BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Sinar X pertama
kalinya ditemukan oleh fisikawan jerman yang bernama Wilhelm Roentgen Pada
tahun 1895. Penemuan Sinar X diinspirasi dari hasil percobaan mengamati gerak
elektron dari katoda ke anoda di dalam tabung kaca hampa udara yaitu
diantaranya tabung katoda (J.J Thompson) dan foto listrik (Heinrich Hertz).
Dalam kehidupan sehari-hari, pemanfaatan Sinar-X umumnya digunakan untuk
mendiagnosis gambar medikal dan Kristalografi sinar-X pada bidang medis. Sinar
X lebih familiar dengan sebutan sinar rontgen. Akan tetapi perlu diwaspadai
pula bahwasanya selain bermanfaat, sinar X juga dapat menimbulkan bahaya secara
biologik dari radiasi ion sinar X.
Perkembangan
dunia radiologi dari sinar-x ditemukan samai sekarang sangat pesat, dari
pesawat sinar-x konvensional hingga yang telah berkembang seperti, pesawat
sinar-x flouroscopy, CT-Scan , USG , MRI , CR , DR , PET-Scan , dll. Seiring
dengan pesatnya perkembangan alat radiologi, semakin pesat pula tekhnik-tekhnik
pemeriksaan yang berkembang sehingga banyak pula penyakit yang bisa di diagnosa
untuk membantu tindak lanjut pemeriksaan dari suatu penyakit. Salah satu
contohnya adalah pemeriksaan Discografi yaitu pemeriksaan discus intervertebralis dengan bantuan sinar-x dan bahan media
kontras positif yang diinjeksikan kedalam pertengahan diskus dengan cara
memasukkan jarum ganda untuk menegakkan diagnosa.
Pemeriksaan
discography pertama kali diperkenalkan oleh seorang Radiolog asal Swedia yaitu
K. Lindblom pada tahun 1948 dan dikembangkan oleh Doward dan Butt. Pemeriksaan
ini digunakan untuk memperlihatkan herniasi discus atau degenerasi yang
biasanya terjadi pada daerah lumbo-sacral dan terkadang terjadi di daerah
cervical. Discography dapat dilakukan terpisah atau bersama-sama dengan
myelography.
1.2 Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
Anatomi dan fisiologi dari Columna Vertebra?
2. Apa
saja Patofisiologi dari Columna Vertebra?
3. Apa
itu Discografi?
4. Bagaimana
Teknik Pemeriksaan Discografi?
1.3 Tujuan
Penulisan
1. Untuk
mengetahui dan menjelaskan Anatomi serta fisiologi dari Columna Vertebra
2. Untuk
mengetahui dan menjelaskan Patofisiologi dari Discus Intervertebralis
3. Untuk
mengetahui dan menjelaskan Discografi
4. Untuk
mengetahui dan menjelaskan Teknik pemeriksaan Discografi
1.4 Manfaat
Penulisan
Mengacu pada
masalah dan tujuannya, karya ilmiah ini diharapkan dapat memberikan manfaat
sebagai berikut :
1. Sebagai
sarana untuk menambah dan menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh di kampus
Atro Bali khusunya mengenai tekhnik pemeriksaan Discografi.
2. Sebagai
bahan masukan dan refrensi bagi mahasiswa Atro Bali yang tertarik pada topik
mengenai Tekhnik Pemeriksaan Discografi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi
dan Fisiologi Columna Vertebra
Gambar
2.1 Anatomi Vertebra
Tulang vertebra
terdri dari 33 tulang: 7 buah tulang servikal, 12 buah tulang torakal, 5 buah
tulang lumbal, 5 buah tulang sakral. Tulang servikal, torakal dan lumbal masih
tetap dibedakan sampai usia berapapun, tetapi tulang sakral dan koksigeus satu
sama lain menyatu membentuk dua tulang yaitu tulang sakum dan koksigeus
(Cailliet, 1981 dikutip oleh Kuntono, 2007).
Kolumna
vertebralis mempunyai lima fungsi utama, yaitu: (1) menyangga berat kepala dan
dan batang tubuh, (2) melindungi medula spinalis, (3) memungkinkan keluarnya
nervi spinalis dari kanalis spinalis, (4) tempat untuk perlekatan otot-otot,
(5) memungkinkan gerakan kepala dan batang tubuh (Seelley dan Stephens, 2001
dikutip oleh Yanuar, 2003).
Tulang vertebra
secara gradual dari cranial ke caudal akan membesar sampai mencapai maksimal
pada tulang sakrum kemudian mengecil sampai apex dari tulang koksigeus. Struktur demikian dikarenakan
beban yang harus ditanggung semakin membesar dari cranial hingga caudalsampai
kemudian beban tersebut ditransmisikan menuju tulang pelvis melalui articulatio
sacroilliaca. Korpus vertebra selain dihubungkan oleh diskus intervertebralis
juga oleh suatu persendian sinovialis yang memungkinkan fleksibilitas tulang
punggung, kendati hanya memungkinkan pergerakan yang sedikit untuk
mempertahankan stabilitas kolumna vertebralis guna melindungi struktur medula
spinalis yang berjalan di dalamnya. Stabilitas kolumna vertebralis ditentukan
oleh bentuk dan kekuatan masing-masing vertebra, diskus intervertebralis,
ligamen dan otot-otot (Moore, 1999 dikutip oleh Yanuar, 2002).
Vertebra
lumbalis terletak diregio punggung bawah antara regio torakal dan sakrum.
Vertebra pada regio ini ditandai dengan korpus vertebra yang berukuran besar,
kuat dan tiadanya costal facet. Vertebra lumbal ke 5 (VL5) merupakan vertebra
yang mempunyai pergerakan terbesar dan menanggung beban tubuh bagian atas
(Yanuar, 2002).
Menurut Adam et
al (1989); Bagduk (1997); Morris (1980) dikutip oleh Auliana (2003) setiap
vertebra lumbal dibagi atas 3 set elemen fungsional yaitu :
A. Elemen
anterior atau korpus vertebra
Merupakan
komponen utama dari kolumna vertebralis. Berfungsi untuk mempertahankan diri
dari beban kompresi yang tiba pada kolumna vertebra bukan saja dari berat
badan, tetapi juga dari kontraksi otot-otot punggung.
B. Elemen
posterior
Elemen
posterior berfungsi untuk mengatur kekuatan pasif dan aktif yang mengenai
kolumna vertebralis dan juga mengatur gerakannya. Prosesus artikularis
memberikan mekanisme lockingyang menahan tergelincirnya ke depan dan
terpilinnya korpus vertebra. Prosesus spinosus, transversus, mamilaris dan
aksesorius menjadi tempat melekatnya otot sekaligus menyusun pengungkit untuk
memperbesar kerja otot-otot tersebut. Lamina merambatkan kekuatan dari prosesus
spinosus dan prosesus artikularis superior ke pedikel sehingga ia rentan
terhadap trauma seperti fraktur pars artikularis.
C.
Elemen tengah
Elemen
tengah terdiri dari pedikel. Pedikel berfungsi menghubungkan elemen posterior
dan anterior, memindahkan kekuatan yang mengontrol dari elemen posterior ke
anterior.
Vertebra sakrum
merupakan tulang yang berbentuk segitiga dan merupakan fusi dari kelima segmen
vertebra segmen sakral. Sakrum berperan dalam stabilisasi dan kekuatan dari
pelvis serta mentransmisikan berat badan tubuh ke pelvis (Yanuar, 2002).
Persendian pada
kolumna vertebralis ada 2 yaitu persendian antara 2 korpus vertebra
(amphiarthrodial) dan antara 2 arkus vertebra (arthrodial). Persendian ini
membentuk apa yang disebut motion segmen (Bagduk, 1997; Finneson, 1980 dikutip
oleh Auliana, 2003). Persendian antara 2 vertebra disebut persendian amfiartrodial
dimana permukaan tulang dihubungkan baik oleh fibrokartilago diskus atau oleh
ligamen interoseus, sehingga pergerakan menjadi terbatas tetapi bila
keseluruhan vertebra bergerak maka rentang gerakan dapat diperhitungkan
(Finneson, 1980 dikutip Auliana, 2003).
Persendian
amfiartrodial melibatkan komponen-komponen sebagai berikut:
A. Diskus
intervertebralis
Diskus
intervertebralis merupakan suatu bantalan penghubung antar dua korpus vertebra
yang di desain untuk menahan beban peredam getaran (shock absorbers) selama
berjalan, melompat, berlari dan memungkinkan terjadinya gerakan kolumna
vertebralis (Kurnia M, 2006; Yanuar, 2002).
Menurut
Bagduk, 1997; Cailliet, 1976; Finneson, 1980 dikutip oleh Auliana, 2003 diskus
intervertebralis terdiri dari 3 komponen yaitu :
a. Nukleus
sentralis pulposus gelatinous
Nukleus pulposus terdiri dari
matrik proteoglikans yang mengandung sejumlah air (±80%), semitransparan,
terletak ditengah dan tidak mempunyai anyaman jaringan fibrosa.
b. Anulus
fibrosus yang mengelilingi nukleus pulposus
Anulus fibrosus merupakan suatu
cincin yang tersusun oleh lamellae fibrocartilogenea yang konsentris yang
membentuk circumfereria dari diskus intervertebralis. Cincin tersebut
diselipkan di cincin epifisis pada fasies artikularis korpus vertebra.
Serabut-serabut yang menyusun tiap lamella berjalan miring dari satu vertebra
ke vertebra lainnya, serabut-serabut dari suatu lamella secara khas berjalan
pada sisi kanan menuju yang berdekatan. Pola seperti ini, walaupun memungkinkan
terjadinya suatu gerakan antar dua vertebra yang berdekatan juga berfungsi
sebagai pengikat yang erat antar dua vertebra tersebut (Moore, 1999; Young,
2000 dikutip oleh Yanuar, 2002).
c. Sepasang
vertebra endplate yang mengapit nukleus
Sepasang vertebra endplate adalah
merupakan permukaan datar teratas dan terbawah dari suatu diskus
intervertebralis.
Fungsi
mekanik diskus intervertebralis mirip dengan balon yang diisi air yang
diletakkan di antara ke dua telapak tangan . Bila suatu tekanan kompresi yang
merata bekerja pada vertebra maka tekanan itu akan disalurkan secara merata ke
seluruh diskus intervertebralis. Bila suatu gaya bekerja pada satu sisi yang
lain, nukleus polposus akan melawan gaya tersebut secara lebih dominan pada
sudut sisi lain yang berlawanan. Keadaan ini terjadi pada berbagai macam
gerakan vertebra seperti fleksi, ekstensi, laterofleksi (Cailliet, 1981 dikutip
oleh Kuntono, 2007). Diskus intervertebralis sendiri merupakan jaringan non
innervasi dan non vaskuler sehingga apabila terjadi kerusakan tidak bisa
terdeteksi oleh pasien meskipun sudah berlangsung dalam waktu lama
(Parjoto, 2006).
Gambar. 2.2 anatomi
Discus. Gambar tersebut dibuat dengan potongan sagital. (1) Annulus Fibrosus,
yang menjadi dasar lingkaran fibrosus. (2) Nucleus Pulposus, yang menjadi pusat
dari discus dan merupakan target dari penyuntikan pada discography. (3) Ligamen
Longitudinal Anterior. (4) Ligamen Longitudinal Posterior. (5) Canalis
Vertebralis
Gambar 2.3 potongan
sagital columna vertebra
B. Ligamen
longitudinal anterior
Ligamen
longitudinal anterior melapisi dan menghubungkan bagian anterolateral korpus
vertebra dan diskus intervertebralis, terbentang dari permukaan anterior sakrum
hingga ke tuberkulum anterior vertebra servikal 1 dan tulang oksipital di
sebelah anterior foramen magnum. Ligamen ini melekat pada korpus vertebra dan
diskus intervertebralis (Yanuar, 2002). Fungsi ligamen anterior tersebut adalah
untuk memelihara stabilitas pada persendian korpus vertebralis dan mencegah
hiperekstensi kolumna vertebralis (Parjoto, 2006; Yanuar, 2002).
C. Ligamen
longitudinal posterior
Ligamen
longitudinal posterior lebih sempit dan lebih lemah dari ligamen anterior,
terbentang dalam kanalis vertebralis di dorsal dari korpus vertebralis. Ligamen
ini melekat pada diskus intervertebralis dan tepi posterior dari korpus
vertebra mulai vertebra servikal 1 sampai sakrum. Ligamentum ini dilengkapi
akhiran saraf nyeri (nociceptor). Ligamen posterior berperan mencegah
hiperfleksi kolumna vertebralis serta mencegah herniasi diskus intervertebralis
(Yanuar, 2002).
Persendian
antara 2 arkus vertebra (arthrodial) dibentuk oleh prosesus artikularis
superior dari 1 vertebra dengan prosesus artikularis inferior vertebra di
atasnya disebut sebagai zygapophyseal joint/facet joint atau sendi faset (Bagduk,
1997; Finneson, 1980 dikutip oleh Auliana, 2003). Arah permukaan sendi faset
mencegah/membatasi gerakan yang berlawanan arah dengan permukaan sendi faset.
Di regio lumbal, sendi fasetnya memiliki arah arah sagital dan medial, sehingga
memungkinkan gerakan fleksi dan ekstensi dan lateral fleksi, namun tidak
memungkinkan terjadinya gerakan rotasi (Yanuar, 2002). Pada sikap lordosis
lumbalis (hiperekstensi lumbal) kedua faset saling mendekat sehingga gerakan
kelateral, obique dan berputar terhambat, tetapi pada posisi sedikit fleksi
kedepan (lordosis dikurangi) kedua faset saling menjauh sehingga memungkinkan
gerakan ke lateral berputar (Cailliet, 1981 dikutip oleh Kuntono, 2007).
Kekuatan
vertebra dalam menahan beban pada dasarnya ditentukan oleh kekuatan elemen
tulang. Secara anatomis, tiap vertebra telah menyesuaikan bentuk dan ukuranya
sebagai refleksi dari beban yang diembannya, sehingga tampak bertambah
ukurannya mulai dari regio servikal sampai lumbal. Persendian faset mengemban
18% beban kompresi, 45% kekuatan torsional dan sejumlah stabilitas vertebra
lainnya, tergantung dari arah orientasi faset (Auliana, 2003).
Diskus
intervertebralis relatif resisten terhadap kegagalan menghadapi beban
kompresi.Vertebral end plate biasanya yang terlebih dahulu kalah baik pada
diskus normal maupun yang telah mengalami degenerasi terutama oleh beban
torsional. Beban pada vertebra terbukti sangat bervariasi, tergantung postur
dan beban eksternal. Pada L3-L4 sesorang yang sedang duduk, tekanan
intradiskalnya lebih tinggi dibanding waktu berdiri, tetapi tekanan paling
rendah sewaktu seseorang berbaring terlentang (Auliana, 2003).
Struktur ligamen
pada vertebra harus mampu memerankan fungsi ganda yaitu memungkinkan gerakan
fisiologis vertebra disamping menahan gerakan vertebra yang melampaui batas.
Sebagai contoh pada waktu ekstensi panjang ligamen flavum berkurang 10%, tetapi
tidak menekuk ke dalam kanalis spinalis oleh karena masih dibawah 15% yang
dianggap sebagai pretension. Pada fleksi penuh, ligamen mampu memanjang sampai
35%. Di luar range ini ligamen menjadi sangat kaku dan tidak dapat berelongasi
lagi (Auliana, 2003).
Gerakan yang
terjadi pada regio lumbal meliputi fleksi-ekstensi, yang mempunyai luas gerak
sendi sebesar 20/35 – 0 – 40/60 pada bidang sagital posisi pasien berdiri
anatomis. Pada gerak fleksi terjadi slide ke anterior dari korpus vertebra
sehingga terjadi penyempitan pada diskus intervertebralis bagian anterior dan
meluas pada bagian posterior. Gerak lateral fleksi yang mempunyai luas gerak
sendi sebesar 15/20 – 0 – 15/20 pada bidang frontal posisi pasien berdiri
anatomis. Pada gerak lateral fleksi, korpus pada sisi ipsilateral saling
mendekat dan saling melebar pada sisi kontralateral. Gerak rotasi yang
mempunyai luas gerak sendi sebesar 45 – 0 – 45 pada bidang transversal, posisi
pasien duduk anatomis dimana gerak rotasi ini daerah lumbal hanya 2 derajat
persegmen karena dibatasi oleh sendi faset (Hall, 1953).
Mekaniaka
columna vertebralis netral didefinisikan sebagai adanya lordosis servikal dan
lumbal yang normal dan kifosis torakal dan sakral. Frytte dan Greenman
menyatakan mekanika normal adalah saat sendi faset tidak bekerja. Pada kondisi
ini, gerakan lateral fleksi pada columna vertebralis akan menghasilkan rotasi
pada sisi yang berlawanan. Hal ini dikenal dengan mekanika tipe 1 dan terjadi
di regio torakal dan lumbal. Jika gerakan fleksi atau ekstensi dilakukan pada
region tersebut, sendi faset akan bekerja dan akan mengontrol pergerakan
vertebra. Pada saat demikian, lateral fleksi dan rotasi berada pada satu sisi.
Hal ini dinamakan mekanika tipe 2 atau mekanika non-netral dan terjadi di regio
torakal atau lumbal saat fleksi atau ekstensi (Moore,1999; Seeley, 2003;
Carola, 1990 dikutip oleh Yanuar, 2002).
2.2 Patofisiologi
Discus Intervertebralis
1. Hernia
Nukleus Polposus
Diskus
intervertebral dibentuk oleh dua komponen yaitu; nukleus pulposus yang terdiri
dari serabut halus dan longgar, berisi sel-sel fibroblast dan dibentuk oleh
anulus fibrosus yang mengelilingi nukleus pulposus yang terdiri dari jaringan
pengikat yang kuat.
Nyeri
tulang belakang dapat dilihat pada hernia diskus intervertebral pada daerah
lumbosakral, hal ini biasa ditemukan dalam praktek neurologi. Hal ini biasa
berhubungan dengan beberapa luka pada tulang belakang atau oleh tekanan yang
berlebihan, biasanya disebabkan oleh karena mengangkat beban/ mengangkat
tekanan yang berlebihan (berat). Hernia diskus lebih banyak terjadi pada daerah
lumbosakral, juga dapat terjadi pada daerah servikal dan thorakal tapi kasusnya
jarang terjadi. HNP sangat jarang terjadi pada anak-anak dan remaja, tetapi
terjadi dengan umur setelah 20 tahun.
Herniasi
nucleus pulposus bisa ke korpus vertebra di atas atau di bawahnya. Bisa juga
herniasi langsung ke kanalis vertbralis. Herniasi sebagian dari nucleus
pulposus ke dalam korpus vertebra dapat dilihat dari foto roentgen polos dan
dikenal sebagai nodus Schmorl. Robekan sirkumferensial dan radikal pada nucleus
fibrosus diskus intervertebralis berikut dengan terbentuknya nodus schomorl
merupakan kelainan mendasari “low back pain” sub kronik atau kronik yang
kemudian disusun oleh nyeri sepanjang tungkai yang dikenal sebagai khokalgia
atau siatika.
Herniasi
diskus intervertebralis atau hernia nukleus pulposus sering terjadi pada pria
dan wanita dewasa dengan insiden puncak pada dekade ke 4 dan ke 5. Kelainan ini
banyak terjadi pada individu dengan pekerjaan yang banyak membungkuk dan
mengangkat. HNP pada daerah lumbal lebih sering terjadi pada usia sekitar 40
tahun dan lebih banyak pada wanita dibanding pria. HNP servikal lebih sering
terjadi pada usia 20-40 tahun. HNP torakal lebih sering pada usia 50-60 tahun
dan angka kejadian pada wanita dan pria sama.
Hampir
80% dari HNP terjadi di daerah lumbal. Sebagian besar HNP terjadi pada diskus
L4-L5 dan L5-S1. Sedangkan HNP servikal hanya sekitar 20% dari insiden HNP. HNP
servikal paling sering terjadi pada diskus C6-C7, C5-C6, C4-C5. Selain pada
daerah servikal dan lumbal, HNP juga dapat terjadi pada daerah torakal namun
sangat jarang ditemukan. Lokasi paling sering dari HNP torakal adalah diskus
T9-T10, T10-T11, T11-T12. Karena ligamentum longitudinalis posterior pada
daerah lumbal lebih kuat pada bagian tengahnya, maka protrusi diskus cenderung
terjadi ke arah posterolateral, dengan kompresi radiks saraf.
Protrusi
atau ruptur nukleus pulposus biasanya didahului dengan perubahan degeneratif
yang terjadi pada proses penuaan. Kehilangan protein polisakarida dalam diskus
menurunkan kandungan air nukleus pulposus. Perkembangan pecahan yang menyebar
di anulus melemahkan pertahanan pada herniasi nukleus. Setelah trauma; jatuh,
kecelakaan, dan stress minor berulang seperti mengangkat; kartilago dapat
cedera.
Pada
kebanyakan pasien, gejala trauma segera bersifat khas dan singkat, dan gejala
ini disebabkan oleh cedera pada diskus yang tidak terlihat selama beberapa
bulan maupun tahun. Kemudian pada degenerasi pada diskus, kapsulnya mendorong
ke arah medula spinalis atau mungkin ruptur dan memungkinkan nukleus pulposus
terdorong terhadap sakus dural atau terhadap saraf spinal saat muncul dari
kolumna spinal.
Hernia
nukleus pulposus ke kanalis vertebralis berarti bahwa nukleus pulposus menekan
pada radiks yang bersama-sama dengan arteria radikularis berada dalam bungkusan
dura. Hal ini terjadi kalau tempat herniasi di sisi lateral. Bilamana tempat
herniasinya di tengah-tengah tidak ada radiks yang terkena. Lagipula, oleh
karena pada tingkat L2 dan terus ke bawah sudah tidak terdapat medula spinalis
lagi, maka herniasi di garis tengah tidak akan menimbulkan kompresi pada
kolumna anterior.
Setelah
terjadi hernia nukleus pulposus sisa duktus intervertebralis mengalami lisis
sehingga dua korpora vertebra bertumpang tindih tanpa ganjalan.
Nyeri
dapat terjadi pada bagian spinal manapun seperti servikal, torakal (jarang)
atau lumbal. Manifestasi klinis
bergantung pada lokasi, kecepatan perkembangan (akut atau kronik) dan
pengaruh pada struktur di sekitarnya. Nyeri punggung bawah yang berat, kronik
dan berulang (kambuh).
2. Lesi
Internal Discus
Lesi
merupakan keadaan jaringan yang abnormal pada tubuh. Hal ini dapat terjadi
karena proses beberapa penyakit seperti trauma fisik, kimiawi, dan elektris,
infeksi, masalah metabolisme, dan otoimun. Lesi pada internal Discus biasanya
terjadi akbiat dari trauma fisik karena adanya benturan yang kuat hingga
terjadi atau terbentuknya jaringan yang abnormal.
3. Penyempitan
Saluran Spinal Canal atau penyempitan Tulang belakang
Penyempitan
tulang belakang adalah kondisi di mana rongga tulang belakang mengalami
penyempitan, menyebabkan nyeri, mati rasa, dan terkadang hingga kelumpuhan.
Penyempitan
biasanya hanya terjadi di dua bagian tulang belakang: servikal dan lumbar. Di
antara keduanya, lumbar yang lebih sering mengalami penyempitan. Namun,
penyempitan tulang belakang servikal lebih dapat membahayakan nyawa karena
sumsum tulang belakang ada di tulang belakang servikal. Penyempitan tulang
belakang yang disertai dengan mielopati adalah sebuah kondisi yang ditandai
dengan menyempitnya rongga dan penekanan sumsum tulang belakang. Sementara itu,
di daerah lumbar hanya ada saraf saja.
Penyempitan
tulang belakang akan terus memburuk, walaupun dalam kasus penyempitan tulang
belakang lumbar, kondisinya dapat berubah-ubah. Penyempitan juga dapat terjadi
pada satu atau lebih rongga tulang belakang. Hal yang paling penting adalah
penyempitan tulang belakang harus dideteksi dan ditangani sejak dini untuk
menghindari komplikasi yang serius.
Penyempitan
tulang belakang dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu:
A. Usia:
Salah satu penyebab utama penyempitan tulang belakang adalah penuaan. Seiring
bertambah usianya seseorang, akan terjadi perubahan pada struktur tulang
belakang, termasuk penyempitan ruang terbuka di tulang belakang. Usia adalah
faktor risiko yang lebih membahayakan dalam penyempitan tulang belakang
servikal. Usia dapat menyebabkan terdorongnya atau membesarnya ukuran tulang
belakang, sehingga saraf akan tertekan, dan bantalan tulang belakang akan
menonjol keluar. Bantalan ini, yang berfungsi sebagai alas, dapat menjadi
“rapuh” atau kering seiring bertambah usianya seseorang. Apabila hal tersebut
terjadi, beberapa material dapat keluar dari bantalan dan menyebabkan iritasi
pada saraf atau sumsum tulang belakang.
B. Osteoartritis:
Osteoartritis adalah salah satu jenis artritis yang paling umum di dunia.
Penyakit ini ditandai dengan mengecilnya ukuran tulang rawan yang dapat
ditemukan di bantalan dan sendi tulang belakang secara perlahan.
C. Kelainan
bawaan: Beberapa orang terlahir dengan saluran tulang belakang yang sempit.
D. Tumor:
Penyempitan tulang belakang dapat terjadi bersamaan dengan pertumbuhan daging
yang tidak diinginkan (tumor). Tumor ini dapat bersifat ganas atau jinak, dan
primer atau sekunder (metastasis). Karena tumor tumbuh di rongga tubuh yang
kosong, tumor akan menyebabkan tekanan yang menekan atau menjepit sumsum dan
saraf tulang belakang.
E.
Cedera: Trauma pada punggung dan leher
juga dapat melukai tulang belakang, terutama apabila benturan sangat keras dan
menyebabkan patah tulang, perubahan posisi tulang, atau perubahan pada struktur
tulang.
F.
Genetik: Penyempitan tulang belakang
pada pasien berusia muda, terutama remaja dan anak, biasanya disebabkan oleh
faktor genetik. Pada usia ini, tulang masih berada dalam tahap pertumbuhan.
Gejala
Utama terjadinya penyempitan pada tulang belakang yaitu sebagai berikut:
A. Mati
rasa, terutama di kaki dan lengan
B. Bagian
ujung tubuh terasa lemas
C. Rasa
ketidaknyamanan
D. Kesulitan
bergerak, termasuk berjalan
E.
Kelumpuhan
F.
Nyeri yang menusuk pada tubuh
G. Kemampuan
motorik yang buruk
H. Saluran
kencing yang tidak berfungsi dengan semestinya
I.
Demam
J.
Penurunan berat badan
Penyempitan
tulang belakang lumbar dan servikal memiliki gejala yang berbeda. Salah satu
perbedaan yang mencolok adalah frekuensi nyeri yang ditimbulkan. Ketika
penyempitan terjadi pada tulang belakang lumbar, nyeri pada kaki akan terjadi
ketika pasien mulai melakukan pergerakan, misalnya berjalan. Nyeri akan
berhenti ketika pasien beristirahat. Pasien yang terkena penyempitan tulang
belakang servikal kemungkinan besar akan mengalami nyeri yang lebih konsisten
dan terus memburuk.
2.3 Discografi
Discography
adalah pemeriksaan radiografi dari diskus intervertebralis dengan bantuan
sinar-x dan bahan media kontras positif yang diinjeksikan kedalam pertengahan
diskus dengan cara memasukkan jarum ganda untuk menegakkan diagnosa.
Pemeriksaan
discography pertama kali diperkenalkan oleh seorang Radiolog asal Swedia yaitu
K. Lindblom pada tahun 1948 dan dikembangkan oleh Doward dan Butt. Pemeriksaan
ini digunakan untuk memperlihatkan herniasi discus atau degenerasi yang
biasanya terjadi pada daerah lumbo-sacral dan terkadang terjadi di daerah
cervical. Discography dapat dilakukan terpisah atau bersama-sama dengan
myelography.
Discografi
bertujuan untuk memperlihatkan Herniasi Discus atau Degenerasi yg biasanya
terjadi pada daerah lumbo-sacral dan terkadang terjadi di daerah cervical. Namun
seiring berjalannya waktu pemeriksaan ini hampir tidak pernah dilakukan lagi
karena sudah digantikan dengan pemeriksaan CT-Scan maupun MRI.
2.4 Teknik
Pemeriksaan Discografi
A. Indikasi
1. Ruptur
Nukleus Pulposus
2. Lesi
internal discus, yg tdk dpt dilihat pd pemeriksaan myelografi.
3. Hernia
Nucleus Pulposus (HNP)
4. Penyempitan
saluran spinal canal.
B. Kontra
Indikasi
1. Alergi
terhadap bahan kontras.
2. Pendarahan
3. Multiple
sclerosis
4. Hamil
(pasien wanita)
C. Persiapan
Alat dan Bahan
1. Peralatan
Steril
a. Needle
dengan ukuran 20(12,5cm) dan 25(13,5cm)
b. Spuit
disposible 2 ml dan 10 ml
c. Drawing-up
canule
d. Gallipot
e. Kain
kassa
f. Kapas
g. Mk
non ionik yg digunakan 0,5 cc – 2 cc
2. Peralatan
Non Steril
a. Pesawat
sinar-x dan fluroskopi
b. Kaset
dan film
c. Grid/lysolm
d. Marker
e. Gonad
shield
f. Apron
g. Botol
obat antiseptik hibitane 0,5 %
h. Botol
anastesi lokal lignocaine 1 %
i. Ampul
media kontras
j. Jarum
disposable
k. Peralatan
dan obat-obat emergensi
D. Persiapan
Pasien
1. Px
puasa selama 4 - 6 jam pre pemeriksaan.
2. Jika
px wanita, tanyakan apakah pasien hamil.
3. Tanyakan
apakah pasien mengkonsumsi obat-obatan (DM. Hipertensi dan jantung) seperti
METFORMIN.
4. Tanyakan
apakah pasien mempunyai riwayat asma.
5. Persetujuan
tindakan (informed consent).
6. Melepaskan
benda-benda logam pd daerah yg akan diperiksa.
7. Mengganti
baju pasien .
8. Pasien
diberi penjelasan tentang prosedur pemeriksaan.
9. Dibuat
plain foto posisi AP dan lateral pd daerah yg akan diperiksa.
10. Premedikasi : diberikan obat
sedatif, yaitu kombinasi dari 10 mg Drop ridol & 0,15 mg phenoperidin
(Park, 1973).
E. Metode
Penyuntikan Atau Punksi
Pada pemeriksaan discography, ada
dua cara dalam penyuntikan media kontras yaitu :
a. Dengan
1 jarum (Standard Spinal Puncture Needle).
b. Dengan
2 jarum (The Double Needle Combination).
Double jarum terdiri dari :
a. Jarum
ukuran 20, yang akan digunakan untuk menyuntik spinal dan mencapai annulus
fibrosus.
b. Jarum
ukuran 25 (lebih panjang dari jarum ke-1),yang akan digunakan sebagai jarum
penunjuk untuk menembus celah sampai menemukan pusat dari nucleus pulposus.
Jarum
yang digunakan untuk daerah cervical biasanya digunakan dengan panjang 2 - 2,5
inchi, sedangkan untuk daerah lumbal 3,5 - 5 inchi. Penyuntikan dilakukan di
bawah kontrol fluoroskopi. Kombinasi dengan jarum double lebih baik daripada
dengan satu jarum.
F. Prosedur
Pemeriksaan Lumbal Discografi
1. Pasien
diposisikan lateral decubitus, dengan punggungnya dilengkungkan serta lutut
difleksikan.Bantalan busa hendaknya ditempatkan di suatu tempat yang dianggap
perlu agar tulang belakang itu menjadi paralel dengan meja pemeriksaan.
2. Daerah
yang akan dipunksi diberikan antiseptik.
3. Kemudian
dengan kontrol fluoroskopi, jarum dengan ukuran 20 ditusukkan diantara ruas
spinosus dan langsung ketulang cincin dari discus yang akan diperiksa dan ujung
jarum menembus annulus fibrosus.
4. Kemudian
masukkan jarum kedua,ke dlm jarum ke satu (jarum kedua lbh pjg daripada jarum
pertama),shg jarum tsbt terletak dlm nucleus pulposus.
5. Kemudian
dilakukan penyuntikan kontras media.
6. Lalu
dibuat proyeksi lateral dengan jarum tetap berada di dalamnya. Bila media
kontras sudah cukup, jarum dicabut dan daerah penyuntikan ditutup.
7. Kemudian
pasien diposisikan supine, paha difleksi secukupnya agar bagian belakang tubuh
menempel meja pemeriksaan.
8. Kemudian
dibuat posisi AP dengan CR 100 – 200 ke cranial
9. Jika
dibutuhkan maka dibuat foto oblique.
Gambar
2.4 Lumbal Punksi
Gambar 2.5 Posisi pasien saat
pemeriksaan Discografi
Gambar 2.6 Posisi pasien saat
pemeriksaan Discografi
Gambar 2.7 Punksi saat pemeriksaan
Discografi
Gambar 2.8 Radiograf Pemeriksaan
Lumbal Discografi
Gambar 2.9 Radiograf pemeriksaan
Lumbal Discografi
Gambar 2.10 Radiograf pemeriksaan
Lumbal Discografi
G. Prosedur
pemeriksaan Cervical Discografi
1.
Pasien diposisikan supine
2.
Prosedur injeksi MK sama dengan lumbal discografi
3.
Proyeksi yang dilakukan AP dengan CR :
10 derajat ke arah cranial, yang bertujuan untuk mengurangi kurva lordotik yang
disebabkan oleh ketinggian kepala pasien.
Gambar 2.11 Posisi objek saat Cervical
Punksi
Gambar 2.12 Radiograf pemeriksaan
Cervical Discografi
H. Komplikasi
pemeriksaan
1.
Rasa pegal pada daerah punksi
2.
Retro peritenal haemorahage
3.
Disc herniation
I. Prosedur
Post Pemeriksaan
Selesai
melakukan pemeriksaan Discografi pasien harus mendapat perawatan seperti:
1.
Bed rest selama 24 jam.
2.
Periksa tekanan darah dan pernapasan setiap
30 menit selama 4 jam pertama dan setiap 4 jam selama 24 jam.
3.
Anjurkan banyak minum air putih
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Diskus
intervertebralis merupakan suatu bantalan penghubung antar dua korpus vertebra
yang di desain untuk menahan beban peredam getaran (shock absorbers) selama
berjalan, melompat, berlari dan memungkinkan terjadinya gerakan kolumna
vertebralis yang terdiri dari 3 komponen utama yaiut : Nukleus sentralis
pulposus gelatinous, Anulus fibrosus yang mengelilingi nukleus pulposus, Sepasang
vertebra endplate yang mengapit nukleus.
Fungsi mekanik
diskus intervertebralis mirip dengan balon yang diisi air yang diletakkan di
antara ke dua telapak tangan . Bila suatu tekanan kompresi yang merata bekerja
pada vertebra maka tekanan itu akan disalurkan secara merata ke seluruh diskus
intervertebralis. Bila suatu gaya bekerja pada satu sisi yang lain, nukleus
polposus akan melawan gaya tersebut secara lebih dominan pada sudut sisi lain
yang berlawanan. Keadaan ini terjadi pada berbagai macam gerakan vertebra
seperti fleksi, ekstensi, laterofleksi
Discography
adalah pemeriksaan radiografi dari diskus intervertebralis dengan bantuan
sinar-x dan bahan media kontras positif yang diinjeksikan kedalam pertengahan
diskus dengan cara memasukkan jarum ganda untuk menegakkan diagnosa.
Pemeriksaan
discography pertama kali diperkenalkan oleh seorang Radiolog asal Swedia yaitu
K. Lindblom pada tahun 1948 dan dikembangkan oleh Doward dan Butt. Pemeriksaan
ini digunakan untuk memperlihatkan herniasi discus atau degenerasi yang
biasanya terjadi pada daerah lumbo-sacral dan terkadang terjadi di daerah
cervical. Discography dapat dilakukan terpisah atau bersama-sama dengan
myelography.
Saat melakukan
pemeriksaan Discografi pasien puasa 4-6 jam sebelum pemeriksaan dan bila perlu
berikan obat sedative pada pasien untuk mengurangi rasa sakit pada pasien saat
dilakukan punksi.
3.2 Saran
Saran penulis
untuk para pembaca adalah Dalam melakukan pemeriksaan Discografi harus
mempertimbangkan keadaan pasien apabila pasien sedang Hamil untuk pasien wanita,
maka harus dipertimbangkan dalam melakukan pemeriksaan Discografi usahakan
untuk tidak melakukan pemeriksaan. Selain itu kita harus memastikan tingkat
alergi pasien terhadap Media kontras. Dan penulis menyarankan kepada para
pembaca untuk dapat benar-benar memahami
Teknik Radiografi ini agar ketika mendapatkan atau menemukan pemeriksaan ini
dilapangan sudah siap untuk melakukannya. Dan pula dalam pemeriksaan ini harus
didampingi oleh dokter Radiologi untuk melakukan Punksi dan dokter Anastesi
untuk penentuan dosis pemberian obat Sedative sebelum pemeriksaan dilakukan
bila perlu.
DAFTAR
PUSTAKA
Dauber, Wolfgang dan Feneis, Heinz.
2000. Pocket Atlas of Human Anatomy: 4th
edition. New York. Thieme Flexibook.
Triningsih. Kumpulan Materi
Perkuliahan semester 1.
Bonrager, keneth L.2010. text book of radiographic positioning and
related anatomy.
No comments:
Post a Comment