BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Setiap
penelitian yang akan dimulai pastilah membutuhkan sebuah rangsangan pikiran
yang akan dilakukan peneliti. Jika tidak, si peneliti pastinya akan mengalami
kesulitan untuk memulainya. Penelitian
terbagi menjadi dua bagian,yaitu penelitian kualitatif dan kuantitatif.
Penelitian juga
memiliki objek – objek yang berbeda , tergantung pada topic dan tema yang
diteliti. Apakah itu berkaitan dengan ilmu soaila atau ilmu pasti. Oleh karena
itulah diperlukan sebuah pemikiran dasar yang akan menjadi kerangka
penelitian,tipe penelitian seperti apa yang akan kita lakukan,metode penelitian
apa yang akan digunakan,variable penelitian seperti apa yang akan kita lakukan.
Penelitian
merupakan suatu kegiatan untuk mencari jawaban dari sebuah persoalan melalui
pengumpulan data berdasarkan hasil analisa dalam proses penelitian. Penelitian
dipandang sebagai upaya menjawab pemasalahan secara sistematik dengan
metode-metode tertentu melalui pengmpulan data empiris, mengolah, dan menarik
kesimpulan atas jawaban suatu masalah.
Penelitian
merupakan salah satu unsur penting dalam kehidupan. Dengan dilakukan penelitian
maka dihasilkan berbagai macam ilmu pengetahuan yang dapat dimanfaatkan oleh
manusia. Untuk melakukan penelitian maka harus dilewati berbagai tahapan. Hal
ini sesuai dengan pengertian penelitian ilmiah itu sendiri yakni menjawab
masalah berdasarkan metode yang sistematis. hal penting yang dilakukan terutama
dalam penelitian adalah perumusan masalah, perumusan Hipotesis, serta
menentukan Variabel penelitian.
Hipotesis
merupakan elemen penting dalam penelitian kuantitatif. Terdapat tiga alasan
utama yang mendukung pandangan ini, di antaranya: Pertama, Hipotesis dapat
dikatakan sebagai piranti kerja teori. Hipotesis ini dapat dilihat dari teori
yang digunakan untuk menjelaskan permasalahan yang akan diteliti. Misalnya,
sebab dan akibat dari konflik dapat dijelaskan melalui teori mengenai konflik.
Kedua, Hipotesis dapat diuji dan ditunjukkan kemungkinan benar atau tidak benar
atau difalsifikasi. Ketiga, hipotesis adalah alat yang besar dayanya untuk
memajukan pengetahuan karena membuat ilmuwan dapat keluar dari dirinya sendiri.
Artinya, hipotesis disusun dan diuji untuk menunjukkan benar atau salahnya
dengan cara terbebas dari nilai dan pendapat peneliti yang menyusun dan
mengujinya.
Pemecahan
masalah yang dirumuskan dalam penelitian sangat berguna untuk mengatasi
kebingungan kita akan suatu hal, untuk memisahkan kemenduaan, untuk mengatasi
rintangan atau untuk menutup celah antara kegiatan atau fenomena. Karenanya
peneliti harus memilih suatu masalah bagi penelitiannya, dan merumuskannya
untuk memperoleh jawaban terhadap maslaah tersebut. Perumusan masalah merupakan
hulu dari penelitian, dan merupakan langkah yang penting dan pekerjaan yang
sulit dalam penelitian ilmiah.
Variabel
Penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang
hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya. Variabel ini menjadi sangat
penting karena tidak mungkin peneliti melakukan penelitian tanpa adanya
variabel. Namun terkadang banyak hal juga yang menyebabkan kita lupa mengenai
apa dan seperti apa variabel serta apa
saja jenis variabel dalam penelitian itu. Banyak hal yang menjadi pertanyaan
dan itulah sebabnya mengupas dengan benar variabel akan menjadi suatu hal yang
sangat penting.
1.2 Rumusan
Masalah
1. Apa
Itu Rumusan Masalah dalam penelitian ?
2. Apa
Itu Hipotesis dalam penelitian ?
3. Apa
Itu Variabel dalam penelitian ?
1.3 Tujuan
Penulisan
1. Untuk
Mengetahui dan mempelajari mengenai Rumusan Masalah dalam penelitian.
2. Untuk
mengetahui dan mempelajari mengenai Hipotesis dalam penelitian.
3. Untuk
mengetahui dan mempelajari mengenai Variabel dalam penelitian.
1.4 Manfaat
Penulisan
Mengacu pada
masalah dan tujuannya, karya ilmiah ini diharapkan dapat memberikan manfaat
sebagai berikut :
1. Sebagai
sarana untuk menambah dan menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh di kampus
Atro Bali khusunya mengenai Rumusan masalah, Hipotesis, dan Variabel dalam
penelitian.
2. Sebagai
bahan masukan dan refrensi bagi mahasiswa Atro Bali yang tertarik pada topik
mengenai Rumusan masalah, Hipotesis, dan Variabel dalam penelitian.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Rumusan
Masalah dalam Penelitian
2.2.1 Definisi
Perumusan
masalah atau research questions atau disebut juga sebagai research problem,
diartikan sebagai suatu rumusan yang mempertanyakan suatu fenomena, baik dalam
kedudukannya sebagai fenomena mandiri, maupun dalam kedudukannya sebagai
fenomena yang saling terkait di antara fenomena yang satu dengan yang lainnya,
baik sebagai penyebab maupun sebagai akibat.
Ada
beberapa para ahli mendefinisikan tentang perumusan masalah, diantaranya:
1. Menurut
Pariata Westra (1981:263) bahwa “Suatu masalah yang terjadi apabila seseorang
berusaha mencoba suatu tujuan atau percobaannya yang pertama untuk mencapai
tujuan itu hingga berhasil.”
2. Menurut
Sutrisno Hadi (1973:3) “Masalah adalah kejadian yang menimbulkan pertanyaan
kenapa dan kenapa”.
Perumusan
masalah merupakan salah satu tahap di antara sejumlah tahap penelitian yang
memiliki kedudukan yang sangat penting dalam kegiatan penelitian. Tanpa
perumusan masalah, suatu kegiatan penelitian akan menjadi sia-sia dan bahkan
tidak akan membuahkan hasil apa-apa.
Perumusan
masalah atau research questions atau disebut juga sebagai research problem,
diartikan sebagai suatu rumusan yang mempertanyakan suatu fenomena, baik dalam
kedudukannya sebagai fenomena mandiri, maupun dalam kedudukannya sebagai
fenomena yang saling terkait di antara fenomena yang satu dengan yang lainnya,
baik sebagai penyebab maupun sebagai akibat.
Rumusan
masalah itu merupakan suatu pertanyaan yang akan dicarikan jawabannya melalui
pengumpulan data bentuk-bentuk rumusan masalah penelitian ini berdasarkan
penelitian menurut tingkat eksplanasi.
Rumusan
masalah ini pada hakikatnya adalah deskriptip tentang ruang lingkup masalah,
pembatasan dimensi dan analisis variabel yang tercakup didalamnya. Dengan
demikian rumusan masalah tersebut sekaligus menunjukkan fokus pengamatan di
dalam proses penelitian nantinya.
Bentuk
masalah dapat dikelompokkan kedalam bentuk masalah deskriptif, komparatif,
asosiatif
1. Rumusan
Masalah Deskriptif
Rumusan
masalah deskriptif adalah suatu rumusan masalah yang berkenaan dengan pertanyaan
terhadap keberadaan variabel mandiri, baik hanya pada satu variabel atau lebih.
2. Rumusan
Masalah Komparatif
Rumusan
masalah komparatif adalah rumusan masalah penelitian yang membandingkan
keberadaan satu variabel atau lebih pada dua atau lebih sampel yang berbeda,
atau pada waktu yang berbeda.
3. Rumusan
Masalah Asosiatif
Rumusan
masalah asosiatif adalah rumusan masalah penelitian yang bersifat menanyakan
hubungan antara dua variabel atau lebih.
Beberapa
hal yang harus diperhatikan dalam perumusan masalah yaitu:
1. Dirumuskan
secara jelas
2. Menggunakan
kalimat tanya dengan mengajukan alternaatif tindakan yang akan dilakukan
3. Dapat
diuji secara empiris
4. Menggandung
deskripsi tentang kenyataan yang ada dan keadaan yang diinginkan
5. Disusun
dalam bahasa yang jelas dan singkat
6. Jelas
cangkupannya
7. Memungkinkan
untuk dijawab dengan mempergunakan metode atau teknik tertentu.
Bagian
rumusan masalah berisi tentang masalah-masalah yang hendak dipecahkan melalui
penelitian. Tentunya masalah-masalah yang dihasilkan itu tidak lepas dari latar
belakang masalah yang dikemukakan pada bagian pendahuluan.
Perumusan
masalah memiliki fungsi sebagai berikut yaitu :
1. sebagai
pendorong suatu kegiatan penelitian menjadi diadakan atau dengan kata lain
berfungsi sebagai penyebab kegiatan penelitian itu menjadi ada dan dapat
dilakukan.
2. sebagai
pedoman, penentu arah atau fokus dari suatu penelitian. Perumusan masalah ini
tidak berharga mati, akan tetapi dapat berkembang dan berubah setelah peneliti
sampai di lapangan.
3. sebagai
penentu jenis data macam apa yang perlu dan harus dikumpulkan oleh peneliti,
serta jenis data apa yang tidak perlu dan harus disisihkan oleh peneliti.
Keputusan memilih data mana yang perlu dan data mana yang tidak perlu dapat
dilakukan peneliti, karena melalui perumusan masalah peneliti menjadi tahu
mengenai data yang bagaimana yang relevan dan data yang bagaimana yang tidak
relevan bagi kegiatan penelitiannya.
4. dengan
adanya perumusan masalah penelitian, maka para peneliti menjadi dapat
dipermudah di dalam menentukan siapa yang akan menjadi populasi dan sampel
penelitian.
2.2.2 Manfaat
Rumusan Masalah
Perumusan
masalah memiliki fungsi sebagai berikut yaitu Fungsi pertama adalah sebagai
pendorong suatu kegiatan penelitian menjadi diadakan atau dengan kata lain
berfungsi sebagai penyebab kegiatan penelitian itu menjadi ada dan dapat
dilakukan. Fungsi kedua, adalah sebagai pedoman, penentu arah atau fokus dari
suatu penelitian. Perumusan masalah ini tidak berharga mati, akan tetapi dapat
berkembang dan berubah setelah peneliti sampai di lapangan. Fungsi ketiga dari
perumusan masalah, adalah sebagai penentu jenis data macam apa yang perlu dan
harus dikumpulkan oleh peneliti, serta jenis data apa yang tidak perlu dan
harus disisihkan oleh peneliti. Keputusan memilih data mana yang perlu dan data
mana yang tidak perlu dapat dilakukan peneliti, karena melalui perumusan
masalah peneliti menjadi tahu mengenai data yang bagaimana yang relevan dan
data yang bagaimana yang tidak relevan bagi kegiatan penelitiannya. Sedangkan
fungsi keempat dari suatu perumusan masalah adalah dengan adanya perumusan
masalah penelitian, maka para peneliti menjadi dapat dipermudah di dalam
menentukan siapa yang akan menjadi populasi dan sampel penelitian.
Kegiatan
penelitian yang menggunakan tenaga, waktu dan biaya yang tidak sedikit
semestinya dapat menghasilkan manfaat. Penelitian harus dilaksanakan dengan
tujuan memberikan sumbangsih bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan peningkatan
efektivitas kerja.
2.2.3 Kriteria
Perumusan Masalah
Ada
setidak-tidaknya tiga kriteria yang diharapkan dapat dipenuhi dalam perumusan
masalah penelitian yaitu ;
1. Kriteria
pertama dari suatu perumusan masalah adalah berwujud kalimat tanya atau yang
bersifat kalimat interogatif, baik pertanyaan yang memerlukan jawaban
deskriptif, maupun pertanyaan yang memerlukan jawaban eksplanatoris, yaitu yang
menghubungkan dua atau lebih fenomena atau gejala di dalam kehidupan manusaia.
2. Kriteria
Kedua dari suatu masalah penelitian adalah bermanfaat atau berhubungan dengan
upaya pembentukan dan perkembangan teori, dalam arti pemecahannya secara jelas,
diharapkan akan dapat memberikan sumbangan teoritik yang berarti, baik sebagai
pencipta teori-teori baru maupun sebagai pengembangan teori-teori yang sudah
ada.
3. Kriteria
ketiga, adalah bahwa suatu perumusan masalah yang baik, juga hendaknya
dirumuskan di dalam konteks kebijakan pragmatis yang sedang aktual, sehingga
pemecahannya menawarkan implikasi kebijakan yang relevan pula, dan dapat
diterapkan secara nyata bagi proses pemecahan masalah bagi kehidupan manusia.
2.2.4 Ciri-Ciri
Perumusan Masalah
Dalam
penelitian diperlukan sebuah masalah yang baik. Terdapat beberapa ciri masalah
yang baik yaitu Mempunyai Nilai Penelitian, maksudnya adalah Dalam sebuah
penelitian, masalah yang sedang diteliti hendaknya mempunyai nilai penelitian.
Dikatakan mempunyai nilai penelitian apabila masalah yang akan diteliti pada
akhir penelitian dapat memberikan manfaat dalam sebuah bidang ilmu tertentu
atau dapat digunakan untuk keperluan yang lain. Dalam memilih masalah yang baik
peneliti harus memperhatikan beberapa hal berikut:
1. Masalah
harus mempunyai keaslian
Sebuah
masalah yang akan diteliti hendaknya adalah masalah yang up to date. Maksudnya
adalah masalah yang diteliti belum pernah diteliti sebelumnya oleh peneliti
lain. Masalah juga harus mempunyai nilai ilmiah atau aplikasi ilmiah, sehingga penelitian akan
semakin berkualitas. Selain itu, masalah yang diteliti boleh jadi adalah
masalah-masalah yang terlewatkan dari perhatian masyarakat selama ini atau bias
juga masalah yang akan memunculkan sebuah teori baru.
2. Masalah
harus menyatakan suatu hubungan
Masalah
yang baik adalah masalah yang menyatakan sebuah hubungan antara
variabel-variabel tertentu yang saling berkaitan. Hal ini perlu diperhatikan
agar penelitian yang dilakukan lebih bermakna. Biasanya variabel-variabel yang
dipakai untuk mewakili unsur-unsur yang ada dalam penelitian dilambangkan
dengan huruf X, Y, dan Z.
3. Masalah
harus merupakan hal yang penting
Masalah
yang diteliti haruslah merupakan hal yang penting dan bukan masalah yang sepele
untuk diteliti. Karena diharapkan hasil akhir dari penelitian adalah sebuah
fakta dan kesimpulan yang dapat bermanfaat di sebuah bidang tertentu dan dapat
diterbitkan di jurnal ilmu pengetahuan. Tidak hanya itu, hasil penelitian juga
dapat menjadi bahan referensi dalam menyusun buku-buku teks.
4. Masalah
harus dapat diuji
Seorang
peneliti harus pandai dalam memilih masalah yang akan diteliti. Masalah yang
akan diteliti hendaknya adalah masalah
yang dapat diuji. Sebaiknya masalah yang dipilih adalah masalah yang dapat
memberikan implikasi untuk dilakukan uji empirisnya. Hal ini dimaksudkan agar
penelitian agar penelitian dapat dilihat secara jelas hubungan antar variabel
yang saling berkaitan dalam masalah yang sedang diteliti dan dapat tentu saja dapat
diukur.
5. Masalah
harus dapat dinyatakan dalam bentuk pertanyaan
Masalah
yang menarik adalah masalah yang dapat menimbulkan pertanyaan. Tapi peneliti
juga harus dapat menggambarkan masalah yang sedang diteliti dengan jelas,
sehingga tidak membingungkan orang yang membacanya dan dapat dilakukan uji
untuk menyatakan jawaban dan kebenarannya.
6. Mempunyai
fisibilitas
Masalah
yang baik adalah masalah yang mempunyai fisibilitas, yaitu masalah tersebut
harus mempunyai nilai pemecahan dan dapat dipecahkan. Hal ini dimaksudkan agar
penelitian dapat berguna dan tidak sia-sia. Ada beberapa hal yang harus
diperhatikan peneliti, yaitu:
A. Data
serta metode untuk memecahkan masalah harus tersedia. Peneliti haruslah
memperhatikan ketersediaan data dan metode terhadap masalah yang akan diteliti.
Hal ini sangatlah penting, karena digunakan untuk memecahkan masalah. Data dan
metode yang akan digunakan hendaknya sudah memiliki standard an ukuran yang
jelas, sehingga dapat diukur dan akan menghasilkan sebuah pemecahan yang dapat
akurat.
B. Biaya
untuk memecahkan masalah, secara relatif harus dalam batas-batas kemampuan.
Biaya adalah faktor yang diboleh dilupakan oleh seorang peneliti pada saat akan
melakukan penelitian. Seorang peneliti harus bisa memperkirakan biaya yang akan
dikeluarkannya dalam penelitian. Biaya yang terlalu besar dalam penelitian akan
dapat memberatkan peneliti dan dianggap kurang fleksibel.
C. Waktu
untuk memecahkan masalah harus wajar. Seorang peneliti harus dapat
memperkirakan waktu yang akan digunakan dalam penelitiannya. Sebuah penelitian
yang baik adalah penelitian yang tidak memakan waktu yang terlalu lama karena
akan tidak efektif.
D. Biaya
dan hasil harus seimbang. Penelitian yang baik adalah penelitian yang antara
hasil yang diperoleh dengan biaya memiliki porsi yang seimbang. Hal ini penting
karena penelitian harus tetap memperhitungkan efisiensi di dalammya.
E. Administrasi
dan sponsor yang kuat. Masalah yang akan diteliti haruslah memiliki
administrasi dan sponsor yang kuat. Hal ini cukup penting karena penelitian
tidak dapat dilakukan tanpa adanya bantuan dari siapa pun dan seorang
pembimbing.
F. Tidak
bertentangan dengan hukum dan adat. Masalah yang dipilih untuk diteliti
hendaknya tidak bertentangan dengan hukum dan adat yang berlaku di masyarakat.
Hal ini perlu diperhatikan oleh peneliti karena akan berpengaruh pada
keberlangsungan proses penelitian.
G. Equipment
dan kondisi harus memungkinkan. Seorang peneliti harus memperhatikan kondisi
pada saat akan melakukan penelitian. Penelitian hendaknya dilakukan pada saat
kondisi yang sedang kondusif agar dapat berjalan lancar. Tidak hanya itu,
peralatan yang dibutuhkan pada saat penelitian juga harus diperhatikan.
Sebaiknya penelitian menggunakan alat-alat yang mudah ditemukan dan diperoleh.
7. Sesuai
Dengan Kualifikasi Peneliti
Masalah
yang akan diteliti hendaknya dalah masalah yang nantinya akan dapat dipecahkan
oleh peneliti. Mengapa demikian, karena agar penelitian yang telah dilakukan
tidak terhenti di tengah proses pengerjaan karena ketidakmampuan seorang
peneliti untuk memecahkan masalah yang sedang diteliti sehingga akan sia-sia.
Untuk itu, peneliti harus memperhatikan beberapa hal berikut:
A. Menarik
bagi peneliti
Masalah yang
diteliti hendaknya menarik bagi peneliti. Hal ini penting agar peneliti merasa
tertantang untuk melakukan penelitian dan berusaha untuk memecahkannya.
Sehingga penelitian dapat segera diselesaikan.
B. Masalah
harus sesuai dengan kualifikasi peneliti
Masalah
yang diteliti harus sesuai dengan kualifikasi peneliti. Pertimbangan ini
penting karena akan berpengaruh pada kelancaran dan hasil penelitian. Karena
jika peneliti tidak cukup kompeten dalam bidang masalah yang sedang diteliti,
maka hasil yang diteliti tidak akan akurat.
2.2.5 Pembatasan
Masalah
Masalah
adalah lebih dari sekedar pertanyaan, dan jelas berbeda dengan tujuan.
Pertanyaan, lebih lanjut harus dirumuskan dan dibatasi secara spesifik agar
tidak menimbulkan kebingungan dalam mengetahui dengan jelas keterangan dan data
apa sebenarnya yang harus dikumpulkan serta kesimpulan apa yang pada akhirnya
dapat diambil pada hasil penelitian. Masalah penelitian dapat berasal dari
berbagai sumber. Dalam hal ini tentu peneliti terlebih dahulu harus melukiskan
masalah seluas mungkin yang dapat dijangkau oleh pikirannya berdasarkan
realitas yang ditemukannya. Namun, karena keterbatasan kemampuan, baik
pengetahuan, waktu, tenaga, biaya dan fasilitas lainnya, maka peneliti harus
membatasi masalahnya.
Masalah
dalam penelitian dapat dibatasi dengan bertumpu pada sesuatu fokus. Masalah
adalah suatu keadaan yang bersumber dari hubungan antara dua faktor atau lebih
yang menghasilkan situasi yang menimbulkan tanda-tanya dan dengan sendirinya
memerlukan upaya untuk mencari sesuatu jawaban. Faktor yang berhubungan
tersebut dalam hal ini mungkin berupa konsep, data empiris, pengalaman, atau
unsur lainnya. Jika kedua faktor itu diletakkan secara berpasangan akan
menghasilkan sejumlah tanda-tanya, kesukaran yaitu sesuatu yang tidak dipahami
atau tidak dapat dijelaskan pada waktu itu. Sebagai contoh: fokus penelitiannya
adalah ketidakdisiplinan pegawai. Untuk menelaah penyebabnya peneliti mungkin
ingin menelaahnya dari sisi kepemimpinan atasan, tingkat kesejahteraan,
lingkungan kerja yang tidak kondusif. Faktor-faktor tersebut dapatlah dikaitkan
untuk menjajaki penyebab terjadinya ketidakdisiplinan pegawai. Dengan demikian
masalah penelitiannya menjadi sebagai berikut: Apakah ada kaitan antara
kepemimpinan atasan dengan dengan ketidakdisiplinan pegawai?, Bagaimanakah
pengaruh tingkat kesejahteraan, apakah hal ini menjadi sumber penyebab
ketidakdisiplinan pegawai?, Apakah lingkungan kerja yang tidak kondusif ada
kaitannya dengan etos kerja yang menyebabkan ketidakdisiplinan pegawai?
Hal
lain yang perlu diperhatikan adalah faktor-faktor tersebut haruslah dapat
diukur dan dimanage (measurable and managable). Agar dapat diukur maka
faktor-faktor tersebut harus konseptual, artinya faktor tersebut harus didukung
oleh teori-teori sehingga akan lebih mudah mengukurnya karena
indikator-indikatornya jelas dideskripsikan dalam teori-teori yang relevan.
Faktor-faktor dapat di-manage artinya data dengan mudah dapat dikumpulkan dan
tersedianya atau bersedianya responden sebagai unit analisis untuk mengisi
instrumen penelitian.
Ada
dua maksud tertentu yang ingin dicapai dalam merumuskan masalah penelitian
dengan jalan memaanfaatkan fokus. Pertama, penetapan fokus dapat membatasi
masalah. Jadi, dalam hal ini fokus akan membatasi bidang inquiri. Jika peneliti
membatasi diri dengan upaya menemukan teori dari dasar, maka lapangan
penelitian lainnya tidak akan dimanfaatkan lagi. Pada contoh tersebut diatas,
jelas bahwa subjek penelitian adalah pegawai. Jadi, peneliti tidak perlu kesana
kemari untuk mencari subjek penelitian, karena dengan sendirinya telah dibatasi
oleh fokusnya. Kedua, penetapan fokus itu berfungsi untuk memenuhi kriteria
iklusi-eksklusi atau kriteri masuk-keluar (inclusion-exlusion criteria) suatu informasi
yang baru diperoleh dilapangan. Dengan bimbingan dan arahan suatu fokus seorang
peneliti tahu persis data mana dan data tentang apa yang perlu dikumpulkan dan
data mana pula, yang walaupun mungkin menarik, karena tidak terlalu relevan,
tidak perlu lagi dimasukkan kedalam sejumlah data yang sedang dikumpulkan.
2.2.6 Model
Perumusan Masalah
Berdasarkan
level of explanation suatu gejala, Loncoln dan Guba sebagaimana yang dikutip
Muhadjir, membagi model rumusan masalah secara umum dalam tiga bentuk rumusan
masalah, yaitu rumusan masalah deskriptif, komparatif dan assosiatif.
1. Rumusan
masalah deskriptif
Merupakan
suatu rumusan masalah yang memandu peneliti untuk mengeksplorasi dan atau
memotret situasi sosial yang akan diteliti secara menyeluruh, luas dan mendalam.
2. Rumusan
masalah komparatif
Merupakan
rumusan masalah yang memandu peneliti untuk membandingkan antara konteks sosial
atau domain satu dibandingkan dengan yang lain.
3. Rumusan
masalah assosiatif
Merupakan
hubungan rumusan masalah yang memandu peneliti untuk mengkonstruksi hubungan
antara situasi sosial atau domain satu dengan yang lainnya. Rumusan masalah
assosiatif dibagi menjadi tiga yaitu, hubungan simetris, kausal dan reciprocal
atau interaktif. Hubungan kausal adalah hubungan yang bersifat sebab akibat.
Selanjutnya hubungan interaktif adalah hubungan yang saling mempengaruhi. Dalam
penelitian kualitatif hubungan yang diamati atau ditemukan adalah hubungan yang
bersifat reciprocal atau interaktif.
Dalam
penelitian kuantitatif, ketiga rumusan masalah tersebut terkait dengan variable
penelitian, sehingga rumusan masalah penelitian sangat spesifik, dan akan
digunakan sebagai panduan bagi peneliti untuk menentukan landasan teori,
hipotesis, insrumen, dan teknik analisis data. Oleh karena itu, rumusan masalah
yang merupakan fokus penelitian masih bersifat sementara dan akan berkembang
setelah peneliti masuk lapangan atau situasi sosial tertentu. Namun demikian,
setiap peneliti baik peneliti kuantitatif mau pun kualitatif tetap harus
membuat rumusan masalah. Pertanyaan penelitian kualitatif di rumuskan dengan
maksud untuk memahami gejala yang kompleks dalam kaitannya dengan aspek-aspek
lain (in context). Peneliti yang meggunakan pendekatan kualitatif, pada tahap
awal penelitiannya akan mengembangkan fokus penelitian sambil mengumpulkan
data. Proses seperti ini disebut “emergent design”. Namun yang jelas, tidak ada
keseragaman model rumusan masalah dalam penyajian, karena para peneliti berasal
dari berbagai macam disiplin ilmu dengan beragam latar belakang metodologi
penelitian.
2.2.7 Analisis
Perumusan Masalah
Ada
enam patokan dalam melakukan analisi perumusan masalah yaitu :
1. Apakah
rumusan masalah tesebut telah menghubungkan dua atau lebih faktor? Jika ya,
apakah dirumuskan secara proporsional ataukah dalam bentuk diskusi atau
gabungan kedua-duanya?
2. Apakah
rumusan masalah itu dipisahkan dari tujuan penelitian? Jika ya, apakah hanya
terdapat rumusan masalah atau dicampuradukkan dengan memtode penelitian? Jika
disatukan dengan tujuan penelitian, apakah masalah dipandang sama dengan tujuan
penelitian ataukah tujuan penelitian dimaksudkan untuk memecahkan masalah?
Apakah rumusan masalah yang disatukan dengan tujuan penelitian, pada “masalah
penelitian” dibahas juga metode penelitianya?
3. Apakah
uraianya dalam bentuk deskriptif saja atau deskriptif disertai pertanyaan
penelitian, ataukah dalam bentuk pertanyaan penelitian saja?
4. Apakah
uraian masalah dipaparkan secara khusus sehingga telah dapat memenuhi criteria
“inklusi-ekslusi” ataukah masih demikian umumnya sehingga criteria itu tidak
terpenuhi?
5. Apakah
kata “hipotesis kerja” dinyatakan secara eksplisit berkaitan dengan masalah
penelitian? Ataukah hanya dinyatakan secara implicit?
6. Apakah
secara tegas pembatasan studi dinyatakan dengan istilah ”fokus” secara eksplist
atau tidak, dan apakah fokus itu merupakan masalah?
2.2.8 Prinsip-Prinsip
Perumusan Masalah
1. Prinsip
Yang Berkaitan Dengan Teori Dari Dasar
Peneliti
hendaknya senantiasa menyadari bahwa perumusan masalah dalam penelitiannya
didasarkan atas upaya menemukan teori dari-dasar sebagai acuan utama. Dengan
hal itu berarti bahwa masalah sebenarnya terletak dan berada di tengah-tengah
kenyataan, atau faktam atau fenomena.
2. Prinsip
Yang Berkaitan Dengan Maksud Perumusan Masalah
Pada
dasarnya inti hakikat penelitian kualitatif terletak pada upaya penemuan dan
penyusunan teori baru.
3. Prinsip
Hubungan Faktor
Fakus
atau masalah merupakan rumusan yang terdiri atas dua atau lebih faktor yang
menghasilkan kebingungan. Faktor-faktor itu dapat berupa konsep, peristiwa,
pengalaman, atau fenomena. Definisi tersebut mengarah pada tiga aturan tertentu
yang perlu dipertimbangkan oleh peneliti pada waktu merumuskan maslah, yaitu :
A. Adanya
dua atau lebih factor
B. Faktor-faktor
itu dihubungkan dalam suatu hubungan yang logis atau bermakna, dan
C. Hasil
pekerjaan menghubungkan tadi berupa suatu keadaan yang membingungkan, suatu
keadaan berupa tanda tanya, yang memerlukan pemecahan atau untuk menjawab.
4. Fokus
Sebagai Wahana Untuk Membatasi Studi
Penelitian
kualitatif bersifat terbuka, artinya tidak mengharuskan peneliti menganut suatu
orientasi teori tertentu. Dalam penelitian kualiatatif, pilihan subjektif
peneliti dihormati dan dihargai. Pilihan itu bisa didasarkan pada paradigma
ilmiah atau alamiah.
5. Prinsip
Yang Berkaitan Dengan Kriteria Inklusi-Ekslusi
Perumusan
masalah yang baik adalah yang dilakukan sebelum terjun kelapangan dan yang
mungkin disempurnakan pada awal ia terjun kelapangan akan membatasi peneliti
guna memilih data mana yang relevan dan mana pula yang tidak.
6. Prinsip
Berkaitan Dengan Bentuk dan Cara Perumusan Masalah
Ada
tiga bentuk perumusan masalah, yaitu :
A. Secara
diskusi, yakni yang disajikan secara diskriptif tanpa pertanyaan-pertanyaan
peneliti.
B. Secara
proporsisional, yakni secara langsung menghubungkan faktor-faktor dalam hubungan
logis dan bermakna; dalam hal ini ada yang disajikan dalam bentuk uraian atau
deskriptif dan ada pula yang langsung dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan
peneliti.
C. Secara
gabungan, yakni terlebih dahulu disajikan dalam bentuk diskusi, kemudian
ditegaskan lagi dalam bentuk proposisioanal.
7. Prinsip
Sehubungan Dengan Posisi Perumusan Masalah
Yang
dimaksud dengan posisi di sini tidak lain adalah kedudukan unsur rumusan maslah
di antara unsur-unsur penelitian lainnya. Unsur-unsur penelitian lainnya yang
erat kaitannya dengan perumusan masalah adalah “latar belakang masalah”,
“tujuan’, dan “metode penelitian”.
8. Prinsip
Yang Berkaitan Dengan Hasil Kajian Kepustakaan
Pada
dasarnya perumusan masalah itu tidak dapat dipisahkan dari hasil kajian
kepustakaan yang berkaitan.
2.2 Hipotesis
dalam Penelitian
2.3.1 Definisi
Hipotesis
berasal dari dua penggal kata, hypo=di bawah; thesa=kebenaran. Jadi hipotesis
secara etimologis artinya kebenaran yang masih diragukan. Hipotesis dapat
diartika sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan
penelitian, sampai terbukti kebenarannya melalui data yang terkumpul.
Pengertian
Hipotesis Penelitian Menurut Sugiyono (2009: 96), hipotesis merupakan jawaban
sementara terhadap rumusan masalah penelitian, di mana rumusan masalah penelitian
telah dinyatakan dalam bentuk pertanyaan. Dikatakan sementara karena jawaban
yang diberikan baru didasarkan pada teori. Hipotesis dirumuskan atas dasar
kerangka pikir yang merupakan jawaban sementara atas masalah yang dirumuskan.
Hipotesis
merupakan salah satu unsur teori yang didapat melalui analisis perbandingan.
Analisis perbandingan antara kelompok tidak hanya menganalisis kategori, tetapi
mempercepat adanya hubungan yang disimpulkan antara kelompok tersebut, dan hal
itu dinamakan hipotesis kerja. Yang perlu ditekankan di sini ialah bahwa status
hipotesis kerja ialah sesuatu yang disarankan, bahkan sesuatu yang diuji di
antara hubungan kategori dan kawasannya. Perlu pula dikemukakan bahwa hipotesis
kerja senantiasa diverifikasi sepanjang penelitian itu berlangsung.
Menurut
Nana Sudjana, hipotesis berasal dari kata hipo, artinya bawah dan tesis,
artinya pendapat. Hipotesis berarti pendapat yang kebenarannya masih belum
meyakinkan. Kebenaran pendapat tersebut perlu diuji atau dibuktikan.
Contohnya
adalah Apabila terlihat awan hitam dan langit menjadi pekat, maka seseorang
dapat saja menyimpulkan (menduga-duga) berdasarkan pengalamannya bahwa (karena
langit mendung, maka…) sebentar lagi hujan akan turun. Apabila ternyata
beberapa saat kemudian hujan benar turun, maka dugaan terbukti benar. Secara
ilmiah, dugaan ini disebut hipotesis. Namun apabila ternyata tidak turun hujan,
maka hipotesisnya dinyatakan keliru.
Ketika
berfikir untuk sehari-hari, orang sering menyebut hipotesis sebagai sebuah
anggapan, perkiraan, dugaan, dan sebagainya. Hipotesis juga berarti sebuah
pernyataan atau proposisiyang mengatakan bahwa diantara sejumlah fakta ada
hubungantertentu Proposisi inilah yang akan membentuk proses terbentuknya
sebuah hipotesis di dalam penelitian, salah satu diantaranya yaituPenelitian
sosial.
Proses
pembentukan hipotesis merupakan sebuah proses penalaran, yang melalui
tahap-tahap tertentu. Hal demikian juga terjadi dalam pembuatan hipotesis
ilmiah, yang dilakukan dengan sadar, teliti, dan terarah. Sehingga dapat
dikatakan bahwa sebuah Hipotesis merupakan satu tipe proposisi yang langsung
dapat diuji.
2.3.2 Karakteristik
Hipotesis
Suatu
hipotesis dapat diuji apabila hipotesis tersebut dirumuskan dengan benar. Kegagalan merumuskan hipotesis akan
mengaburkan hasil penelitian. Meskipun hipotesis telah memenuhi syarat
secaraproporsional, jika hipotesis tersebut masih abstrak bukan saja
membingungkan prosedur penelitian, melainkan juga sukar diuji secara nyata.
Untuk dapat memformulasikan hipotesis yang baik dan benar, sedikitnya harus
memiliki beberapa ciri-ciri pokok, yakni:
1. Hipotesis
diturunkan dari suatu teori yang disusun untuk menjelaskanmasalah dan
dinyatakan dalam proposisi-proposisi. Oleh sebab itu, hipotesis merupakan
jawaban atau dugaan sementara atas masalah yang dirumuskan atau searah dengan
tujuan penelitian.
2. Hipotesis
harus dinyatakan secara jelas, dalam istilah yang benar dan secara operasional.
Aturan untuk, menguji satu hipotesis secara empirisadalah harus mendefinisikan
secara operasional semua variabel dalam hipotesis dan diketahui secara pasti
variabel independen dan variabel dependen.
3. Hipotesis
menyatakan variasi nilai sehingga dapat diukur secara empirisdan memberikan
gambaran mengenai fenomena yang diteliti. Untuk hipotesis deskriptif berarti hipotesis
secara jelas menyatakan kondisi,ukuran, atau distribusi suatu variabel atau
fenomenanya yang dinyatakan dalam nilai-nilai yang mempunyai makna.
4. Hipotesis
harus bebas nilai. Artinya nilai-nilai yang dimiliki peneliti dan preferensi
subyektivitas tidak memiliki tempat di dalam pendekatan ilmiah seperti halnya
dalam hipotesis.
5. Hipotesis
harus dapat diuji. Untuk itu, instrumen harus ada (atau dapat dikembangkan)
yang akan menggambarkan ukuran yang valid darivariabel yang diliputi. Kemudian,
hipotesis dapat diuji dengan metodeyang tersedia yang dapat digunakan untuk
mengujinya sebab peneliti dapat merumuskan hipotesis yang bersih, bebas nilai,
dan spesifik, serta menemukan bahwa tidak ada metode penelitian untuk
mengujinya. Oleh sebab itu, evaluasi hipotesis bergantung pada eksistensi
metode-metode untuk mengujinya, baik metode pengamatan, pengumpulan data,
analisisdata, maupun generalisasi.
6. Hipotesis
harus spesifik. Hipotesis harus bersifat spesifik yang menunjuk kenyataan
sebenarnya. Peneliti harus bersifat spesifik yang menunjuk kenyataan yang
sebenarnya. Peneliti harus memilikihubungan eksplisit yang diharapkan di antara
variabel dalam istilah arah(seperti, positif dan negatif).
Sementara
menurut Moh.Nazir ciri-ciri hipotesis yang baik yaitu mempunyai
1. Harus
menyatakan hubungan.
2. Harus
sesuai dengan fakta.
3. Harus
berhubungan dengan ilmu, serta sesuai dengan tumbuhnya ilmu pengetahuan.
4. Harus
dapat diuji.
5. Harus
sederhana.
6. Harus
bisa menerangkan fakta.
Dengan
demikian secara umum, hipotesis yang baik harus mempertimbangkan fakta-fakta
yang relevan, harus masuk akal dan tidak bertentangan dengan hukum alam yang
telah diciptakan Tuhan. Hipotesis harus dapat diuji dengan aplikasi dediktif
atai induktif untuk verifikasi.
Selain
itu hipotesis juga dapat dibagi menjadi beberapa macam jenis dan tergantung
dari pendekatan kita dalam membaginya. Hipotesis dapat kita bagi sebagai
berikut:
1. Hipotesis
tentang perbedaan vs hubungan
Hipotesis
dapat kita bagi dengan melihat apakah pernyataan sementara yang diberikan
adalah hubungan ataukah perbedaan. Hipotesis tentang hubungan adalah pernyataan
rekaan yang menyatakan tentang saling berhubungan antara dua variable atau
lebih, yang mendasari tekhnik korelasi atau regresi. Sebaliknya hipotesis yang
menjelaskan perbedaan menyatakan adanya ketidaksamaan antarvariabel tertentu
disebabkan oleh adanya pengaruh variable yang berbeda-beda. Hipotesis ini
mendasari tekhnik penelitian yang komparatif. Hipotesis tentang hubungan dan perbedaan
merupakan hipotesis hubungan analitis. Hipotesis ini, secara analitis
menyatakan hubungan atau perbedaan satu sifat dengan sifat yang lain.
2. Hipotesis
kerja vs hipotesis nul
Dengan
melihat pada cara seorang peneliti menyusun pernyataan dalam hipotesisnya,
hipotesis dapat dibedakan antara hipotesis kerja dan nul. Hipotesis nul, yang
mula-mula diperkenalkan oleh bapak statistika Fisher diformulasikan untuk
ditolak sesudah pengujian. Dalam hipotesis nul ini, selalu ada implikasi “tidak
ada beda”. Perumusannya bisa dalam bentuk: “Tidak ada beda antara…dengan…”
Hipotesis nul dapat juga ditulis dalam bentuk: “…tidak mem…”
Hipotesis
nul biasanya diuji dengan menggunakan statistika. Seperti telah dinyatakan
diatas, hipotesis nul biasanya ditolak. Dengan menolak hipotesis nul, maka kita
menerima hipotesis pasangan, yang disebut hipotesis alternatef. Hipotesis nul
biasanya digunakan dalam penelitian eksperimental. Akhir-akhir ini hipotesis
nul juga digunakan dalam penelitian social, seperti penelitian dibidang sosiologi,
pendidikan, dan lain-lain.
3. Hipotesis
common sense dan ideal
Hipotesis
acapkali menyatakan terkaan tentang dalil dan pemikiran bersahaja dan common
sense (akal sehat). Hipotesis ini biasanya menyatakan hubungan keseragaman
kegiatan terapan. Contohnya, hipotesis sederhana tentang produksi dan status
pemilikan tanah, hipotesis mengenai hubungan tenaga kerja dengan luas garapan,
hubungan antara dosen pemupukan dengan daya tahan terhadap insekta, hubungan
antara kegiatan-kegiatan dalam industry, dan sebagainya.
Sebaliknya,
hipotesis yang menyatakan hubungan yang kompleks dinamakan hipotesis jenis
ideal. Hipotesis ini bertujuan untuk menguji adanya hubungan logis antara
keseragaman-keseragaman pengalaman empiris. Hipotesis ideal adalah peningkatan
dari hipotesis analitis. Misalnya, kita mempunyai suatu hipotesis ideal tentang
keseragaman empiris dan hubungan antar daerah, jenis tanah, luas garapan, jenis
pupuk, dan sebagainya.
2.3.3 Jenis-Jenis
Hipotesis
Bentuk-bentuk
hipotesis penelitian sangat terkait dengan rumusan masalah penelitian. Bila
dilihat dari tingkat eksplanasinya, maka bentuk rumusan masalah penelitian ada
tiga yaitu: rumusan masalah deskriptif (variabel mandiri), komparatif
(perbandingan) dan asosiatif (hubungan). Oleh karena itu, maka bentuk hipotesis
penelitian juga ada tiga yaitu:
1. Hipotesis
Deskriptif
Hipotesis
deskriptif adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah deskriptif,
2. Hipotesis
Komparatif
Hipotesis
komparatif merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah komparatif.
Pada rumusan ini variabelnya sama tetapi populasi atau sampelnya yang berbeda,
atau keadaan itu terjadi pada waktu yang berbeda.
3. Hipotesis
Asosiatif
Hipotesis
asosiatif adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah asosiatif, yaitu
yang menanyakan hubungan antara dua variabel atau lebih.
2.3.4 Dasar
Perumusan Hipotesis
Secara
sederhana, hipotesis penelitian sebagai jawaban sementara dirumuskan atas dasar
terkaan atau conjecture peneliti. Namun demikian, terkaan tersebut harus
didasarkan pada acuan, yakni teori dan fakta ilmiah.
Untuk
menjadikan teori sebagai acuan penelitian, biasanya peneliti menurunkan dari
teori tersebut sejumlah asumsi dan postulat. Asumsi-asumsi ini merupakan
anggapan atau dugaan yang mendasari hipotesis, sedangkan hipotesis itu sendiri
adalah dasar untuk memperoleh kesimpulan, setelah diuji menggunakan data yang
diperoleh melalui penelitian (Muhammad Ali, 1992 : 33).
Selain
menggunakn teori sebagai acuan, dalam merumuskan hipotesis dapat pula
menggunakan acuan fakta. Dalam pengertian umum, fakta adalah kebenaran yang
dapat diterima oleh nalar dan sesuai dengan kenyataan yang dapat dikenali
dengan panca indera. Fakta yang dimaksud dapat diperoleh dengan cara :
1. Memperoleh
dari sumber aslinya
2. Fakta
yang diidentifikasi dengan cara menggambarkan dan menafsirkannya dari sumber
yang asli.
3. Fakta
yang diperoleh dari orang mengidentifikasi dengan jalan menyusunnya dalam
bentuk abstract reasoning (penalaran absrtak).
Selain
itu semua, Good dan secates secara khusus memberikan beberapa sumber yang dapat
dijadikan sebagai dasar bagi perumusan hipotesis, yaitu sebagai berikut:
1. Kebudayaan
dimana ilmu tersebut dibentuk
2. Ilmu
itu sendiri yang menghasilkan teori dan teori memberi arah kepada penelitian
3. Analogi
merupakan sumber hipotesis
4. Reaksi
individu terhadap sesuatu dan pengalaman.
2.3.5 Cara
Merumuskan Hipotesis
Hipotesis
merupakan dugaan sementara yang mengandung pernyataan-pernyataan ilmiah, tetapi
masih memerlukan pengujian. Oleh karena itu, hipotesis dibuat berdasarkan hasil
penelitian masa lalu atau berdasarkan data-data yang telah ada sebelum
penelitian dilakukan secara lebih lanjut yang tujuannya menguji kembali
hipotesis tersebut. Akan tetapi, peneliti tidak boleh memanipulasi data
sedemikian rupa sehingga mengarah ketidakterbuktian hipotesis. Ia harus
bersikap objektif terhadap data yang terkumpul.
Maka
dari itu, merumuskan hipotesis bukanlah hal yang mudah. Seperti yang sudah
disinggung sekurang-kurangnya ada tiga penyebab kesukaran dalam memformulasikan
hipotesis, yaitu:
1. Tidak
adanya kerangka teori atau pengetahuan tentang kerangka teori yang terang,
2. Kurangnya
kemampuan untuk menggunakan kerangka teori yang sudah ada, dan
3. Gagal
berkenalan dengan tekhnik-tekhnik penelitian yang ada untuk dapat merangkaikan
kata-kata dalam membuat hipotesis secara benar.
Hipotesis
dibentuk dengan suatu pernyataan tentang frekuensi kejadian atau hubungan
antarvariabel. Dapat dinyatakan bahwa sesuatu terjadi dalam suatu bagian dai
seluruh waktu, atau suatu gejala yang diikuti oleh gejala lain, atau sesuatu
lebih besar atau lebih kecil dari yang lain. Bisa juga dinyatakan tentang
korelasi satu dengan yang lain.
Selain kita mengetahui cara mengenai merumuskannya
kita juga harus mengetahui kegunaan dari sebuah hipotesis, yaitu secara garis
besar adalah sebagai berikut:
1. Memberikan
batasan dan memperkecil jangkauan penelitian dan kerja penelitian.
2. Menyiagakan
peneliti kepada kondisi fakta dan hubungan antar fakta, yang kadangkala hilang
begitu saja dari perhatian peneliti.
3. Sebagai
alat yang sederhana dalam memfokuskan fakta yang bercerai-berai tanpa
koordinasi ke dalam suatu kesatuan penting dan menyeluruh.
4. Sebagai
panduan dalam pengujian serta penyesuaian dengan fakta dan antar fakta.
Namun,
tinggi rendahnya kegunaan hipotesis sangat bergantung dari hal berikut:
1. Pengamatan
yang tajam dari si peneliti
2. Imajinasi
serta pemikiran kreatif dari si peneliti
3. Kerangka
analisis yang digunakan oleh si peneliti
4. Metode
serta desain penelitian yang dipilih oleh si peneliti
2.3.6 Tahap-tahap
Pembentukan Hipotesis Secara Umum
Tahap-tahap
pembentukan hipotesis pada umumnya sebagai berikut:
1. Penentuan
masalah
Dasar
penalaran ilmiah ialah kekayaan pengetahuan ilmiah yang biasanya timbul karena
sesuatu keadaan atau peristiwa yang terlihat tidak atau tidak dapat diterangkan
berdasarkan hukum atau teori ataudalil-dalil ilmu yang sudah diketahui. Dasar
penalaran pun sebaiknya dikerjakan dengan sadar dengan perumusan yang tepat.
Dalam proses penalaran ilmiah tersebut, penentuan masalah mendapat bentuk
perumusan masalah.
2. Hipotesis
pendahuluan atau hipotesis preliminer (preliminary hypothesis)
Dugaan
atau anggapan sementara yang menjadi pangkal bertolak dari semua kegiatan. Ini
digunakan juga dalam penalaran ilmiah. Tanpa hipotesa preliminer, observasi
tidak akan terarah. Fakta yang terkumpul mungkin tidak akan dapat digunakan
untuk menyimpulkan suatukonklusi, karena tidak relevan dengan masalah yang
dihadapi. Karena tidak dirumuskan secara eksplisit, dalam penelitian, hipotesis
priliminer dianggap bukan hipotesis keseluruhan penelitian, namun merupakan
sebuah hipotesis yang hanya digunakan untuk melakukan uji coba sebelum
penelitian sebenarnya dilaksanakan.
3. Pengumpulan
fakta
Dalam
penalaran ilmiah, diantara jumlah fakta yang besarnya tak terbatas itu hanya
dipilih fakta-fakta yang relevan dengan hipotesa preliminer yang perumusannya
didasarkan pada ketelitian dan ketepatan memilih fakta.
4. Formulasi
hipotesa
Pembentukan
hipotesa dapat melalui ilham atau intuisi, dimana logika tidak dapat berkata
apa-apa tentang hal ini. Hipotesa diciptakan saat terdapat hubungan tertentu
diantara sejumlah fakta. Sebagai contoh sebuah anekdot yang jelas menggambarkan
sifat penemuan dari hipotesa, diceritakan bahwa sebuah apel jatuh dari pohon
ketika Newton tidur di bawahnya dan teringat olehnya bahwa semua benda pasti
jatuh dan seketika itu pula dilihat hipotesanya, yang dikenal dengan hukum
gravitasi.
5. Pengujian
hipotesa
Artinya
mencocokkan hipotesa dengan keadaan yang dapat diobservasi dalam istilah ilmiah
hal ini disebut verifikasi(pembenaran). Apabila hipotesa terbukti cocok dengan
fakta maka disebut konfirmasi. Terjadi falsifikasi (penyalahan) jika usaha
menemukan fakta dalam pengujian hipotesa tidak sesuai dengan hipotesa, dan
bilamana usaha itu tidak berhasil, maka hipotesa tidak terbantah oleh fakta
yang dinamakan koroborasi (corroboration). Hipotesa yang sering mendapat
konfirmasi atau koroborasi dapat disebut teori.
6. Aplikasi/penerapan
Apabila
hipotesa itu benar dan dapat diadakan menjadi ramalan(dalam istilah ilmiah
disebut prediksi), dan ramalan itu harus terbukti cocok dengan fakta. Kemudian
harus dapat diverifikasikan/koroborasikan dengan fakta.
Maka
dari itu kita juga harus mengetahui manfaat dari sebuah hipotesis, karena
hipotesis banyak memberikan manfaat, baik dalam proses dan langkah penelitian
maupun dalam memberikan penjelasan suatu gejala yang diteliti. Manfaat
hipotesis bagi proses dan langkah penelitian, terutama dalam menentukan proses
pengumpulan data, seperti metode penelitian, instrument yang harus digunakan,
sampel atau sumber data, dan teknik analisis data. Unsur-unsur tersebut dapat
ditetapkan berdasarkan rumusan hipotesis. Dengan kata lain, hipotesis dapat
member petunjuk yang baik terhadap kegiatan penelitian, khususnya proses
pengumpulan data.
Adapun
manfaat hipotesis dalam hal penjelasan gejala yang diteliti dapat dilihat dari
pernyataan hubungan variable-variabel penelitian. Manfaat lain dari hipotesis
ialah memudahkan peneliti dalam menarik kesimpulan penelitian, yakni menarik
pernyataan-pernyataan hipotesis yang telah teruji kebenarannya. Dengan demikian,
akan mempermudah peneliti maupun pembaca menangkap makna kesimpulan penelitian.
2.3.7 Kegunaan
atau Fungsi Hipotesis
Secara
garis besar, hipotesis memberikan beberapa kegunaan dalam sebuah penelitian
yaitu sebagai berikut:
1. Memberikan
batasan serta memperkecil jangkauan penelitian dan kerja peneliti;
2. Mensiagakan
peneliti kepada kondisi fakta dan hubungan antar fakta;
3. Sebagai
alat sederhana dalam memfokuskan fakta yang bercerai berai tanpa koordinasi
kedalam suatu kesatua penting dan menyeluruh;
4. Sebagai
panduan dalam pengujian serta penyesuaian dengan fakta dan antar fakta (M.
Nazir, 1999 : 183).
2.3.8 Prosedur
Pengujian Hipotesis
Fungsi
hipotesis adalah untuk memberi suatu pernyataan terkaan tentang hubungan
tentatif antara fenomena-fenomena dalam penelitian. Kemudian hubungan tentatif
ini akan diuji validitasnya melelui teknik-teknik yang sesuai untuk keperluan
pengujian. Bagi seorang peneliti, hipotesis bukan merupakan suatu hal yang
menjadi vested interes, dalam artian bahwa hipotesis harus selalu diterima
kebenarannya. Jika hipotesis ditolak berarti tidak sesuai dengan datanya. Untuk
menguji hipotesis, diperlukan data atau fakta-fakta. Kerangka pengujian harus
ditetapkan terlebih dahulu sebelum sipeneliti mengumpulkan data. Pengujian
hipotesis memerlukan pengetahuan yang luas mengenai teori, kerangka teori,
penguasaan, penggunaan teori secara logis, statistik dan teknik-teknik
pengujian. Cara pengujian hipotesis bergantung dari metode dan desain
penelitian yang digunakan. Salah satu cara yang sering dipakai adalah
berdasarkan uji statistik.
Dalam
menguji hipotesis ini, ada beberapa langkah yang harus dilalui, dikenel dengan
prosedur pengujian hipotesis, yaitu sebagai berikut.
1. Menentukan
formulasi hipotesisnya, meliputi Hipotesis nol (Ho) dan Hipotesis alternatif
(Ha)
2. Menentukan
syaraf nyata dan nilai tabel.
3. Menentukan
kriteria pengujian.
4. Melakukan
uji statistik.
5. Membuat
kesimpulan.
2.3 Variabel
dalam Penelitian
2.3.1 Definisi
Sebagian
besar para ahli mendefinisikan variabel penelitian sebagai kondisi-kondisi yang
oleh peneliti dimanipulasikan, dikontrol, atau diobservasikan dalam suatu
penelitian. Selain itu, beberapa ahli lainnya menyatakan bahwa variabel
penelitian adalah segala sesuatu yang akan menjadi obyek pengamatan penelitian.
Dari dua pengertian tersebut, dapat dijelaskan bahwa variabel penelitian
meliputi faktor-faktor yang berperan dalam peristiwa atau gejala yang diteliti.
Variabel
penelitian ditentukan oleh landasan teoritisnya dan kejelasannya ditegaskan
oleh hipotesis penelitian. Oleh karena itu, apabila landasan teoritis suatu
penelitian berbeda, akan berbeda pula variabelnya.
Variabel-variabel
yang ingin digunakan perlu ditetapkan, diidentifikasi, dan diklasifikasikan.
Jumlah variabel yang digunakan bergantung pada luas serta sempitnya panelitian
yang akan digunakan
Dalam
ilmu-ilmu eksakta, variabel-variabel yang digunakan umumnya mudah diketahui
karena dapat dilihat dan divisualisasikan. Tetapi, variabel-variabe dalam ilmu
sosial, sifanya lebih abstrak sehingga sukar dijamah secara realita.
Variabel-variabel ilmu sosial berasal dari suatu konsep yang perlu diperjelas
dan diubah bentuknya sehingga dapat diukur dan dipergunakan secara operasional.
Variabel
penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal
tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya. (Sugiyono, 2007)
Secara
Teoritis, para ahli telah mendefinisikan Variable sebagai berikut :
1. Hatch
& Farhady (1981)
Variable
didefinisikan sebagai Atribut seseorang atau obyek yang mempunyai variasi
antara satu orang dengan yang lain atau satu obyek dengan obyek yang lain.
2. Kerlinger
(1973)
Variable
adalah konstruk (constructs) atau sifat yang akan dipelajari. Misalnya :
tingkat aspirasi, penghasilan, pendidikan, status social, jenis kelamin,
golongan gaji, produktifitas kerja, dll.
Variable
dapat dikatakan sebagai suatu sifat yang diambil dari suatu nilai yang berbeda
(different values). Dengan demikian, variabel itu adalah suatu yang bervariasi.
3. Kidder
(1981)
Variable
adalah suatu kualitas (qualities) dimana peneliti mempelajari dan menarik
kesimpulan darinya.
4. Bhisma
Murti (1996)
Variable
didefinisikan sebagai fenomena yang mempunyai variasi nilai. Variasi nilai itu
bisa diukur secara kualitatif atau kuantitatif. Variasi nilai itu bisa diukur
secara kualitatif atau kuantitatif.
5. Sudigdo
Sastroasmoro
Variable
merupakan karakteristik subyek penelitian yang berubah dari satu subyek ke
subyek lainnya.
6. Dr.
Ahmad Watik Pratiknya (2007)
Variable
adalah Konsep yang mempunyai variabilitas. Sedangkan Konsep adalah penggambaran
atau abstraksi dari suatu fenomena tertentu. Konsep yang berupa apapun, asal
mempunyai ciri yang bervariasi, maka dapat disebut sebagai variable. Dengan
demikian, variable dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang bervariasi.
7. Dr.
Soekidjo Notoatmodjo (2002)
Variable
mengandung pengertian ukuran atau cirri yang dimiliki oleh anggota – anggota
suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok yang lain.
Variable
adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat atau ukuran yang dimiliki
atau didapatkan oleh suatu penelitian tentang sesuatu konsep pengertian
tertentu. Misalnya : umur, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan,
pekerjaan, pengetahuan, pendapatan, penyakit, dsb.
8. Definisi
Operasional
Definisi
operasional adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu variabel dengan
cara memberikan arti, atau menspesifikasikan kegiatan, ataupun memberikan suatu
operasional yang diperlukan untuk mengukur variabel tersebut. Definisi
operasional yang dibuat dapat berbentuk definisi operasional yang diukur,
ataupun definisi operasional eksperimental.
Dalam
suatu penelitian, variebel perlu diidentifikasi, diklasifikasikan dan
diidentifikasi secara operasional dengan jelas dan tegas agar tidak menimbulkan
kesalahan dalam pengumpulan dan pengolahan data serta dalam pengujian
hipotesis.
Dari
keterangan-keterangan diatas, maka dapat disimpulkan tiga buah pola dalam
memberikan definisi operasional dalam suatu variabel . Ketiga pola tersebut
adalah sebagai berikut:
A. Definisi
yang disusun atas dasar kegiatan lain yang terjadi, yang harus dilakukan atau
yang tidak dilakukan untuk memperoleh variabel yang didefinisikan.
B. Definisi
yang disusun berdasarkan bagaimana sifat serta cara beroperasinya hal-hal yang
didefinisikan.
C. Definisi
yang disusun atas dasar bagaimana hal yang didefinisikan itu muncul.
2.3.2 Jenis-Jenis
Variabel
1. Variabel
Dependen atau variabel terikat adalah kondisi atau karakteristik yang berubah
atau muncul ketika penelitian mengintroduksi, pengubah atau pengganti variabel
bebas. Menurut fungsinya variabel ini dipengaruhi oleh variabel lain atau
Variabel Independent.
Contoh : Pengaruh Suhu Ruangan
kamar Gelap terhadap kualitas film Radiografi
Variabel Dependent : Kualitas Film
Radiografi
2. Variabel
Independen atau variabel bebas, adalah kondisi-kondisi atau karakteristik yang
oleh peneliti dimanipulasikan dalam rangka untuk menerangkan hubungan-hubungan
dengan fenomena yang diobservasi. Menurut fungsinya variabel ini mempengaruhi
variabel lain, jadi secara bebas berpengaruh dalam variabel lain.
Contoh : Pengaruh Suhu Ruangan
kamar Gelap terhadap kualitas film Radiografi
Variabel Independent : Suhu Ruangan
Kamar Gelap
3. Variabel
intervening, Yaitu variabel yang berfungsi menghubungkan variabel satu dengan
variabel lain. Hubungan itu dapat menyangkut sebab akibat ataupun pengaruh atau
terpengaruh. Variabelini merupakan variabel penyela/antara yang terletak di
antara variabel independen dan dependen, sehingga variabel independen tidak
langsung mempengaruhi berubahnya atau timbulnya variabel dependen dan dapat
memperkuat atau memperlemah Hubungan antara Variabel Independent dan Variabel
Dependent yang tidak dapat diukur.
Contoh : Pengaruh Penambahan NaOH
Pada Developer terhadap nilai Densitas Radiograf
Variabel Intervening : Suasana Hati
saat Pengukuran Nilai Densitas Radiograf
4. Variabel
Moderator, adalah variabel yang mempengaruhi, memperkuat dan memperlemah
hubungan antara variabel independen dengan dependen yang dapat diukur. Variabel
tersebut juga sebagai variabel independen ke dua.
Contoh : Pengaruh Penambahan NaOh
Pada Developer terhadap nilai Densitas Radiograf.
Variabel Moderator : Kadar NaOH
yang ditambahkan
5. Variabel
kontrol adalah variabel yang dibuat konstan untuk mengawasi hubungan antara
Variabel Independent dengan Variabel Dependent. Variabel ini berfungsi sebagai
kontrol terhadap variabel lain terutama yang berkaitan dengan variabel
moderator dan bebas, ia juga berpengaruh terhadap variabel terikat.
Contoh : Pengaruh Penambahan NaOh
Pada Developer terhadap nilai Densitas Radiograf.
Variabel Kontrol : Pesawat Sinar X
yang sama, mesin Automatic Processing yang sama, Jenis Developer yang sama,
Jenis NaOH yang sama, dll.
2.3.3 Pengukuran
Variabel
Pengukuran
Variabel Penelitian dapat dikelompokkan menjadi 4 Skala Pengukuran, yaitu
1. Skala
Nominal
Adalah
Suatu himpunan yang terdiri dari anggota – anggota yang mempunyai kesamaan tiap
anggotanya, dan memiliki perbedaan dari anggota himpunan yang lain yang tidak
dapat dioperasikan dengan rumus matematika dan tidak memiliki tingakatan. Misalnya
:
A. Jenis
Kelamin : dibedakan antara laki – laki dan perempuan
B. Pekerjaan
: dapat dibedakan petani, pegawai, pedagang
C. Golongan
Darah : dibedakan atas Gol. 0, A, B, AB
D. Ras
: dapat dibedakan atas Mongoloid, Kaukasoid, Negroid.
E. Suku
Bangsa : dpt dibedakan dalam suku Jawa, Sunda, Batak dsb.
2. Skala
Ordinal
Skala
Ordinal Adalah skala variabel yang menunjukkan tingkatan – tingkatan. Skala
Ordinal Adalah Himpunan yang beranggotakan menurut rangking, urutan, pangkat
atau jabatan. Skala Ordinal adalah Kategori yang dapat diurutkan atau diberi
peringkat.
Skala
Ordinal adalah Skala Data Kontinum yang batas satu variasi nilai ke variasi
nilai yang lain tidak jelas, sehingga yang dapat dibandingkan hanyalah nilai
tersebut lebih tinggi, sama atau lebih rendah daripada nilai yang lain. Contoh
:
A. Tingkat
Pendidikan : dikategorikan SD, SMP, SMA, PT
B. Pendapatan
: Tinggi, Sedang, Rendah
C. Tingkat
Keganasan Kanker : dikategorikan dalam Stadium I, II, dan III. Hal ini dapat
dikatakan bahwa : Stadium II lebih berat daripada Stadium I dan Stadium III
lebih berat daripada Stadium II. Tetapi kita tidak bisa menentukan secara pasti
besarnya perbedaan keparahan itu.
D. Sikap (yang diukur dengan Skala Linkert) :
Setuju, Ragu – ragu, Tidak Setuju.
3. Skala
Interval
Skala
Interval Adalah Skala Data Kontinum yang batas variasi nilai satu dengan yang
lain jelas, sehingga jarak atau intervalnya dapat dibandingkan.
Dikatakan
Skala Interval bila jarak atau perbedaan antara nilai pengamatan satu dengan
nilai pengamatan lainnya dapat diketahui secara pasti.
Nilai
variasi pada Skala Interval juga dapat dibandingkan seperti halnya pada skala
ordinal (Lebih Besar, Sama, Lebih Kecil, dsb), tetapi Nilai Mutlaknya Tidak
Dapat Dibandingkan secara Matematis, oleh karena itu batas – batas Variasi
Nilai pada Skala Interval bersifat ARBITRER (ANGKA NOL-nya TIDAK Absolut). Contoh
:
A. Temperature
/ Suhu Tubuh : sebagai skala interval, suhu 360 Celcius jelas lebih panas
daripada suhu 240 Celcius. Tetapi tidak bisa dikatakan bahwa suhu 360 Celcius
1½ kali lebih panas daripada suhu 240 Celcius. Alasannya : Penentuan skala 00
Celcius Tidak Absolut (=00Celcius tidak berarti Tidak Ada Suhu / Temperatur
sama sekali).
B. Jarak,
dsb.
4. Skala
Rasio = Skala Perbandingan
Skala
Ratio Adalah Skala yang disamping batas intervalnya jelas, juga variasi
nilainya memunyai batas yang tegas dan mutlak ( mempunyai nilai NOL ABSOLUT ). Misalnya
:
A. Tinggi
Badan : sebagai Skala ratio, tinggi badan 180 Cm dapat dikatakan mempunyai
selisih 60 Cm terhadap tinggi badan 120 Cm, hal ini juga dapat dikatakan bahwa
: tinggi badan 180 adalah 1½ kali dari tinggi badan 120 Cm.
B. Denyut
Nadi : nilai 0 dalam denyut nadi dapat dikatakan tidak ada sama sekali denyut
nadinya.
C. Berat
Badan
D. Dosis
Obat, dsb
Dari
uraian di atas jelas bahwa Skala Ratio, Interval, Ordinal dan Nominal berturut
– turut memiliki nilai kuantitatif dari yang paling rinci ke yang kurang rinci.
Skala ratio mempunyai sifat – sifat yang dimiliki skala interval, ordinal dan
nominal. Skala interval memiliki ciri – ciri yang dimiliki skala ordinal dan
nominal, sedangkan skala ordinal memiliki sifat yang dimiliki skala nominal.
Adanya
perbedaan tingkat pengukuran memungkinkan terjadinya transformasi skala ratio
dan interval menjadi ordinal atau nominal. Transformasi ini dikenal sebagai
Data Reduction atau Data Collapsing. Hal ini dimaksudkan agar dapat menerapkan
metode statistic tertentu, terutama yang menghendaki skala data dalam bentuk
ordinal atau nominal.
Sebaliknya, skala ordinal dan nominal
tidak dapat diubah menjadi interval atau ratio. Skala nominal yang diberi label
0,1 atau 2 dikenal sebagai Dummy Variable (Variabel Rekayasa). Misalnya :
Pemberian label 1 untuk laki – laki dan 2 untuk perempuan tidak mempunyai arti
kuantitatif (tidak mempunyai nilai / hanya kode). Dengan demikian, perempuan
tidak dapat dikatakan 1 lebih banyak dari laki – laki. Pemberian label tersebut
dimaksudkan untuk mengubah kategori huruf (Alfabet) menjadi kategori Angka
(Numerik), sehingga memudahkan analisis data. (Cara ini dijumpai dalam Uji Q
Cochran pada Pengujian Hipotesis).
2.3.4 Korelasi
Antar Variabel
Korelasi antar
Variabel, ada 3 yaitu :
1. Korelasi
Simetris
Korelasi
Simetris terjadi bila antar dua variable terdapat hubungan, tetapi tidak ada
mekanisme pengaruh – mempengaruhi ; masing – masing bersifat mandiri. Korelasi
Simetris terjadi karena :
A. Kebetulan.
Misalnya : Kenaikan gaji dosen dengan turunnya hujan
deras.
B. Sama
– sama merupakan akibat dari faktor yang sama (Sebagai akibat dari Variabel
Bebas)
Contoh : Hubungan
antara berat badan dan tinggi badan. Keduanya merupakan variable terikat dari
variable bebas yaitu “Pertumbuhan”.
C. Sama
– sama sebagai Indikator dari suatu konsep yang sama.
Misalnya : Hubungan
antara kekuatan kontraksi otot dengan ketahanan kontraksi otot ; Keduanya
merupakan indikator “Kemampuan” Kontraksi Otot.
2. Korelasi
Asimatris
Korelasi
Asimatris ialah Korelasi antara dua variable dimana variable yang satu bersifat
mempengaruhi variable yang lain ( Variable Bebas dan Variable Terikat ) Contoh
: Semakin Panas Suhu Ruangan kamar Gelap akan mengakibatkan Base Fog pada Film
Radiografi Meningkat.
3. Korelasi
Timbal Balik
adalah
Korelasi antar dua variable yang antar keduanya saling pengaruh – mempengaruhi.
Contohnya : Korelasi antara Malnutrisi dan Malabsorbsi. Malabsorbsi akan
mengakibatkan Malnutrisi, sedangkan Malnutrisi mengakibatkan atrofi selaput
lendir usus yang akhirnya menyebabkan malabsorbsi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perumusan
masalah adalah suatu rumusan yang mempertanyakan suatu fenomena, baik dalam
kedudukannya sebagai fenomena mandiri, maupun dalam kedudukannya sebagai
fenomena yang saling terkait di antara fenomena yang satu dengan yang lainnya,
baik sebagai penyebab maupun sebagai akibat. Perumusan masalah memiliki
beberapa fungsi siantaranya sebagai berikut; sebagai pendorong suatu kegiatan
penelitian menjadi diadakan, sebagai pedoman/penentu arah atau fokus dari suatu
penelitian, sebagai penentu jenis data macam apa yang perlu dan harus dikumpulkan
oleh peneliti, serta jenis data apa yang tidak perlu dan harus disisihkan oleh
peneliti, dengan adanya perumusan masalah penelitian, maka para peneliti
menjadi dapat dipermudah di dalam menentukan siapa yang akan menjadi populasi
dan sampel penelitian.
Kriteria-kriteria
dalam perumusan masalah adalah; kriteria pertama berwujud kalimat tanya atau
yang bersifat kalimat interogatif, baik pertanyaan yang memerlukan jawaban
deskriptif, maupun pertanyaan yang memerlukan jawaban eksplanatoris. Kriteria Kedua
bermanfaat atau berhubungan dengan upaya pembentukan dan perkembangan teori.
Kriteria ketiga, suatu perumusan masalah hendaknya dirumuskan di dalam konteks
kebijakan pragmatis yang sedang aktual.
Ciri-ciri
masalah yang baik: Mempunyai Nilai Penelitian; Masalah harus mempunyai
keaslian; Masalah harus menyatakan suatu hubungan; Masalah harus merupakan hal
yang penting; Masalah harus dapat diuji; Masalah harus dapat dinyatakan dalam
bentuk pertanyaan; Mempunyai fisibilitas; serta Sesuai Dengan Kualifikasi
Peneliti.
Hipotesis
merupakan dugaan sementara yang mengandung pernyataan-pernyataan ilmiah, tetapi
masih memerlukan pengujian.Maka dari itu, merumuskan hipotesis bukanlah hal
yang mudah, yaitu; tidak adanya kerangka, kurangnya kemampuan untuk menggunakan
kerangka teori yang sudah ada, dan gagal berkenalan dengan tekhnik-tekhnik
penelitian yang ada untuk dapat merangkaikan kata-kata dalam membuat hipotesis
secara benar.
Tahap-tahap
pembentukan hipotesis pada umumnya ialah; penentuanmasalah, hipotesis pendahuluan
atau hipotesis preliminer, pengumpulan fakta, formulasi hipotes, pengujian
hipotesa, dan aplikasi/penerapan.
Secara garis
besar, hipotesis memberikan beberapa kegunaan dalam sebuah penelitian yaitu
seperti; memberikan batasan serta memperkecil jangkauan penelitian dan kerja
peneliti, mensiagakan peneliti kepada kondisi fakta dan hubungan antar fakta,
sebagai alat sederhana dalam memfokuskan fakta yang bercerai berai tanpa
koordinasi kedalam suatu kesatua penting dan menyeluruh, sebagai panduan dalam
pengujian serta penyesuaian dengan fakta dan antar fakta.
Dalam menguji
hipotesis ini, ada beberapa langkah yang harus dilalui, dikenel dengan prosedur
pengujian hipotesis, yaitu menentukan formulasi hipotesisnya, menentukan syaraf
nyata dan nilai table, menentukan kriteria pengujian, melakukan uji statistik,
dan membuat kesimpulan. Tetapi selain itu, karakteristik dari sebuah hipotesis
juga merupakan dugaan terhadap keadaan variabel mandiri, dan dinyatakan dalam
kalimat yang jelas, dan dapat diuji dengan data yang dikumpulkan dengan
metode-metode ilmiah.
Variabel
penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang
hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya.
Berdasarkan
hubungannya variabel dibagi menjadi enam yaitu variabel dependen atau variabel
tidak bebas Variabel Independen atau variabel bebas, variabel intervening,
variabel moderator, variabel control,
variabel acak atau random.
Sedangkan korelasi antar Variabel, ada 3 yaitu : korelasi simetris,
korelasi asimatris, korelasi timbal balik dan
Yang tidak kalah
penting dalam bagian ini adalah paradigma penelitian merupakan kerangka
berpikir yang menjelaskan bagaimana cara pandang peneliti terhadap fakta
kehidupan sosial dan perlakuan peneliti terhadap ilmu atau teori. Paradigma
penelitian juga menjelaskan bagaimana peneliti memahami suatu masalah, serta
kriteria pengujian sebagai landasan untuk menjawab masalah penelitian.
Jadi memang bagi
seorang peneliti, variabel sangatlah
penting, kerena bagaimanapun keberhasilan penelitian seseorang ditentukan oleh
pemilihan variabel yang tepat bagi penelitiannya.
3.2 Saran
Saran Penulis
kepada pembaca adalah mengingat perumusan masalah, Hipotesis, serta Variabel merupakan hulu dari sebuah penelitian maka
kita harus menyusunnya dengan baik agar penelitian yang dilakukan dapat
maksimal dan bermanfaat, untuk Rumusan masalah sebaiknya dibuat dalam bentuk pertanyaan
yang jelas dan padat, untuk Hipotesis dibuat atau disusun secara sestematis dan
dibuat sesuai jenis-jenis yang ada, dan untuk Variabel sebaiknya disesuaikan
dengan masalah yang akan diteliti sehingga didapatkan keimpulan atau hasil yang
sesuai dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian.
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmad
W. Pratiknya. Dasar-Dasar Metodologi PenelitianKedokteran dan Kesehatan,Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2007.
Arikunto,
Suharsimi. Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek, Rineka Cipta,
Jakarta,2002.
Kenglinger,
Fred, N, Foundation of Behavioral Research, Holt, Renehart,1973.
Kidder
Loiuse. Research Methods Instrument Social Relation, Holt Rinehart and Winston,
1981.
Sogiyono.
Statistika untuk Penelitian. Alfabeta, Bandung, 2009.
Metode Penelitian
Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, Alfabeta, Bandung,
2011.
Susan Stainback;
William Stainback; Understanding & Conducting Qualitative Research;
Kendall/Hunt Publishing Company; Dubuque, Iowa; 1988.
Sutrisno Hadi. Metodologi Research, Jilid 1, 2, UGM, 1986.
Statistik, Jilid 2, 3,
UGM, 1986.
Abdul Muthalib, Metode
Penelitian Pendidikan Islam, Banjarmasin: Antasari Press
Arikunto, Suharsimi.
Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Edisi Revisi V. Jakarta: PT.
Rineka Cipta, 2006.
Kunandar, S.Pd.,M.Si,
Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Mahsun, Metode
Penelitian Bahasa, Jakarta: PT. Raja Grafindo Pesada
Moleong J. Lexy. 2002.
Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya Offset.
Moleong, Lexy J. Metodologi
Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006.
Muhadjir, Noeng.
Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi III. Yogyakarta: Rake Sarasin, 1998.
Sukmadinata
Syaodih Nana. 2011. Metode Penelitan Pendidikan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Offset.
Suprayogo, Imam dan
Tobroni. Metodologi Penelitian Sosial-Agama. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2003
Nazir, Moh.2003. Metode
Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta
Saebani, Beni Ahmad.
2008. Metode Penelitian. Pustaka Setia. Bandung
Sudjana, Nana. Proposal
Penelitian di Perguruan Tinggi. Sinar Baru Algensindo. Bandung
Sudjana, Nana &
Ibrahim. 2009. Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Sinar Baru Algensindo.
Bandung
Suryana, Yana &
Tedi Priatna. 2009. Metode Penelitian Pendidikan. Azkia Pustaka Utama. Bandung
Sugiyono. 2012. Metode
Penelitian. Alfabeta. Bandung