanya, lumbar yang lebih sering mengalami penyempitan. Namun, penyempitan tulang belakang servikal lebih dapat membahayakan nyawa karena sumsum tulang belakang ada di tulang belakang servikal. Penyempitan tulang belakang yang disertai dengan mielopati adalah sebuah kondisi yang ditandai dengan menyempitnya rongga dan penekanan sumsum tulang belakang. Sementara itu, di daerah lumbar hanya ada saraf saja.
Penyempitan tulang belakang akan terus memburuk, walaupun dalam kasus penyempitan tulang belakang lumbar, kondisinya dapat berubah-ubah. Penyempitan juga dapat terjadi pada satu atau lebih rongga tulang belakang. Hal yang paling penting adalah penyempitan tulang belakang harus dideteksi dan ditangani sejak dini untuk menghindari komplikasi yang serius.
Penyempitan tulang belakang dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu:
A.       Usia: Salah satu penyebab utama penyempitan tulang belakang adalah penuaan. Seiring bertambah usianya seseorang, akan terjadi perubahan pada struktur tulang belakang, termasuk penyempitan ruang terbuka di tulang belakang. Usia adalah faktor risiko yang lebih membahayakan dalam penyempitan tulang belakang servikal. Usia dapat menyebabkan terdorongnya atau membesarnya ukuran tulang belakang, sehingga saraf akan tertekan, dan bantalan tulang belakang akan menonjol keluar. Bantalan ini, yang berfungsi sebagai alas, dapat menjadi “rapuh” atau kering seiring bertambah usianya seseorang. Apabila hal tersebut terjadi, beberapa material dapat keluar dari bantalan dan menyebabkan iritasi pada saraf atau sumsum tulang belakang.
B.       Osteoartritis: Osteoartritis adalah salah satu jenis artritis yang paling umum di dunia. Penyakit ini ditandai dengan mengecilnya ukuran tulang rawan yang dapat ditemukan di bantalan dan sendi tulang belakang secara perlahan.
C.       Kelainan bawaan: Beberapa orang terlahir dengan saluran tulang belakang yang sempit.
D.       Tumor: Penyempitan tulang belakang dapat terjadi bersamaan dengan pertumbuhan daging yang tidak diinginkan (tumor). Tumor ini dapat bersifat ganas atau jinak, dan primer atau sekunder (metastasis). Karena tumor tumbuh di rongga tubuh yang kosong, tumor akan menyebabkan tekanan yang menekan atau menjepit sumsum dan saraf tulang belakang.
E.        Cedera: Trauma pada punggung dan leher juga dapat melukai tulang belakang, terutama apabila benturan sangat keras dan menyebabkan patah tulang, perubahan posisi tulang, atau perubahan pada struktur tulang.
F.        Genetik: Penyempitan tulang belakang pada pasien berusia muda, terutama remaja dan anak, biasanya disebabkan oleh faktor genetik. Pada usia ini, tulang masih berada dalam tahap pertumbuhan.
Gejala Utama terjadinya penyempitan pada tulang belakang yaitu sebagai berikut:
A.       Mati rasa, terutama di kaki dan lengan
B.       Bagian ujung tubuh terasa lemas
C.       Rasa ketidaknyamanan
D.       Kesulitan bergerak, termasuk berjalan
E.        Kelumpuhan
F.        Nyeri yang menusuk pada tubuh
G.       Kemampuan motorik yang buruk
H.       Saluran kencing yang tidak berfungsi dengan semestinya
I.          Demam
J.          Penurunan berat badan
Penyempitan tulang belakang lumbar dan servikal memiliki gejala yang berbeda. Salah satu perbedaan yang mencolok adalah frekuensi nyeri yang ditimbulkan. Ketika penyempitan terjadi pada tulang belakang lumbar, nyeri pada kaki akan terjadi ketika pasien mulai melakukan pergerakan, misalnya berjalan. Nyeri akan berhenti ketika pasien beristirahat. Pasien yang terkena penyempitan tulang belakang servikal kemungkinan besar akan mengalami nyeri yang lebih konsisten dan terus memburuk.

2.3       Discografi
Discography adalah pemeriksaan radiografi dari diskus intervertebralis dengan bantuan sinar-x dan bahan media kontras positif yang diinjeksikan kedalam pertengahan diskus dengan cara memasukkan jarum ganda untuk menegakkan diagnosa.
Pemeriksaan discography pertama kali diperkenalkan oleh seorang Radiolog asal Swedia yaitu K. Lindblom pada tahun 1948 dan dikembangkan oleh Doward dan Butt. Pemeriksaan ini digunakan untuk memperlihatkan herniasi discus atau degenerasi yang biasanya terjadi pada daerah lumbo-sacral dan terkadang terjadi di daerah cervical. Discography dapat dilakukan terpisah atau bersama-sama dengan myelography.
Discografi bertujuan untuk memperlihatkan Herniasi Discus atau Degenerasi yg biasanya terjadi pada daerah lumbo-sacral dan terkadang terjadi di daerah cervical. Namun seiring berjalannya waktu pemeriksaan ini hampir tidak pernah dilakukan lagi karena sudah digantikan dengan pemeriksaan CT-Scan maupun MRI.

2.4       Teknik Pemeriksaan Discografi
A.  Indikasi
1.    Ruptur Nukleus Pulposus
2.    Lesi internal discus, yg tdk dpt dilihat pd pemeriksaan myelografi.
3.    Hernia Nucleus Pulposus (HNP)
4.    Penyempitan saluran spinal canal.
B.  Kontra Indikasi
1.    Alergi terhadap bahan kontras.
2.    Pendarahan
3.    Multiple sclerosis
4.    Hamil (pasien wanita)



C.  Persiapan Alat dan Bahan
1.    Peralatan Steril
                                               a.     Needle dengan ukuran 20(12,5cm) dan 25(13,5cm)
                                              b.     Spuit disposible 2 ml dan 10 ml
                                               c.     Drawing-up canule
                                              d.     Gallipot
                                               e.     Kain kassa
                                               f.     Kapas
                                              g.     Mk non ionik yg digunakan 0,5 cc – 2 cc
2.    Peralatan Non Steril
                                               a.     Pesawat sinar-x dan fluroskopi
                                              b.     Kaset dan film
                                               c.     Grid/lysolm
                                              d.     Marker
                                               e.     Gonad shield
                                               f.     Apron
                                              g.     Botol obat antiseptik hibitane 0,5 %
                                              h.     Botol anastesi lokal lignocaine 1 %
                                                i.     Ampul media kontras
                                                j.     Jarum disposable
                                              k.     Peralatan dan obat-obat emergensi
D.  Persiapan Pasien
1.    Px puasa selama 4 - 6 jam pre pemeriksaan.
2.    Jika px wanita, tanyakan apakah pasien hamil.
3.    Tanyakan apakah pasien mengkonsumsi obat-obatan (DM. Hipertensi dan jantung) seperti METFORMIN.
4.    Tanyakan apakah pasien mempunyai riwayat asma.
5.    Persetujuan tindakan (informed consent).
6.    Melepaskan benda-benda logam pd daerah yg akan diperiksa.
7.    Mengganti baju pasien .
8.    Pasien diberi penjelasan tentang prosedur pemeriksaan.
9.    Dibuat plain foto posisi AP dan lateral pd daerah yg akan diperiksa.
10.    Premedikasi : diberikan obat sedatif, yaitu kombinasi dari 10 mg Drop ridol & 0,15 mg phenoperidin (Park, 1973).
E.   Metode Penyuntikan Atau Punksi
Pada pemeriksaan discography, ada dua cara dalam penyuntikan media kontras yaitu :
                                               a.     Dengan 1 jarum (Standard Spinal Puncture Needle).
                                              b.     Dengan 2 jarum (The Double Needle Combination).
Double jarum terdiri dari :
                                               a.     Jarum ukuran 20, yang akan digunakan untuk menyuntik spinal dan mencapai annulus fibrosus.
                                              b.     Jarum ukuran 25 (lebih panjang dari jarum ke-1),yang akan digunakan sebagai jarum penunjuk untuk menembus celah sampai menemukan pusat dari nucleus pulposus.
Jarum yang digunakan untuk daerah cervical biasanya digunakan dengan panjang 2 - 2,5 inchi, sedangkan untuk daerah lumbal 3,5 - 5 inchi. Penyuntikan dilakukan di bawah kontrol fluoroskopi. Kombinasi dengan jarum double lebih baik daripada dengan satu jarum.
F.   Prosedur Pemeriksaan Lumbal Discografi
1.    Pasien diposisikan lateral decubitus, dengan punggungnya dilengkungkan serta lutut difleksikan.Bantalan busa hendaknya ditempatkan di suatu tempat yang dianggap perlu agar tulang belakang itu menjadi paralel dengan meja pemeriksaan.
2.    Daerah yang akan dipunksi diberikan antiseptik.
3.    Kemudian dengan kontrol fluoroskopi, jarum dengan ukuran 20 ditusukkan diantara ruas spinosus dan langsung ketulang cincin dari discus yang akan diperiksa dan ujung jarum menembus annulus fibrosus.
4.    Kemudian masukkan jarum kedua,ke dlm jarum ke satu (jarum kedua lbh pjg daripada jarum pertama),shg jarum tsbt terletak dlm nucleus pulposus.
5.    Kemudian dilakukan penyuntikan kontras media.
6.    Lalu dibuat proyeksi lateral dengan jarum tetap berada di dalamnya. Bila media kontras sudah cukup, jarum dicabut dan daerah penyuntikan ditutup.
7.    Kemudian pasien diposisikan supine, paha difleksi secukupnya agar bagian belakang tubuh menempel meja pemeriksaan.
8.    Kemudian dibuat posisi AP dengan CR 100 – 200 ke cranial
9.    Jika dibutuhkan maka dibuat foto oblique.
Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgE5L2J1g0sZoeeJDTFfDwLR3Wai352TOFChRNa2eKC9TIba106shpRAa21VTGT3eVvsZsduYA9KYphy8W_hpv-jLufNWjefsaoGuU8UuM9hQ35C9gki6KvOJiejbKV-E36bIiMXflv8AE/s320/Inkeksi+2.jpg
Gambar 2.4 Lumbal Punksi

Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg5CqYnTx1-7fC8TxT96tZ75PrlSN4TgVO8gG18it3IRHz-NleYc3iS-IPIkizdoec0ztld4mio5O0eOsOFJ5Tc6FvnirltmUWmDMa4HRMePl796k2ijygrQBxIhrEyM5_YG169R_mqy30/s320/Inkeksi.jpg
Gambar 2.5 Posisi pasien saat pemeriksaan Discografi
Gambar 2.6 Posisi pasien saat pemeriksaan Discografi


Gambar 2.7 Punksi saat pemeriksaan Discografi

Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjOxf-j2vD0dJb6O_Ut2xZO5Hamt-IkxDTr79rDSwdt6rkCn7fdbLwth5yt4-nnoLtVaCwMiUe76DfwXxoHdHpZ1OuJVAbsC5MjfmQHvzMfCuxvzaEkSr6To4roWUCOartv2lt45wiAN0jH/s400/Picture9.jpgDescription: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjOxf-j2vD0dJb6O_Ut2xZO5Hamt-IkxDTr79rDSwdt6rkCn7fdbLwth5yt4-nnoLtVaCwMiUe76DfwXxoHdHpZ1OuJVAbsC5MjfmQHvzMfCuxvzaEkSr6To4roWUCOartv2lt45wiAN0jH/s400/Picture9.jpg
Gambar 2.8 Radiograf Pemeriksaan Lumbal Discografi

Description: X-ray of needle placement into the vertebral disk.
Gambar 2.9 Radiograf pemeriksaan Lumbal Discografi
Description: CT image of discogram.
Gambar 2.10 Radiograf pemeriksaan Lumbal Discografi
G.  Prosedur pemeriksaan Cervical Discografi
1.         Pasien diposisikan supine
2.         Prosedur injeksi MK sama dengan lumbal discografi
3.         Proyeksi yang dilakukan AP dengan CR : 10 derajat ke arah cranial, yang bertujuan untuk mengurangi kurva lordotik yang disebabkan oleh ketinggian kepala pasien.

Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhQKFwxUwnS8ZQKXIKmv6w2jM87Y47YnMmOaxjrsSA7RtQos0r9oJfjJ9dPeGIe4qOH7EwhPast0MEaL-tnDcSJwY50J3U-tpmQjLMnqHFFE8x-7zPyQGa1QFS05659xPJIRS-pFPckmuQw/s400/Picture5.jpg
Gambar 2.11 Posisi objek saat Cervical Punksi
Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg0HEr5wBnUJFthOgdAU9_WfYBE3FHYR0GtUQl85z7NKjXqrjDuPnkt5iQhjhI6T1X8n5MfIHVr0uA_0vMMo209imEGW82rcJEbiOSRGcPxXEikfhsw8qPWGglBJpzhYGiwxWanpgT517SC/s400/Picture8.jpgDescription: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg0HEr5wBnUJFthOgdAU9_WfYBE3FHYR0GtUQl85z7NKjXqrjDuPnkt5iQhjhI6T1X8n5MfIHVr0uA_0vMMo209imEGW82rcJEbiOSRGcPxXEikfhsw8qPWGglBJpzhYGiwxWanpgT517SC/s400/Picture8.jpg
Gambar 2.12 Radiograf pemeriksaan Cervical Discografi
H.  Komplikasi pemeriksaan
1.         Rasa pegal pada daerah punksi
2.         Retro peritenal haemorahage
3.         Disc herniation
I.     Prosedur Post Pemeriksaan
Selesai melakukan pemeriksaan Discografi pasien harus mendapat perawatan seperti:
1.         Bed rest selama 24 jam.
2.         Periksa tekanan darah dan pernapasan setiap 30 menit selama 4 jam pertama dan setiap 4 jam selama 24 jam.
3.         Anjurkan banyak minum air putih



BAB III
PENUTUP

3.1       Kesimpulan
Diskus intervertebralis merupakan suatu bantalan penghubung antar dua korpus vertebra yang di desain untuk menahan beban peredam getaran (shock absorbers) selama berjalan, melompat, berlari dan memungkinkan terjadinya gerakan kolumna vertebralis yang terdiri dari 3 komponen utama yaiut : Nukleus sentralis pulposus gelatinous, Anulus fibrosus yang mengelilingi nukleus pulposus, Sepasang vertebra endplate yang mengapit nukleus.
Fungsi mekanik diskus intervertebralis mirip dengan balon yang diisi air yang diletakkan di antara ke dua telapak tangan . Bila suatu tekanan kompresi yang merata bekerja pada vertebra maka tekanan itu akan disalurkan secara merata ke seluruh diskus intervertebralis. Bila suatu gaya bekerja pada satu sisi yang lain, nukleus polposus akan melawan gaya tersebut secara lebih dominan pada sudut sisi lain yang berlawanan. Keadaan ini terjadi pada berbagai macam gerakan vertebra seperti fleksi, ekstensi, laterofleksi
Discography adalah pemeriksaan radiografi dari diskus intervertebralis dengan bantuan sinar-x dan bahan media kontras positif yang diinjeksikan kedalam pertengahan diskus dengan cara memasukkan jarum ganda untuk menegakkan diagnosa.
Pemeriksaan discography pertama kali diperkenalkan oleh seorang Radiolog asal Swedia yaitu K. Lindblom pada tahun 1948 dan dikembangkan oleh Doward dan Butt. Pemeriksaan ini digunakan untuk memperlihatkan herniasi discus atau degenerasi yang biasanya terjadi pada daerah lumbo-sacral dan terkadang terjadi di daerah cervical. Discography dapat dilakukan terpisah atau bersama-sama dengan myelography.
Saat melakukan pemeriksaan Discografi pasien puasa 4-6 jam sebelum pemeriksaan dan bila perlu berikan obat sedative pada pasien untuk mengurangi rasa sakit pada pasien saat dilakukan punksi.

3.2       Saran
Saran penulis untuk para pembaca adalah Dalam melakukan pemeriksaan Discografi harus mempertimbangkan keadaan pasien apabila pasien sedang Hamil untuk pasien wanita, maka harus dipertimbangkan dalam melakukan pemeriksaan Discografi usahakan untuk tidak melakukan pemeriksaan. Selain itu kita harus memastikan tingkat alergi pasien terhadap Media kontras. Dan penulis menyarankan kepada para pembaca untuk dapat  benar-benar memahami Teknik Radiografi ini agar ketika mendapatkan atau menemukan pemeriksaan ini dilapangan sudah siap untuk melakukannya. Dan pula dalam pemeriksaan ini harus didampingi oleh dokter Radiologi untuk melakukan Punksi dan dokter Anastesi untuk penentuan dosis pemberian obat Sedative sebelum pemeriksaan dilakukan bila perlu.



DAFTAR PUSTAKA

Dauber, Wolfgang dan Feneis, Heinz. 2000. Pocket Atlas of Human Anatomy: 4th edition. New York. Thieme Flexibook.
Triningsih. Kumpulan Materi Perkuliahan semester 1.
Bonrager, keneth L.2010. text book of radiographic positioning and related anatomy.


 

No comments:

Post a Comment