Saturday, 23 April 2016

Teknik Pemeriksaan IVP pada Pediatric

TEKNIK PEMERIKSAAN RADIOGRAFI INTRA VENOUS PYELOGRAPHY(IVP) PADA PEDIATRIK


Teknik pemeriksaan radiografi Intra Venous Pyelography (IVP) atau bisa juga disebut Intra Venous Urography (IVU) merupakan pemeriksaan traktus urinarius dengan menggunakan media kontras positif yang dimasukkan kedalam intra vena dengan tujuan untuk melihat anatomi, fisiologi maupun kelainan-kelainan pada traktus urinarius tersebut. Untuk prosedur pemeriksaan Intra Venous Pyelography (IVP) pada pasien pediatrik berbeda dengan prosedur Intra Venous Pyelography (IVP) pada pasien dewasa. Secara anatomis, struktur tubuh, maupun mental pasien pediatrik dan pasien dewasa sangat berbeda oleh karena itu pada pemeriksaan Intra Venous Pyelography (IVP) pediatrik ini perlu perhatian dan pemahaman khusus.
Prosedur Pemeriksaan Intra Venous Pyelografi pada pasien pediatrik adalah sebagai berikut.
A.     Persiapan Pasien
1.        Sebelum dilakukanya pemeriksaan pasien pediatrik dianjurkan untuk minum banyak air dan jus buah agar pasien mengalami hidrasi tujuannya untuk memperlambat penyerapan media kontras oleh ginjal. Pada pasien pediatrik fungsi dari penyerapan ginjal lebih cepat dibandingkan pada pasien dewasa.
2.        Empat jam sebelum pemeriksaan pasien pediatrik diberi makanan dengan serat rendah. Agar gambaran faeses pada daerah collon tidak mengganggu gambaran dari tractus urinarius.
3.        Pada pasien pediatrik tidak memerlukan obat pencahar. Tujuannya yaitu agar tidak menyakiti pasien karena pasien adalah anak-anak.

B.   Persiapan Alat
Alat-alat yang harus dipersiapkan dalam pemeriksaan Intra Venous Pyelography ini antara lain :
1.        Pesawat Sinar-X
2.        Spuit : 1, 5, 10, 20, dan 50 cc
3.        Wing needles : 19, 23, 25, 27, G
4.        Tourniquet
5.        Sarung tangan
6.        Masker
7.        Kasa alkohol
8.        Tabung Oksigen
9.        Obat alergi
10.    Band-Aid

Description: https://bocahradiography.files.wordpress.com/2012/05/alat-dan-bahan-untuk-pemeriksaan-intra-venous-pyelography-ivp.jpg?w=355&h=251


C.   Persiapan Bahan
       Bahan-bahan yang diperlukan adalah media kontras positif. Media kontras yang digunakan dalam pemeriksaan Intra Venous Pyelography Pediatrik ini yaitu media kontras yang memiliki osmolalitas rendah dan non ionik seperti ioversol, dan iopamidol. Akan tetapi oriohexal lebih disukai meskipun kemungkinan reaksi alergi lebih sering terjadi pada anak-anak, tapi reaksi alergi tersebut cenderung ringan.
       Reaksi-reaksi alergi yang mungkin terjadi pada pasien dengan alergi media kontras antara lain :
1.        Kehangatan dan kemerahan pada kulit
2.        Mual
3.        Gatal-gatal
4.        Sesak nafas, dan
5.        Bisa terjadi serangan jantung.

D.   Prosedur Pemeriksaan
       Pemeriksaan Intra Venous Pyelography pada pasien pediatrik, eksposinya dilakukan lebih sedikit dari pada pemeriksaan Intra Venous Pyelography pada pasien dewasa. Dalam beberapa kasus untuk evaluasi ginjal dapat dilakukan dengan USG untuk menghindari radiasi yang berlebih.
      
       Prosedur pemeriksaan Intra Venous Pyelography pada pasien pediatrik adalah sebagai berikut :
1.        Proyeksi Anteroposterior (AP) supine Abdomen dilakukan untuk plain foto.
2.        Proyeksi Anteroposterior (AP) supine Abdomen pasca dilakukannya injeksi media kontras:
A. 3 Menit dengan posisi Anteroposterior (AP) supine abdomen
       B.15 Menit dengan posisi supine atau prone abdomen
       Kaset yang digunakan sesuai besar tubuh pasien. Untuk proteksi radiasi pakaikan shield gonad atau ovarium shield pada pasien.
       Setelah pemeriksaan selesai dilakukan anak di anjurkan untuk banyak minum dan makan makanan yang bergizi tinggi


Rumusan Masalah, Hipotesis, dan Variabel dalam Penelitian

BAB I
PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang
Setiap penelitian yang akan dimulai pastilah membutuhkan sebuah rangsangan pikiran yang akan dilakukan peneliti. Jika tidak, si peneliti pastinya akan mengalami kesulitan untuk memulainya.  Penelitian terbagi menjadi dua bagian,yaitu penelitian kualitatif dan kuantitatif.
Penelitian juga memiliki objek – objek yang berbeda , tergantung pada topic dan tema yang diteliti. Apakah itu berkaitan dengan ilmu soaila atau ilmu pasti. Oleh karena itulah diperlukan sebuah pemikiran dasar yang akan menjadi kerangka penelitian,tipe penelitian seperti apa yang akan kita lakukan,metode penelitian apa yang akan digunakan,variable penelitian seperti apa yang akan kita lakukan.
Penelitian merupakan suatu kegiatan untuk mencari jawaban dari sebuah persoalan melalui pengumpulan data berdasarkan hasil analisa dalam proses penelitian. Penelitian dipandang sebagai upaya menjawab pemasalahan secara sistematik dengan metode-metode tertentu melalui pengmpulan data empiris, mengolah, dan menarik kesimpulan atas jawaban suatu masalah.
Penelitian merupakan salah satu unsur penting dalam kehidupan. Dengan dilakukan penelitian maka dihasilkan berbagai macam ilmu pengetahuan yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Untuk melakukan penelitian maka harus dilewati berbagai tahapan. Hal ini sesuai dengan pengertian penelitian ilmiah itu sendiri yakni menjawab masalah berdasarkan metode yang sistematis. hal penting yang dilakukan terutama dalam penelitian adalah perumusan masalah, perumusan Hipotesis, serta menentukan Variabel penelitian.
Hipotesis merupakan elemen penting dalam penelitian kuantitatif. Terdapat tiga alasan utama yang mendukung pandangan ini, di antaranya: Pertama, Hipotesis dapat dikatakan sebagai piranti kerja teori. Hipotesis ini dapat dilihat dari teori yang digunakan untuk menjelaskan permasalahan yang akan diteliti. Misalnya, sebab dan akibat dari konflik dapat dijelaskan melalui teori mengenai konflik. Kedua, Hipotesis dapat diuji dan ditunjukkan kemungkinan benar atau tidak benar atau difalsifikasi. Ketiga, hipotesis adalah alat yang besar dayanya untuk memajukan pengetahuan karena membuat ilmuwan dapat keluar dari dirinya sendiri. Artinya, hipotesis disusun dan diuji untuk menunjukkan benar atau salahnya dengan cara terbebas dari nilai dan pendapat peneliti yang menyusun dan mengujinya.
Pemecahan masalah yang dirumuskan dalam penelitian sangat berguna untuk mengatasi kebingungan kita akan suatu hal, untuk memisahkan kemenduaan, untuk mengatasi rintangan atau untuk menutup celah antara kegiatan atau fenomena. Karenanya peneliti harus memilih suatu masalah bagi penelitiannya, dan merumuskannya untuk memperoleh jawaban terhadap maslaah tersebut. Perumusan masalah merupakan hulu dari penelitian, dan merupakan langkah yang penting dan pekerjaan yang sulit dalam penelitian ilmiah.
Variabel Penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya. Variabel ini menjadi sangat penting karena tidak mungkin peneliti melakukan penelitian tanpa adanya variabel. Namun terkadang banyak hal juga yang menyebabkan kita lupa mengenai apa dan seperti apa variabel  serta apa saja jenis variabel dalam penelitian itu. Banyak hal yang menjadi pertanyaan dan itulah sebabnya mengupas dengan benar variabel akan menjadi suatu hal yang sangat penting.

1.2       Rumusan Masalah
1.    Apa Itu Rumusan Masalah dalam penelitian ?
2.    Apa Itu Hipotesis dalam penelitian ?
3.    Apa Itu Variabel dalam penelitian ?

1.3       Tujuan Penulisan
1.    Untuk Mengetahui dan mempelajari mengenai Rumusan Masalah dalam penelitian.
2.    Untuk mengetahui dan mempelajari mengenai Hipotesis dalam penelitian.
3.    Untuk mengetahui dan mempelajari mengenai Variabel dalam penelitian.

1.4       Manfaat Penulisan
Mengacu pada masalah dan tujuannya, karya ilmiah ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1.    Sebagai sarana untuk menambah dan menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh di kampus Atro Bali khusunya mengenai Rumusan masalah, Hipotesis, dan Variabel dalam penelitian.
2.    Sebagai bahan masukan dan refrensi bagi mahasiswa Atro Bali yang tertarik pada topik mengenai Rumusan masalah, Hipotesis, dan Variabel dalam penelitian.





BAB II
PEMBAHASAN

2.1       Rumusan Masalah dalam Penelitian
2.2.1   Definisi
Perumusan masalah atau research questions atau disebut juga sebagai research problem, diartikan sebagai suatu rumusan yang mempertanyakan suatu fenomena, baik dalam kedudukannya sebagai fenomena mandiri, maupun dalam kedudukannya sebagai fenomena yang saling terkait di antara fenomena yang satu dengan yang lainnya, baik sebagai penyebab maupun sebagai akibat.
Ada beberapa para ahli mendefinisikan tentang perumusan masalah, diantaranya:
1.      Menurut Pariata Westra (1981:263) bahwa “Suatu masalah yang terjadi apabila seseorang berusaha mencoba suatu tujuan atau percobaannya yang pertama untuk mencapai tujuan itu hingga berhasil.”
2.      Menurut Sutrisno Hadi (1973:3) “Masalah adalah kejadian yang menimbulkan pertanyaan kenapa dan kenapa”.
Perumusan masalah merupakan salah satu tahap di antara sejumlah tahap penelitian yang memiliki kedudukan yang sangat penting dalam kegiatan penelitian. Tanpa perumusan masalah, suatu kegiatan penelitian akan menjadi sia-sia dan bahkan tidak akan membuahkan hasil apa-apa.
Perumusan masalah atau research questions atau disebut juga sebagai research problem, diartikan sebagai suatu rumusan yang mempertanyakan suatu fenomena, baik dalam kedudukannya sebagai fenomena mandiri, maupun dalam kedudukannya sebagai fenomena yang saling terkait di antara fenomena yang satu dengan yang lainnya, baik sebagai penyebab maupun sebagai akibat.
Rumusan masalah itu merupakan suatu pertanyaan yang akan dicarikan jawabannya melalui pengumpulan data bentuk-bentuk rumusan masalah penelitian ini berdasarkan penelitian menurut tingkat eksplanasi.
Rumusan masalah ini pada hakikatnya adalah deskriptip tentang ruang lingkup masalah, pembatasan dimensi dan analisis variabel yang tercakup didalamnya. Dengan demikian rumusan masalah tersebut sekaligus menunjukkan fokus pengamatan di dalam proses penelitian nantinya.
Bentuk masalah dapat dikelompokkan kedalam bentuk masalah deskriptif, komparatif, asosiatif
1.      Rumusan Masalah Deskriptif
Rumusan masalah deskriptif adalah suatu rumusan masalah yang berkenaan dengan pertanyaan terhadap keberadaan variabel mandiri, baik hanya pada satu variabel atau lebih.
2.      Rumusan Masalah Komparatif
Rumusan masalah komparatif adalah rumusan masalah penelitian yang membandingkan keberadaan satu variabel atau lebih pada dua atau lebih sampel yang berbeda, atau pada waktu yang berbeda.
3.      Rumusan Masalah Asosiatif
Rumusan masalah asosiatif adalah rumusan masalah penelitian yang bersifat menanyakan hubungan antara dua variabel atau lebih.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam perumusan masalah yaitu:
1.      Dirumuskan secara jelas
2.      Menggunakan kalimat tanya dengan mengajukan alternaatif tindakan yang akan dilakukan
3.      Dapat diuji secara empiris
4.      Menggandung deskripsi tentang kenyataan yang ada dan keadaan yang diinginkan
5.      Disusun dalam bahasa yang jelas dan singkat
6.      Jelas cangkupannya
7.      Memungkinkan untuk dijawab dengan mempergunakan metode atau teknik tertentu.
Bagian rumusan masalah berisi tentang masalah-masalah yang hendak dipecahkan melalui penelitian. Tentunya masalah-masalah yang dihasilkan itu tidak lepas dari latar belakang masalah yang dikemukakan pada bagian pendahuluan.
Perumusan masalah memiliki fungsi sebagai berikut yaitu :
1.      sebagai pendorong suatu kegiatan penelitian menjadi diadakan atau dengan kata lain berfungsi sebagai penyebab kegiatan penelitian itu menjadi ada dan dapat dilakukan.
2.      sebagai pedoman, penentu arah atau fokus dari suatu penelitian. Perumusan masalah ini tidak berharga mati, akan tetapi dapat berkembang dan berubah setelah peneliti sampai di lapangan.
3.      sebagai penentu jenis data macam apa yang perlu dan harus dikumpulkan oleh peneliti, serta jenis data apa yang tidak perlu dan harus disisihkan oleh peneliti. Keputusan memilih data mana yang perlu dan data mana yang tidak perlu dapat dilakukan peneliti, karena melalui perumusan masalah peneliti menjadi tahu mengenai data yang bagaimana yang relevan dan data yang bagaimana yang tidak relevan bagi kegiatan penelitiannya.
4.      dengan adanya perumusan masalah penelitian, maka para peneliti menjadi dapat dipermudah di dalam menentukan siapa yang akan menjadi populasi dan sampel penelitian.
2.2.2   Manfaat Rumusan Masalah
Perumusan masalah memiliki fungsi sebagai berikut yaitu Fungsi pertama adalah sebagai pendorong suatu kegiatan penelitian menjadi diadakan atau dengan kata lain berfungsi sebagai penyebab kegiatan penelitian itu menjadi ada dan dapat dilakukan. Fungsi kedua, adalah sebagai pedoman, penentu arah atau fokus dari suatu penelitian. Perumusan masalah ini tidak berharga mati, akan tetapi dapat berkembang dan berubah setelah peneliti sampai di lapangan. Fungsi ketiga dari perumusan masalah, adalah sebagai penentu jenis data macam apa yang perlu dan harus dikumpulkan oleh peneliti, serta jenis data apa yang tidak perlu dan harus disisihkan oleh peneliti. Keputusan memilih data mana yang perlu dan data mana yang tidak perlu dapat dilakukan peneliti, karena melalui perumusan masalah peneliti menjadi tahu mengenai data yang bagaimana yang relevan dan data yang bagaimana yang tidak relevan bagi kegiatan penelitiannya. Sedangkan fungsi keempat dari suatu perumusan masalah adalah dengan adanya perumusan masalah penelitian, maka para peneliti menjadi dapat dipermudah di dalam menentukan siapa yang akan menjadi populasi dan sampel penelitian.
Kegiatan penelitian yang menggunakan tenaga, waktu dan biaya yang tidak sedikit semestinya dapat menghasilkan manfaat. Penelitian harus dilaksanakan dengan tujuan memberikan sumbangsih bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan peningkatan efektivitas kerja.
2.2.3   Kriteria Perumusan Masalah
Ada setidak-tidaknya tiga kriteria yang diharapkan dapat dipenuhi dalam perumusan masalah penelitian yaitu ;
1.      Kriteria pertama dari suatu perumusan masalah adalah berwujud kalimat tanya atau yang bersifat kalimat interogatif, baik pertanyaan yang memerlukan jawaban deskriptif, maupun pertanyaan yang memerlukan jawaban eksplanatoris, yaitu yang menghubungkan dua atau lebih fenomena atau gejala di dalam kehidupan manusaia.
2.      Kriteria Kedua dari suatu masalah penelitian adalah bermanfaat atau berhubungan dengan upaya pembentukan dan perkembangan teori, dalam arti pemecahannya secara jelas, diharapkan akan dapat memberikan sumbangan teoritik yang berarti, baik sebagai pencipta teori-teori baru maupun sebagai pengembangan teori-teori yang sudah ada.
3.      Kriteria ketiga, adalah bahwa suatu perumusan masalah yang baik, juga hendaknya dirumuskan di dalam konteks kebijakan pragmatis yang sedang aktual, sehingga pemecahannya menawarkan implikasi kebijakan yang relevan pula, dan dapat diterapkan secara nyata bagi proses pemecahan masalah bagi kehidupan manusia.
2.2.4   Ciri-Ciri Perumusan Masalah
Dalam penelitian diperlukan sebuah masalah yang baik. Terdapat beberapa ciri masalah yang baik yaitu Mempunyai Nilai Penelitian, maksudnya adalah Dalam sebuah penelitian, masalah yang sedang diteliti hendaknya mempunyai nilai penelitian. Dikatakan mempunyai nilai penelitian apabila masalah yang akan diteliti pada akhir penelitian dapat memberikan manfaat dalam sebuah bidang ilmu tertentu atau dapat digunakan untuk keperluan yang lain. Dalam memilih masalah yang baik peneliti harus memperhatikan beberapa hal berikut:
1.      Masalah harus mempunyai keaslian
Sebuah masalah yang akan diteliti hendaknya adalah masalah yang up to date. Maksudnya adalah masalah yang diteliti belum pernah diteliti sebelumnya oleh peneliti lain. Masalah juga harus mempunyai nilai ilmiah atau  aplikasi ilmiah, sehingga penelitian akan semakin berkualitas. Selain itu, masalah yang diteliti boleh jadi adalah masalah-masalah yang terlewatkan dari perhatian masyarakat selama ini atau bias juga masalah yang akan memunculkan sebuah teori baru.
2.      Masalah harus menyatakan suatu hubungan
Masalah yang baik adalah masalah yang menyatakan sebuah hubungan antara variabel-variabel tertentu yang saling berkaitan. Hal ini perlu diperhatikan agar penelitian yang dilakukan lebih bermakna. Biasanya variabel-variabel yang dipakai untuk mewakili unsur-unsur yang ada dalam penelitian dilambangkan dengan huruf X, Y, dan Z.
3.      Masalah harus merupakan hal yang penting
Masalah yang diteliti haruslah merupakan hal yang penting dan bukan masalah yang sepele untuk diteliti. Karena diharapkan hasil akhir dari penelitian adalah sebuah fakta dan kesimpulan yang dapat bermanfaat di sebuah bidang tertentu dan dapat diterbitkan di jurnal ilmu pengetahuan. Tidak hanya itu, hasil penelitian juga dapat menjadi bahan referensi dalam menyusun buku-buku teks.
4.      Masalah harus dapat diuji
Seorang peneliti harus pandai dalam memilih masalah yang akan diteliti. Masalah yang akan diteliti hendaknya adalah  masalah yang dapat diuji. Sebaiknya masalah yang dipilih adalah masalah yang dapat memberikan implikasi untuk dilakukan uji empirisnya. Hal ini dimaksudkan agar penelitian agar penelitian dapat dilihat secara jelas hubungan antar variabel yang saling berkaitan dalam masalah yang sedang diteliti dan dapat tentu saja dapat diukur.
5.      Masalah harus dapat dinyatakan dalam bentuk pertanyaan
Masalah yang menarik adalah masalah yang dapat menimbulkan pertanyaan. Tapi peneliti juga harus dapat menggambarkan masalah yang sedang diteliti dengan jelas, sehingga tidak membingungkan orang yang membacanya dan dapat dilakukan uji untuk menyatakan jawaban dan kebenarannya.
6.      Mempunyai fisibilitas
Masalah yang baik adalah masalah yang mempunyai fisibilitas, yaitu masalah tersebut harus mempunyai nilai pemecahan dan dapat dipecahkan. Hal ini dimaksudkan agar penelitian dapat berguna dan tidak sia-sia. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan peneliti, yaitu:
A.    Data serta metode untuk memecahkan masalah harus tersedia. Peneliti haruslah memperhatikan ketersediaan data dan metode terhadap masalah yang akan diteliti. Hal ini sangatlah penting, karena digunakan untuk memecahkan masalah. Data dan metode yang akan digunakan hendaknya sudah memiliki standard an ukuran yang jelas, sehingga dapat diukur dan akan menghasilkan sebuah pemecahan yang dapat akurat.
B.     Biaya untuk memecahkan masalah, secara relatif harus dalam batas-batas kemampuan. Biaya adalah faktor yang diboleh dilupakan oleh seorang peneliti pada saat akan melakukan penelitian. Seorang peneliti harus bisa memperkirakan biaya yang akan dikeluarkannya dalam penelitian. Biaya yang terlalu besar dalam penelitian akan dapat memberatkan peneliti dan dianggap kurang fleksibel.
C.     Waktu untuk memecahkan masalah harus wajar. Seorang peneliti harus dapat memperkirakan waktu yang akan digunakan dalam penelitiannya. Sebuah penelitian yang baik adalah penelitian yang tidak memakan waktu yang terlalu lama karena akan tidak efektif.
D.    Biaya dan hasil harus seimbang. Penelitian yang baik adalah penelitian yang antara hasil yang diperoleh dengan biaya memiliki porsi yang seimbang. Hal ini penting karena penelitian harus tetap memperhitungkan efisiensi di dalammya.
E.     Administrasi dan sponsor yang kuat. Masalah yang akan diteliti haruslah memiliki administrasi dan sponsor yang kuat. Hal ini cukup penting karena penelitian tidak dapat dilakukan tanpa adanya bantuan dari siapa pun dan seorang pembimbing.
F.      Tidak bertentangan dengan hukum dan adat. Masalah yang dipilih untuk diteliti hendaknya tidak bertentangan dengan hukum dan adat yang berlaku di masyarakat. Hal ini perlu diperhatikan oleh peneliti karena akan berpengaruh pada keberlangsungan proses penelitian.
G.    Equipment dan kondisi harus memungkinkan. Seorang peneliti harus memperhatikan kondisi pada saat akan melakukan penelitian. Penelitian hendaknya dilakukan pada saat kondisi yang sedang kondusif agar dapat berjalan lancar. Tidak hanya itu, peralatan yang dibutuhkan pada saat penelitian juga harus diperhatikan. Sebaiknya penelitian menggunakan alat-alat yang mudah ditemukan dan diperoleh.
7.      Sesuai Dengan Kualifikasi Peneliti
Masalah yang akan diteliti hendaknya dalah masalah yang nantinya akan dapat dipecahkan oleh peneliti. Mengapa demikian, karena agar penelitian yang telah dilakukan tidak terhenti di tengah proses pengerjaan karena ketidakmampuan seorang peneliti untuk memecahkan masalah yang sedang diteliti sehingga akan sia-sia. Untuk itu, peneliti harus memperhatikan beberapa hal berikut:
A.    Menarik bagi peneliti
Masalah yang diteliti hendaknya menarik bagi peneliti. Hal ini penting agar peneliti merasa tertantang untuk melakukan penelitian dan berusaha untuk memecahkannya. Sehingga penelitian dapat segera diselesaikan.
B.     Masalah harus sesuai dengan kualifikasi peneliti
Masalah yang diteliti harus sesuai dengan kualifikasi peneliti. Pertimbangan ini penting karena akan berpengaruh pada kelancaran dan hasil penelitian. Karena jika peneliti tidak cukup kompeten dalam bidang masalah yang sedang diteliti, maka hasil yang diteliti tidak akan akurat.
2.2.5   Pembatasan Masalah
Masalah adalah lebih dari sekedar pertanyaan, dan jelas berbeda dengan tujuan. Pertanyaan, lebih lanjut harus dirumuskan dan dibatasi secara spesifik agar tidak menimbulkan kebingungan dalam mengetahui dengan jelas keterangan dan data apa sebenarnya yang harus dikumpulkan serta kesimpulan apa yang pada akhirnya dapat diambil pada hasil penelitian. Masalah penelitian dapat berasal dari berbagai sumber. Dalam hal ini tentu peneliti terlebih dahulu harus melukiskan masalah seluas mungkin yang dapat dijangkau oleh pikirannya berdasarkan realitas yang ditemukannya. Namun, karena keterbatasan kemampuan, baik pengetahuan, waktu, tenaga, biaya dan fasilitas lainnya, maka peneliti harus membatasi masalahnya.
Masalah dalam penelitian dapat dibatasi dengan bertumpu pada sesuatu fokus. Masalah adalah suatu keadaan yang bersumber dari hubungan antara dua faktor atau lebih yang menghasilkan situasi yang menimbulkan tanda-tanya dan dengan sendirinya memerlukan upaya untuk mencari sesuatu jawaban. Faktor yang berhubungan tersebut dalam hal ini mungkin berupa konsep, data empiris, pengalaman, atau unsur lainnya. Jika kedua faktor itu diletakkan secara berpasangan akan menghasilkan sejumlah tanda-tanya, kesukaran yaitu sesuatu yang tidak dipahami atau tidak dapat dijelaskan pada waktu itu. Sebagai contoh: fokus penelitiannya adalah ketidakdisiplinan pegawai. Untuk menelaah penyebabnya peneliti mungkin ingin menelaahnya dari sisi kepemimpinan atasan, tingkat kesejahteraan, lingkungan kerja yang tidak kondusif. Faktor-faktor tersebut dapatlah dikaitkan untuk menjajaki penyebab terjadinya ketidakdisiplinan pegawai. Dengan demikian masalah penelitiannya menjadi sebagai berikut: Apakah ada kaitan antara kepemimpinan atasan dengan dengan ketidakdisiplinan pegawai?, Bagaimanakah pengaruh tingkat kesejahteraan, apakah hal ini menjadi sumber penyebab ketidakdisiplinan pegawai?, Apakah lingkungan kerja yang tidak kondusif ada kaitannya dengan etos kerja yang menyebabkan ketidakdisiplinan pegawai?
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah faktor-faktor tersebut haruslah dapat diukur dan dimanage (measurable and managable). Agar dapat diukur maka faktor-faktor tersebut harus konseptual, artinya faktor tersebut harus didukung oleh teori-teori sehingga akan lebih mudah mengukurnya karena indikator-indikatornya jelas dideskripsikan dalam teori-teori yang relevan. Faktor-faktor dapat di-manage artinya data dengan mudah dapat dikumpulkan dan tersedianya atau bersedianya responden sebagai unit analisis untuk mengisi instrumen penelitian.
Ada dua maksud tertentu yang ingin dicapai dalam merumuskan masalah penelitian dengan jalan memaanfaatkan fokus. Pertama, penetapan fokus dapat membatasi masalah. Jadi, dalam hal ini fokus akan membatasi bidang inquiri. Jika peneliti membatasi diri dengan upaya menemukan teori dari dasar, maka lapangan penelitian lainnya tidak akan dimanfaatkan lagi. Pada contoh tersebut diatas, jelas bahwa subjek penelitian adalah pegawai. Jadi, peneliti tidak perlu kesana kemari untuk mencari subjek penelitian, karena dengan sendirinya telah dibatasi oleh fokusnya. Kedua, penetapan fokus itu berfungsi untuk memenuhi kriteria iklusi-eksklusi atau kriteri masuk-keluar (inclusion-exlusion criteria) suatu informasi yang baru diperoleh dilapangan. Dengan bimbingan dan arahan suatu fokus seorang peneliti tahu persis data mana dan data tentang apa yang perlu dikumpulkan dan data mana pula, yang walaupun mungkin menarik, karena tidak terlalu relevan, tidak perlu lagi dimasukkan kedalam sejumlah data yang sedang dikumpulkan.
2.2.6   Model Perumusan Masalah
Berdasarkan level of explanation suatu gejala, Loncoln dan Guba sebagaimana yang dikutip Muhadjir, membagi model rumusan masalah secara umum dalam tiga bentuk rumusan masalah, yaitu rumusan masalah deskriptif, komparatif dan assosiatif.
1.      Rumusan masalah deskriptif
Merupakan suatu rumusan masalah yang memandu peneliti untuk mengeksplorasi dan atau memotret situasi sosial yang akan diteliti secara menyeluruh, luas dan mendalam.
2.      Rumusan masalah komparatif
Merupakan rumusan masalah yang memandu peneliti untuk membandingkan antara konteks sosial atau domain satu dibandingkan dengan yang lain.
3.      Rumusan masalah assosiatif
Merupakan hubungan rumusan masalah yang memandu peneliti untuk mengkonstruksi hubungan antara situasi sosial atau domain satu dengan yang lainnya. Rumusan masalah assosiatif dibagi menjadi tiga yaitu, hubungan simetris, kausal dan reciprocal atau interaktif. Hubungan kausal adalah hubungan yang bersifat sebab akibat. Selanjutnya hubungan interaktif adalah hubungan yang saling mempengaruhi. Dalam penelitian kualitatif hubungan yang diamati atau ditemukan adalah hubungan yang bersifat reciprocal atau interaktif.
Dalam penelitian kuantitatif, ketiga rumusan masalah tersebut terkait dengan variable penelitian, sehingga rumusan masalah penelitian sangat spesifik, dan akan digunakan sebagai panduan bagi peneliti untuk menentukan landasan teori, hipotesis, insrumen, dan teknik analisis data. Oleh karena itu, rumusan masalah yang merupakan fokus penelitian masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah peneliti masuk lapangan atau situasi sosial tertentu. Namun demikian, setiap peneliti baik peneliti kuantitatif mau pun kualitatif tetap harus membuat rumusan masalah. Pertanyaan penelitian kualitatif di rumuskan dengan maksud untuk memahami gejala yang kompleks dalam kaitannya dengan aspek-aspek lain (in context). Peneliti yang meggunakan pendekatan kualitatif, pada tahap awal penelitiannya akan mengembangkan fokus penelitian sambil mengumpulkan data. Proses seperti ini disebut “emergent design”. Namun yang jelas, tidak ada keseragaman model rumusan masalah dalam penyajian, karena para peneliti berasal dari berbagai macam disiplin ilmu dengan beragam latar belakang metodologi penelitian.
2.2.7   Analisis Perumusan Masalah
Ada enam patokan dalam melakukan analisi perumusan masalah yaitu :
1.      Apakah rumusan masalah tesebut telah menghubungkan dua atau lebih faktor? Jika ya, apakah dirumuskan secara proporsional ataukah dalam bentuk diskusi atau gabungan kedua-duanya?
2.      Apakah rumusan masalah itu dipisahkan dari tujuan penelitian? Jika ya, apakah hanya terdapat rumusan masalah atau dicampuradukkan dengan memtode penelitian? Jika disatukan dengan tujuan penelitian, apakah masalah dipandang sama dengan tujuan penelitian ataukah tujuan penelitian dimaksudkan untuk memecahkan masalah? Apakah rumusan masalah yang disatukan dengan tujuan penelitian, pada “masalah penelitian” dibahas juga metode penelitianya?
3.      Apakah uraianya dalam bentuk deskriptif saja atau deskriptif disertai pertanyaan penelitian, ataukah dalam bentuk pertanyaan penelitian saja?
4.      Apakah uraian masalah dipaparkan secara khusus sehingga telah dapat memenuhi criteria “inklusi-ekslusi” ataukah masih demikian umumnya sehingga criteria itu tidak terpenuhi?
5.      Apakah kata “hipotesis kerja” dinyatakan secara eksplisit berkaitan dengan masalah penelitian? Ataukah hanya dinyatakan secara implicit?
6.      Apakah secara tegas pembatasan studi dinyatakan dengan istilah ”fokus” secara eksplist atau tidak, dan apakah fokus itu merupakan masalah?


2.2.8   Prinsip-Prinsip Perumusan Masalah
1.      Prinsip Yang Berkaitan Dengan Teori Dari Dasar
Peneliti hendaknya senantiasa menyadari bahwa perumusan masalah dalam penelitiannya didasarkan atas upaya menemukan teori dari-dasar sebagai acuan utama. Dengan hal itu berarti bahwa masalah sebenarnya terletak dan berada di tengah-tengah kenyataan, atau faktam atau fenomena.
2.      Prinsip Yang Berkaitan Dengan Maksud Perumusan Masalah
Pada dasarnya inti hakikat penelitian kualitatif terletak pada upaya penemuan dan penyusunan teori baru.
3.      Prinsip Hubungan Faktor
Fakus atau masalah merupakan rumusan yang terdiri atas dua atau lebih faktor yang menghasilkan kebingungan. Faktor-faktor itu dapat berupa konsep, peristiwa, pengalaman, atau fenomena. Definisi tersebut mengarah pada tiga aturan tertentu yang perlu dipertimbangkan oleh peneliti pada waktu merumuskan maslah, yaitu :
A.    Adanya dua atau lebih factor
B.     Faktor-faktor itu dihubungkan dalam suatu hubungan yang logis atau bermakna, dan
C.     Hasil pekerjaan menghubungkan tadi berupa suatu keadaan yang membingungkan, suatu keadaan berupa tanda tanya, yang memerlukan pemecahan atau untuk menjawab.
4.      Fokus Sebagai Wahana Untuk Membatasi Studi
Penelitian kualitatif bersifat terbuka, artinya tidak mengharuskan peneliti menganut suatu orientasi teori tertentu. Dalam penelitian kualiatatif, pilihan subjektif peneliti dihormati dan dihargai. Pilihan itu bisa didasarkan pada paradigma ilmiah atau alamiah.
5.      Prinsip Yang Berkaitan Dengan Kriteria Inklusi-Ekslusi
Perumusan masalah yang baik adalah yang dilakukan sebelum terjun kelapangan dan yang mungkin disempurnakan pada awal ia terjun kelapangan akan membatasi peneliti guna memilih data mana yang relevan dan mana pula yang tidak.
6.      Prinsip Berkaitan Dengan Bentuk dan Cara Perumusan Masalah
Ada tiga bentuk perumusan masalah, yaitu :
A.    Secara diskusi, yakni yang disajikan secara diskriptif tanpa pertanyaan-pertanyaan peneliti.
B.     Secara proporsisional, yakni secara langsung menghubungkan faktor-faktor dalam hubungan logis dan bermakna; dalam hal ini ada yang disajikan dalam bentuk uraian atau deskriptif dan ada pula yang langsung dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan peneliti.
C.     Secara gabungan, yakni terlebih dahulu disajikan dalam bentuk diskusi, kemudian ditegaskan lagi dalam bentuk proposisioanal.
7.      Prinsip Sehubungan Dengan Posisi Perumusan Masalah
Yang dimaksud dengan posisi di sini tidak lain adalah kedudukan unsur rumusan maslah di antara unsur-unsur penelitian lainnya. Unsur-unsur penelitian lainnya yang erat kaitannya dengan perumusan masalah adalah “latar belakang masalah”, “tujuan’, dan “metode penelitian”.
8.      Prinsip Yang Berkaitan Dengan Hasil Kajian Kepustakaan
Pada dasarnya perumusan masalah itu tidak dapat dipisahkan dari hasil kajian kepustakaan yang berkaitan.

2.2       Hipotesis dalam Penelitian
2.3.1   Definisi
Hipotesis berasal dari dua penggal kata, hypo=di bawah; thesa=kebenaran. Jadi hipotesis secara etimologis artinya kebenaran yang masih diragukan. Hipotesis dapat diartika sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti kebenarannya melalui data yang terkumpul.
Pengertian Hipotesis Penelitian Menurut Sugiyono (2009: 96), hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk pertanyaan. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori. Hipotesis dirumuskan atas dasar kerangka pikir yang merupakan jawaban sementara atas masalah yang dirumuskan.
Hipotesis merupakan salah satu unsur teori yang didapat melalui analisis perbandingan. Analisis perbandingan antara kelompok tidak hanya menganalisis kategori, tetapi mempercepat adanya hubungan yang disimpulkan antara kelompok tersebut, dan hal itu dinamakan hipotesis kerja. Yang perlu ditekankan di sini ialah bahwa status hipotesis kerja ialah sesuatu yang disarankan, bahkan sesuatu yang diuji di antara hubungan kategori dan kawasannya. Perlu pula dikemukakan bahwa hipotesis kerja senantiasa diverifikasi sepanjang penelitian itu berlangsung.
Menurut Nana Sudjana, hipotesis berasal dari kata hipo, artinya bawah dan tesis, artinya pendapat. Hipotesis berarti pendapat yang kebenarannya masih belum meyakinkan. Kebenaran pendapat tersebut perlu diuji atau dibuktikan.
Contohnya adalah Apabila terlihat awan hitam dan langit menjadi pekat, maka seseorang dapat saja menyimpulkan (menduga-duga) berdasarkan pengalamannya bahwa (karena langit mendung, maka…) sebentar lagi hujan akan turun. Apabila ternyata beberapa saat kemudian hujan benar turun, maka dugaan terbukti benar. Secara ilmiah, dugaan ini disebut hipotesis. Namun apabila ternyata tidak turun hujan, maka hipotesisnya dinyatakan keliru.
Ketika berfikir untuk sehari-hari, orang sering menyebut hipotesis sebagai sebuah anggapan, perkiraan, dugaan, dan sebagainya. Hipotesis juga berarti sebuah pernyataan atau proposisiyang mengatakan bahwa diantara sejumlah fakta ada hubungantertentu Proposisi inilah yang akan membentuk proses terbentuknya sebuah hipotesis di dalam penelitian, salah satu diantaranya yaituPenelitian sosial.
Proses pembentukan hipotesis merupakan sebuah proses penalaran, yang melalui tahap-tahap tertentu. Hal demikian juga terjadi dalam pembuatan hipotesis ilmiah, yang dilakukan dengan sadar, teliti, dan terarah. Sehingga dapat dikatakan bahwa sebuah Hipotesis merupakan satu tipe proposisi yang langsung dapat diuji.
2.3.2   Karakteristik Hipotesis
Suatu hipotesis dapat diuji apabila hipotesis tersebut dirumuskan dengan benar.  Kegagalan merumuskan hipotesis akan mengaburkan hasil penelitian. Meskipun hipotesis telah memenuhi syarat secaraproporsional, jika hipotesis tersebut masih abstrak bukan saja membingungkan prosedur penelitian, melainkan juga sukar diuji secara nyata. Untuk dapat memformulasikan hipotesis yang baik dan benar, sedikitnya harus memiliki beberapa ciri-ciri pokok, yakni:
1.      Hipotesis diturunkan dari suatu teori yang disusun untuk menjelaskanmasalah dan dinyatakan dalam proposisi-proposisi. Oleh sebab itu, hipotesis merupakan jawaban atau dugaan sementara atas masalah yang dirumuskan atau searah dengan tujuan penelitian.
2.      Hipotesis harus dinyatakan secara jelas, dalam istilah yang benar dan secara operasional. Aturan untuk, menguji satu hipotesis secara empirisadalah harus mendefinisikan secara operasional semua variabel dalam hipotesis dan diketahui secara pasti variabel independen dan variabel dependen.
3.      Hipotesis menyatakan variasi nilai sehingga dapat diukur secara empirisdan memberikan gambaran mengenai fenomena yang diteliti. Untuk hipotesis deskriptif berarti hipotesis secara jelas menyatakan kondisi,ukuran, atau distribusi suatu variabel atau fenomenanya yang dinyatakan dalam nilai-nilai yang mempunyai makna.
4.      Hipotesis harus bebas nilai. Artinya nilai-nilai yang dimiliki peneliti dan preferensi subyektivitas tidak memiliki tempat di dalam pendekatan ilmiah seperti halnya dalam hipotesis.
5.      Hipotesis harus dapat diuji. Untuk itu, instrumen harus ada (atau dapat dikembangkan) yang akan menggambarkan ukuran yang valid darivariabel yang diliputi. Kemudian, hipotesis dapat diuji dengan metodeyang tersedia yang dapat digunakan untuk mengujinya sebab peneliti dapat merumuskan hipotesis yang bersih, bebas nilai, dan spesifik, serta menemukan bahwa tidak ada metode penelitian untuk mengujinya. Oleh sebab itu, evaluasi hipotesis bergantung pada eksistensi metode-metode untuk mengujinya, baik metode pengamatan, pengumpulan data, analisisdata, maupun generalisasi.
6.      Hipotesis harus spesifik. Hipotesis harus bersifat spesifik yang menunjuk kenyataan sebenarnya. Peneliti harus bersifat spesifik yang menunjuk kenyataan yang sebenarnya. Peneliti harus memilikihubungan eksplisit yang diharapkan di antara variabel dalam istilah arah(seperti, positif dan negatif).
Sementara menurut Moh.Nazir ciri-ciri hipotesis yang baik yaitu mempunyai
1.      Harus menyatakan hubungan.
2.      Harus sesuai dengan fakta.
3.      Harus berhubungan dengan ilmu, serta sesuai dengan tumbuhnya ilmu pengetahuan.
4.      Harus dapat diuji.
5.      Harus sederhana.
6.      Harus bisa menerangkan fakta.
Dengan demikian secara umum, hipotesis yang baik harus mempertimbangkan fakta-fakta yang relevan, harus masuk akal dan tidak bertentangan dengan hukum alam yang telah diciptakan Tuhan. Hipotesis harus dapat diuji dengan aplikasi dediktif atai induktif untuk verifikasi.
Selain itu hipotesis juga dapat dibagi menjadi beberapa macam jenis dan tergantung dari pendekatan kita dalam membaginya. Hipotesis dapat kita bagi sebagai berikut:
1.      Hipotesis tentang perbedaan vs hubungan
Hipotesis dapat kita bagi dengan melihat apakah pernyataan sementara yang diberikan adalah hubungan ataukah perbedaan. Hipotesis tentang hubungan adalah pernyataan rekaan yang menyatakan tentang saling berhubungan antara dua variable atau lebih, yang mendasari tekhnik korelasi atau regresi. Sebaliknya hipotesis yang menjelaskan perbedaan menyatakan adanya ketidaksamaan antarvariabel tertentu disebabkan oleh adanya pengaruh variable yang berbeda-beda. Hipotesis ini mendasari tekhnik penelitian yang komparatif. Hipotesis tentang hubungan dan perbedaan merupakan hipotesis hubungan analitis. Hipotesis ini, secara analitis menyatakan hubungan atau perbedaan satu sifat dengan sifat yang lain.
2.      Hipotesis kerja vs hipotesis nul
Dengan melihat pada cara seorang peneliti menyusun pernyataan dalam hipotesisnya, hipotesis dapat dibedakan antara hipotesis kerja dan nul. Hipotesis nul, yang mula-mula diperkenalkan oleh bapak statistika Fisher diformulasikan untuk ditolak sesudah pengujian. Dalam hipotesis nul ini, selalu ada implikasi “tidak ada beda”. Perumusannya bisa dalam bentuk: “Tidak ada beda antara…dengan…” Hipotesis nul dapat juga ditulis dalam bentuk: “…tidak mem…”
Hipotesis nul biasanya diuji dengan menggunakan statistika. Seperti telah dinyatakan diatas, hipotesis nul biasanya ditolak. Dengan menolak hipotesis nul, maka kita menerima hipotesis pasangan, yang disebut hipotesis alternatef. Hipotesis nul biasanya digunakan dalam penelitian eksperimental. Akhir-akhir ini hipotesis nul juga digunakan dalam penelitian social, seperti penelitian dibidang sosiologi, pendidikan, dan lain-lain.
3.      Hipotesis common sense dan ideal
Hipotesis acapkali menyatakan terkaan tentang dalil dan pemikiran bersahaja dan common sense (akal sehat). Hipotesis ini biasanya menyatakan hubungan keseragaman kegiatan terapan. Contohnya, hipotesis sederhana tentang produksi dan status pemilikan tanah, hipotesis mengenai hubungan tenaga kerja dengan luas garapan, hubungan antara dosen pemupukan dengan daya tahan terhadap insekta, hubungan antara kegiatan-kegiatan dalam industry, dan sebagainya.
Sebaliknya, hipotesis yang menyatakan hubungan yang kompleks dinamakan hipotesis jenis ideal. Hipotesis ini bertujuan untuk menguji adanya hubungan logis antara keseragaman-keseragaman pengalaman empiris. Hipotesis ideal adalah peningkatan dari hipotesis analitis. Misalnya, kita mempunyai suatu hipotesis ideal tentang keseragaman empiris dan hubungan antar daerah, jenis tanah, luas garapan, jenis pupuk, dan sebagainya.
2.3.3   Jenis-Jenis Hipotesis
Bentuk-bentuk hipotesis penelitian sangat terkait dengan rumusan masalah penelitian. Bila dilihat dari tingkat eksplanasinya, maka bentuk rumusan masalah penelitian ada tiga yaitu: rumusan masalah deskriptif (variabel mandiri), komparatif (perbandingan) dan asosiatif (hubungan). Oleh karena itu, maka bentuk hipotesis penelitian juga ada tiga yaitu:
1.      Hipotesis Deskriptif
Hipotesis deskriptif adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah deskriptif,
2.      Hipotesis Komparatif
Hipotesis komparatif merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah komparatif. Pada rumusan ini variabelnya sama tetapi populasi atau sampelnya yang berbeda, atau keadaan itu terjadi pada waktu yang berbeda.
3.      Hipotesis Asosiatif
Hipotesis asosiatif adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah asosiatif, yaitu yang menanyakan hubungan antara dua variabel atau lebih.
2.3.4   Dasar Perumusan Hipotesis
Secara sederhana, hipotesis penelitian sebagai jawaban sementara dirumuskan atas dasar terkaan atau conjecture peneliti. Namun demikian, terkaan tersebut harus didasarkan pada acuan, yakni teori dan fakta ilmiah.
Untuk menjadikan teori sebagai acuan penelitian, biasanya peneliti menurunkan dari teori tersebut sejumlah asumsi dan postulat. Asumsi-asumsi ini merupakan anggapan atau dugaan yang mendasari hipotesis, sedangkan hipotesis itu sendiri adalah dasar untuk memperoleh kesimpulan, setelah diuji menggunakan data yang diperoleh melalui penelitian (Muhammad Ali, 1992 : 33).
Selain menggunakn teori sebagai acuan, dalam merumuskan hipotesis dapat pula menggunakan acuan fakta. Dalam pengertian umum, fakta adalah kebenaran yang dapat diterima oleh nalar dan sesuai dengan kenyataan yang dapat dikenali dengan panca indera. Fakta yang dimaksud dapat diperoleh dengan cara :
1.      Memperoleh dari sumber aslinya      
2.      Fakta yang diidentifikasi dengan cara menggambarkan dan menafsirkannya dari sumber yang asli.
3.      Fakta yang diperoleh dari orang mengidentifikasi dengan jalan menyusunnya dalam bentuk abstract reasoning (penalaran absrtak).
Selain itu semua, Good dan secates secara khusus memberikan beberapa sumber yang dapat dijadikan sebagai dasar bagi perumusan hipotesis, yaitu sebagai berikut:
1.      Kebudayaan dimana ilmu tersebut dibentuk
2.      Ilmu itu sendiri yang menghasilkan teori dan teori memberi arah kepada penelitian
3.      Analogi merupakan sumber hipotesis
4.      Reaksi individu terhadap sesuatu dan pengalaman.
2.3.5   Cara Merumuskan Hipotesis
Hipotesis merupakan dugaan sementara yang mengandung pernyataan-pernyataan ilmiah, tetapi masih memerlukan pengujian. Oleh karena itu, hipotesis dibuat berdasarkan hasil penelitian masa lalu atau berdasarkan data-data yang telah ada sebelum penelitian dilakukan secara lebih lanjut yang tujuannya menguji kembali hipotesis tersebut. Akan tetapi, peneliti tidak boleh memanipulasi data sedemikian rupa sehingga mengarah ketidakterbuktian hipotesis. Ia harus bersikap objektif terhadap data yang terkumpul.
Maka dari itu, merumuskan hipotesis bukanlah hal yang mudah. Seperti yang sudah disinggung sekurang-kurangnya ada tiga penyebab kesukaran dalam memformulasikan hipotesis, yaitu:
1.      Tidak adanya kerangka teori atau pengetahuan tentang kerangka teori yang terang,
2.      Kurangnya kemampuan untuk menggunakan kerangka teori yang sudah ada, dan
3.      Gagal berkenalan dengan tekhnik-tekhnik penelitian yang ada untuk dapat merangkaikan kata-kata dalam membuat hipotesis secara benar.
Hipotesis dibentuk dengan suatu pernyataan tentang frekuensi kejadian atau hubungan antarvariabel. Dapat dinyatakan bahwa sesuatu terjadi dalam suatu bagian dai seluruh waktu, atau suatu gejala yang diikuti oleh gejala lain, atau sesuatu lebih besar atau lebih kecil dari yang lain. Bisa juga dinyatakan tentang korelasi satu dengan yang lain.
Selain kita mengetahui cara mengenai merumuskannya kita juga harus mengetahui kegunaan dari sebuah hipotesis, yaitu secara garis besar adalah sebagai berikut:
1.      Memberikan batasan dan memperkecil jangkauan penelitian dan kerja penelitian.
2.      Menyiagakan peneliti kepada kondisi fakta dan hubungan antar fakta, yang kadangkala hilang begitu saja dari perhatian peneliti.
3.      Sebagai alat yang sederhana dalam memfokuskan fakta yang bercerai-berai tanpa koordinasi ke dalam suatu kesatuan penting dan menyeluruh.
4.      Sebagai panduan dalam pengujian serta penyesuaian dengan fakta dan antar fakta.
Namun, tinggi rendahnya kegunaan hipotesis sangat bergantung dari hal berikut:
1.      Pengamatan yang tajam dari si peneliti
2.      Imajinasi serta pemikiran kreatif dari si peneliti
3.      Kerangka analisis yang digunakan oleh si peneliti
4.      Metode serta desain penelitian yang dipilih oleh si peneliti
2.3.6   Tahap-tahap Pembentukan Hipotesis Secara Umum
Tahap-tahap pembentukan hipotesis pada umumnya sebagai berikut:
1.      Penentuan masalah
Dasar penalaran ilmiah ialah kekayaan pengetahuan ilmiah yang biasanya timbul karena sesuatu keadaan atau peristiwa yang terlihat tidak atau tidak dapat diterangkan berdasarkan hukum atau teori ataudalil-dalil ilmu yang sudah diketahui. Dasar penalaran pun sebaiknya dikerjakan dengan sadar dengan perumusan yang tepat. Dalam proses penalaran ilmiah tersebut, penentuan masalah mendapat bentuk perumusan masalah.
2.      Hipotesis pendahuluan atau hipotesis preliminer (preliminary hypothesis)
Dugaan atau anggapan sementara yang menjadi pangkal bertolak dari semua kegiatan. Ini digunakan juga dalam penalaran ilmiah. Tanpa hipotesa preliminer, observasi tidak akan terarah. Fakta yang terkumpul mungkin tidak akan dapat digunakan untuk menyimpulkan suatukonklusi, karena tidak relevan dengan masalah yang dihadapi. Karena tidak dirumuskan secara eksplisit, dalam penelitian, hipotesis priliminer dianggap bukan hipotesis keseluruhan penelitian, namun merupakan sebuah hipotesis yang hanya digunakan untuk melakukan uji coba sebelum penelitian sebenarnya dilaksanakan.
3.      Pengumpulan fakta
Dalam penalaran ilmiah, diantara jumlah fakta yang besarnya tak terbatas itu hanya dipilih fakta-fakta yang relevan dengan hipotesa preliminer yang perumusannya didasarkan pada ketelitian dan ketepatan memilih fakta.
4.      Formulasi hipotesa
Pembentukan hipotesa dapat melalui ilham atau intuisi, dimana logika tidak dapat berkata apa-apa tentang hal ini. Hipotesa diciptakan saat terdapat hubungan tertentu diantara sejumlah fakta. Sebagai contoh sebuah anekdot yang jelas menggambarkan sifat penemuan dari hipotesa, diceritakan bahwa sebuah apel jatuh dari pohon ketika Newton tidur di bawahnya dan teringat olehnya bahwa semua benda pasti jatuh dan seketika itu pula dilihat hipotesanya, yang dikenal dengan hukum gravitasi.
5.      Pengujian hipotesa
Artinya mencocokkan hipotesa dengan keadaan yang dapat diobservasi dalam istilah ilmiah hal ini disebut verifikasi(pembenaran). Apabila hipotesa terbukti cocok dengan fakta maka disebut konfirmasi. Terjadi falsifikasi (penyalahan) jika usaha menemukan fakta dalam pengujian hipotesa tidak sesuai dengan hipotesa, dan bilamana usaha itu tidak berhasil, maka hipotesa tidak terbantah oleh fakta yang dinamakan koroborasi (corroboration). Hipotesa yang sering mendapat konfirmasi atau koroborasi dapat disebut teori.
6.      Aplikasi/penerapan
Apabila hipotesa itu benar dan dapat diadakan menjadi ramalan(dalam istilah ilmiah disebut prediksi), dan ramalan itu harus terbukti cocok dengan fakta. Kemudian harus dapat diverifikasikan/koroborasikan dengan fakta.
Maka dari itu kita juga harus mengetahui manfaat dari sebuah hipotesis, karena hipotesis banyak memberikan manfaat, baik dalam proses dan langkah penelitian maupun dalam memberikan penjelasan suatu gejala yang diteliti. Manfaat hipotesis bagi proses dan langkah penelitian, terutama dalam menentukan proses pengumpulan data, seperti metode penelitian, instrument yang harus digunakan, sampel atau sumber data, dan teknik analisis data. Unsur-unsur tersebut dapat ditetapkan berdasarkan rumusan hipotesis. Dengan kata lain, hipotesis dapat member petunjuk yang baik terhadap kegiatan penelitian, khususnya proses pengumpulan data.
Adapun manfaat hipotesis dalam hal penjelasan gejala yang diteliti dapat dilihat dari pernyataan hubungan variable-variabel penelitian. Manfaat lain dari hipotesis ialah memudahkan peneliti dalam menarik kesimpulan penelitian, yakni menarik pernyataan-pernyataan hipotesis yang telah teruji kebenarannya. Dengan demikian, akan mempermudah peneliti maupun pembaca menangkap makna kesimpulan penelitian.
2.3.7   Kegunaan atau Fungsi Hipotesis
Secara garis besar, hipotesis memberikan beberapa kegunaan dalam sebuah penelitian yaitu sebagai berikut:
1.      Memberikan batasan serta memperkecil jangkauan penelitian dan kerja peneliti;
2.      Mensiagakan peneliti kepada kondisi fakta dan hubungan antar fakta;
3.      Sebagai alat sederhana dalam memfokuskan fakta yang bercerai berai tanpa koordinasi kedalam suatu kesatua penting dan menyeluruh;
4.      Sebagai panduan dalam pengujian serta penyesuaian dengan fakta dan antar fakta (M. Nazir, 1999 : 183).
2.3.8   Prosedur Pengujian Hipotesis
Fungsi hipotesis adalah untuk memberi suatu pernyataan terkaan tentang hubungan tentatif antara fenomena-fenomena dalam penelitian. Kemudian hubungan tentatif ini akan diuji validitasnya melelui teknik-teknik yang sesuai untuk keperluan pengujian. Bagi seorang peneliti, hipotesis bukan merupakan suatu hal yang menjadi vested interes, dalam artian bahwa hipotesis harus selalu diterima kebenarannya. Jika hipotesis ditolak berarti tidak sesuai dengan datanya. Untuk menguji hipotesis, diperlukan data atau fakta-fakta. Kerangka pengujian harus ditetapkan terlebih dahulu sebelum sipeneliti mengumpulkan data. Pengujian hipotesis memerlukan pengetahuan yang luas mengenai teori, kerangka teori, penguasaan, penggunaan teori secara logis, statistik dan teknik-teknik pengujian. Cara pengujian hipotesis bergantung dari metode dan desain penelitian yang digunakan. Salah satu cara yang sering dipakai adalah berdasarkan uji statistik.         
Dalam menguji hipotesis ini, ada beberapa langkah yang harus dilalui, dikenel dengan prosedur pengujian hipotesis, yaitu sebagai berikut.
1.      Menentukan formulasi hipotesisnya, meliputi Hipotesis nol (Ho) dan Hipotesis alternatif (Ha)
2.      Menentukan syaraf nyata dan nilai tabel.
3.      Menentukan kriteria pengujian.
4.      Melakukan uji statistik.
5.      Membuat kesimpulan.

2.3       Variabel dalam Penelitian
2.3.1   Definisi
Sebagian besar para ahli mendefinisikan variabel penelitian sebagai kondisi-kondisi yang oleh peneliti dimanipulasikan, dikontrol, atau diobservasikan dalam suatu penelitian. Selain itu, beberapa ahli lainnya menyatakan bahwa variabel penelitian adalah segala sesuatu yang akan menjadi obyek pengamatan penelitian. Dari dua pengertian tersebut, dapat dijelaskan bahwa variabel penelitian meliputi faktor-faktor yang berperan dalam peristiwa atau gejala yang diteliti.
Variabel penelitian ditentukan oleh landasan teoritisnya dan kejelasannya ditegaskan oleh hipotesis penelitian. Oleh karena itu, apabila landasan teoritis suatu penelitian berbeda, akan berbeda pula variabelnya.
Variabel-variabel yang ingin digunakan perlu ditetapkan, diidentifikasi, dan diklasifikasikan. Jumlah variabel yang digunakan bergantung pada luas serta sempitnya panelitian yang akan digunakan
Dalam ilmu-ilmu eksakta, variabel-variabel yang digunakan umumnya mudah diketahui karena dapat dilihat dan divisualisasikan. Tetapi, variabel-variabe dalam ilmu sosial, sifanya lebih abstrak sehingga sukar dijamah secara realita. Variabel-variabel ilmu sosial berasal dari suatu konsep yang perlu diperjelas dan diubah bentuknya sehingga dapat diukur dan dipergunakan secara operasional.
Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya. (Sugiyono, 2007)
Secara Teoritis, para ahli telah mendefinisikan Variable sebagai berikut :
1.      Hatch & Farhady (1981)
Variable didefinisikan sebagai Atribut seseorang atau obyek yang mempunyai variasi antara satu orang dengan yang lain atau satu obyek dengan obyek yang lain.
2.      Kerlinger (1973)
Variable adalah konstruk (constructs) atau sifat yang akan dipelajari. Misalnya : tingkat aspirasi, penghasilan, pendidikan, status social, jenis kelamin, golongan gaji, produktifitas kerja, dll.
Variable dapat dikatakan sebagai suatu sifat yang diambil dari suatu nilai yang berbeda (different values). Dengan demikian, variabel itu adalah suatu yang bervariasi.
3.      Kidder (1981)
Variable adalah suatu kualitas (qualities) dimana peneliti mempelajari dan menarik kesimpulan darinya.
4.      Bhisma Murti (1996)
Variable didefinisikan sebagai fenomena yang mempunyai variasi nilai. Variasi nilai itu bisa diukur secara kualitatif atau kuantitatif. Variasi nilai itu bisa diukur secara kualitatif atau kuantitatif.
5.      Sudigdo Sastroasmoro
Variable merupakan karakteristik subyek penelitian yang berubah dari satu subyek ke subyek lainnya.
6.      Dr. Ahmad Watik Pratiknya (2007)
Variable adalah Konsep yang mempunyai variabilitas. Sedangkan Konsep adalah penggambaran atau abstraksi dari suatu fenomena tertentu. Konsep yang berupa apapun, asal mempunyai ciri yang bervariasi, maka dapat disebut sebagai variable. Dengan demikian, variable dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang bervariasi.
7.      Dr. Soekidjo Notoatmodjo (2002)
Variable mengandung pengertian ukuran atau cirri yang dimiliki oleh anggota – anggota suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok yang lain.
Variable adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat atau ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh suatu penelitian tentang sesuatu konsep pengertian tertentu. Misalnya : umur, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan, pekerjaan, pengetahuan, pendapatan, penyakit, dsb.
8.      Definisi Operasional
Definisi operasional adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu variabel dengan cara memberikan arti, atau menspesifikasikan kegiatan, ataupun memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur variabel tersebut. Definisi operasional yang dibuat dapat berbentuk definisi operasional yang diukur, ataupun definisi operasional eksperimental.
Dalam suatu penelitian, variebel perlu diidentifikasi, diklasifikasikan dan diidentifikasi secara operasional dengan jelas dan tegas agar tidak menimbulkan kesalahan dalam pengumpulan dan pengolahan data serta dalam pengujian hipotesis.
Dari keterangan-keterangan diatas, maka dapat disimpulkan tiga buah pola dalam memberikan definisi operasional dalam suatu variabel . Ketiga pola tersebut adalah sebagai berikut:
A.    Definisi yang disusun atas dasar kegiatan lain yang terjadi, yang harus dilakukan atau yang tidak dilakukan untuk memperoleh variabel yang didefinisikan.
B.     Definisi yang disusun berdasarkan bagaimana sifat serta cara beroperasinya hal-hal yang didefinisikan.
C.     Definisi yang disusun atas dasar bagaimana hal yang didefinisikan itu muncul.
2.3.2   Jenis-Jenis Variabel
1.      Variabel Dependen atau variabel terikat adalah kondisi atau karakteristik yang berubah atau muncul ketika penelitian mengintroduksi, pengubah atau pengganti variabel bebas. Menurut fungsinya variabel ini dipengaruhi oleh variabel lain atau Variabel Independent.
Contoh : Pengaruh Suhu Ruangan kamar Gelap terhadap kualitas film Radiografi
Variabel Dependent : Kualitas Film Radiografi
2.      Variabel Independen atau variabel bebas, adalah kondisi-kondisi atau karakteristik yang oleh peneliti dimanipulasikan dalam rangka untuk menerangkan hubungan-hubungan dengan fenomena yang diobservasi. Menurut fungsinya variabel ini mempengaruhi variabel lain, jadi secara bebas berpengaruh dalam variabel lain.
Contoh : Pengaruh Suhu Ruangan kamar Gelap terhadap kualitas film Radiografi
Variabel Independent : Suhu Ruangan Kamar Gelap
3.      Variabel intervening, Yaitu variabel yang berfungsi menghubungkan variabel satu dengan variabel lain. Hubungan itu dapat menyangkut sebab akibat ataupun pengaruh atau terpengaruh. Variabelini merupakan variabel penyela/antara yang terletak di antara variabel independen dan dependen, sehingga variabel independen tidak langsung mempengaruhi berubahnya atau timbulnya variabel dependen dan dapat memperkuat atau memperlemah Hubungan antara Variabel Independent dan Variabel Dependent yang tidak dapat diukur.
Contoh : Pengaruh Penambahan NaOH Pada Developer terhadap nilai Densitas Radiograf
Variabel Intervening : Suasana Hati saat Pengukuran Nilai Densitas Radiograf
4.      Variabel Moderator, adalah variabel yang mempengaruhi, memperkuat dan memperlemah hubungan antara variabel independen dengan dependen yang dapat diukur. Variabel tersebut juga sebagai variabel independen ke dua.
Contoh : Pengaruh Penambahan NaOh Pada Developer terhadap nilai Densitas Radiograf.
Variabel Moderator : Kadar NaOH yang ditambahkan
5.      Variabel kontrol adalah variabel yang dibuat konstan untuk mengawasi hubungan antara Variabel Independent dengan Variabel Dependent. Variabel ini berfungsi sebagai kontrol terhadap variabel lain terutama yang berkaitan dengan variabel moderator dan bebas, ia juga berpengaruh terhadap variabel terikat.
Contoh : Pengaruh Penambahan NaOh Pada Developer terhadap nilai Densitas Radiograf.
Variabel Kontrol : Pesawat Sinar X yang sama, mesin Automatic Processing yang sama, Jenis Developer yang sama, Jenis NaOH yang sama, dll.
2.3.3   Pengukuran Variabel
Pengukuran Variabel Penelitian dapat dikelompokkan menjadi 4 Skala Pengukuran, yaitu
1.      Skala Nominal
Adalah Suatu himpunan yang terdiri dari anggota – anggota yang mempunyai kesamaan tiap anggotanya, dan memiliki perbedaan dari anggota himpunan yang lain yang tidak dapat dioperasikan dengan rumus matematika dan tidak memiliki tingakatan. Misalnya :
A.    Jenis Kelamin : dibedakan antara laki – laki dan perempuan
B.     Pekerjaan : dapat dibedakan petani, pegawai, pedagang
C.     Golongan Darah : dibedakan atas Gol. 0, A, B, AB
D.    Ras : dapat dibedakan atas Mongoloid, Kaukasoid, Negroid.
E.     Suku Bangsa : dpt dibedakan dalam suku Jawa, Sunda, Batak dsb.
2.      Skala Ordinal
Skala Ordinal Adalah skala variabel yang menunjukkan tingkatan – tingkatan. Skala Ordinal Adalah Himpunan yang beranggotakan menurut rangking, urutan, pangkat atau jabatan. Skala Ordinal adalah Kategori yang dapat diurutkan atau diberi peringkat.
Skala Ordinal adalah Skala Data Kontinum yang batas satu variasi nilai ke variasi nilai yang lain tidak jelas, sehingga yang dapat dibandingkan hanyalah nilai tersebut lebih tinggi, sama atau lebih rendah daripada nilai yang lain. Contoh :
A.    Tingkat Pendidikan : dikategorikan SD, SMP, SMA, PT
B.     Pendapatan : Tinggi, Sedang, Rendah
C.     Tingkat Keganasan Kanker : dikategorikan dalam Stadium I, II, dan III. Hal ini dapat dikatakan bahwa : Stadium II lebih berat daripada Stadium I dan Stadium III lebih berat daripada Stadium II. Tetapi kita tidak bisa menentukan secara pasti besarnya perbedaan keparahan itu.
D.     Sikap (yang diukur dengan Skala Linkert) : Setuju, Ragu – ragu, Tidak Setuju.
3.      Skala Interval
Skala Interval Adalah Skala Data Kontinum yang batas variasi nilai satu dengan yang lain jelas, sehingga jarak atau intervalnya dapat dibandingkan.
Dikatakan Skala Interval bila jarak atau perbedaan antara nilai pengamatan satu dengan nilai pengamatan lainnya dapat diketahui secara pasti.
Nilai variasi pada Skala Interval juga dapat dibandingkan seperti halnya pada skala ordinal (Lebih Besar, Sama, Lebih Kecil, dsb), tetapi Nilai Mutlaknya Tidak Dapat Dibandingkan secara Matematis, oleh karena itu batas – batas Variasi Nilai pada Skala Interval bersifat ARBITRER (ANGKA NOL-nya TIDAK Absolut). Contoh :
A.    Temperature / Suhu Tubuh : sebagai skala interval, suhu 360 Celcius jelas lebih panas daripada suhu 240 Celcius. Tetapi tidak bisa dikatakan bahwa suhu 360 Celcius 1½ kali lebih panas daripada suhu 240 Celcius. Alasannya : Penentuan skala 00 Celcius Tidak Absolut (=00Celcius tidak berarti Tidak Ada Suhu / Temperatur sama sekali).
B.     Jarak, dsb.

4.      Skala Rasio = Skala Perbandingan
Skala Ratio Adalah Skala yang disamping batas intervalnya jelas, juga variasi nilainya memunyai batas yang tegas dan mutlak ( mempunyai nilai NOL ABSOLUT ). Misalnya :
A.    Tinggi Badan : sebagai Skala ratio, tinggi badan 180 Cm dapat dikatakan mempunyai selisih 60 Cm terhadap tinggi badan 120 Cm, hal ini juga dapat dikatakan bahwa : tinggi badan 180 adalah 1½ kali dari tinggi badan 120 Cm.
B.     Denyut Nadi : nilai 0 dalam denyut nadi dapat dikatakan tidak ada sama sekali denyut nadinya.
C.     Berat Badan
D.    Dosis Obat, dsb
Dari uraian di atas jelas bahwa Skala Ratio, Interval, Ordinal dan Nominal berturut – turut memiliki nilai kuantitatif dari yang paling rinci ke yang kurang rinci. Skala ratio mempunyai sifat – sifat yang dimiliki skala interval, ordinal dan nominal. Skala interval memiliki ciri – ciri yang dimiliki skala ordinal dan nominal, sedangkan skala ordinal memiliki sifat yang dimiliki skala nominal.
Adanya perbedaan tingkat pengukuran memungkinkan terjadinya transformasi skala ratio dan interval menjadi ordinal atau nominal. Transformasi ini dikenal sebagai Data Reduction atau Data Collapsing. Hal ini dimaksudkan agar dapat menerapkan metode statistic tertentu, terutama yang menghendaki skala data dalam bentuk ordinal atau nominal.
      Sebaliknya, skala ordinal dan nominal tidak dapat diubah menjadi interval atau ratio. Skala nominal yang diberi label 0,1 atau 2 dikenal sebagai Dummy Variable (Variabel Rekayasa). Misalnya : Pemberian label 1 untuk laki – laki dan 2 untuk perempuan tidak mempunyai arti kuantitatif (tidak mempunyai nilai / hanya kode). Dengan demikian, perempuan tidak dapat dikatakan 1 lebih banyak dari laki – laki. Pemberian label tersebut dimaksudkan untuk mengubah kategori huruf (Alfabet) menjadi kategori Angka (Numerik), sehingga memudahkan analisis data. (Cara ini dijumpai dalam Uji Q Cochran pada Pengujian Hipotesis).
2.3.4   Korelasi Antar Variabel
Korelasi antar Variabel, ada 3 yaitu :
1.      Korelasi Simetris
Korelasi Simetris terjadi bila antar dua variable terdapat hubungan, tetapi tidak ada mekanisme pengaruh – mempengaruhi ; masing – masing bersifat mandiri. Korelasi Simetris terjadi karena :
A.    Kebetulan.
Misalnya :  Kenaikan gaji dosen dengan turunnya hujan deras.
B.     Sama – sama merupakan akibat dari faktor yang sama (Sebagai akibat dari Variabel Bebas)
Contoh : Hubungan antara berat badan dan tinggi badan. Keduanya merupakan variable terikat dari variable bebas yaitu “Pertumbuhan”.
C.     Sama – sama sebagai Indikator dari suatu konsep yang sama.
Misalnya : Hubungan antara kekuatan kontraksi otot dengan ketahanan kontraksi otot ; Keduanya merupakan indikator “Kemampuan” Kontraksi Otot.
2.      Korelasi Asimatris
Korelasi Asimatris ialah Korelasi antara dua variable dimana variable yang satu bersifat mempengaruhi variable yang lain ( Variable Bebas dan Variable Terikat ) Contoh : Semakin Panas Suhu Ruangan kamar Gelap akan mengakibatkan Base Fog pada Film Radiografi Meningkat.
3.      Korelasi Timbal Balik
adalah Korelasi antar dua variable yang antar keduanya saling pengaruh – mempengaruhi. Contohnya : Korelasi antara Malnutrisi dan Malabsorbsi. Malabsorbsi akan mengakibatkan Malnutrisi, sedangkan Malnutrisi mengakibatkan atrofi selaput lendir usus yang akhirnya menyebabkan malabsorbsi.



BAB III
PENUTUP

3.1       Kesimpulan
Perumusan masalah adalah suatu rumusan yang mempertanyakan suatu fenomena, baik dalam kedudukannya sebagai fenomena mandiri, maupun dalam kedudukannya sebagai fenomena yang saling terkait di antara fenomena yang satu dengan yang lainnya, baik sebagai penyebab maupun sebagai akibat. Perumusan masalah memiliki beberapa fungsi siantaranya sebagai berikut; sebagai pendorong suatu kegiatan penelitian menjadi diadakan, sebagai pedoman/penentu arah atau fokus dari suatu penelitian, sebagai penentu jenis data macam apa yang perlu dan harus dikumpulkan oleh peneliti, serta jenis data apa yang tidak perlu dan harus disisihkan oleh peneliti, dengan adanya perumusan masalah penelitian, maka para peneliti menjadi dapat dipermudah di dalam menentukan siapa yang akan menjadi populasi dan sampel penelitian.
Kriteria-kriteria dalam perumusan masalah adalah; kriteria pertama berwujud kalimat tanya atau yang bersifat kalimat interogatif, baik pertanyaan yang memerlukan jawaban deskriptif, maupun pertanyaan yang memerlukan jawaban eksplanatoris. Kriteria Kedua bermanfaat atau berhubungan dengan upaya pembentukan dan perkembangan teori. Kriteria ketiga, suatu perumusan masalah hendaknya dirumuskan di dalam konteks kebijakan pragmatis yang sedang aktual.
Ciri-ciri masalah yang baik: Mempunyai Nilai Penelitian; Masalah harus mempunyai keaslian; Masalah harus menyatakan suatu hubungan; Masalah harus merupakan hal yang penting; Masalah harus dapat diuji; Masalah harus dapat dinyatakan dalam bentuk pertanyaan; Mempunyai fisibilitas; serta Sesuai Dengan Kualifikasi Peneliti.
Hipotesis merupakan dugaan sementara yang mengandung pernyataan-pernyataan ilmiah, tetapi masih memerlukan pengujian.Maka dari itu, merumuskan hipotesis bukanlah hal yang mudah, yaitu; tidak adanya kerangka, kurangnya kemampuan untuk menggunakan kerangka teori yang sudah ada, dan gagal berkenalan dengan tekhnik-tekhnik penelitian yang ada untuk dapat merangkaikan kata-kata dalam membuat hipotesis secara benar.
Tahap-tahap pembentukan hipotesis pada umumnya ialah; penentuanmasalah, hipotesis pendahuluan atau hipotesis preliminer, pengumpulan fakta, formulasi hipotes, pengujian hipotesa, dan aplikasi/penerapan.
Secara garis besar, hipotesis memberikan beberapa kegunaan dalam sebuah penelitian yaitu seperti; memberikan batasan serta memperkecil jangkauan penelitian dan kerja peneliti, mensiagakan peneliti kepada kondisi fakta dan hubungan antar fakta, sebagai alat sederhana dalam memfokuskan fakta yang bercerai berai tanpa koordinasi kedalam suatu kesatua penting dan menyeluruh, sebagai panduan dalam pengujian serta penyesuaian dengan fakta dan antar fakta.
Dalam menguji hipotesis ini, ada beberapa langkah yang harus dilalui, dikenel dengan prosedur pengujian hipotesis, yaitu menentukan formulasi hipotesisnya, menentukan syaraf nyata dan nilai table, menentukan kriteria pengujian, melakukan uji statistik, dan membuat kesimpulan. Tetapi selain itu, karakteristik dari sebuah hipotesis juga merupakan dugaan terhadap keadaan variabel mandiri, dan dinyatakan dalam kalimat yang jelas, dan dapat diuji dengan data yang dikumpulkan dengan metode-metode ilmiah.
Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya.
Berdasarkan hubungannya variabel dibagi menjadi enam yaitu variabel dependen atau variabel tidak bebas Variabel Independen atau variabel bebas, variabel intervening, variabel moderator, variabel control,  variabel acak atau random.  Sedangkan korelasi antar Variabel, ada 3 yaitu : korelasi simetris, korelasi asimatris, korelasi timbal balik dan
Yang tidak kalah penting dalam bagian ini adalah paradigma penelitian merupakan kerangka berpikir yang menjelaskan bagaimana cara pandang peneliti terhadap fakta kehidupan sosial dan perlakuan peneliti terhadap ilmu atau teori. Paradigma penelitian juga menjelaskan bagaimana peneliti memahami suatu masalah, serta kriteria pengujian sebagai landasan untuk menjawab masalah penelitian.
Jadi memang bagi seorang peneliti,  variabel sangatlah penting, kerena bagaimanapun keberhasilan penelitian seseorang ditentukan oleh pemilihan variabel yang tepat bagi penelitiannya.

3.2       Saran
Saran Penulis kepada pembaca adalah mengingat perumusan masalah, Hipotesis, serta Variabel  merupakan hulu dari sebuah penelitian maka kita harus menyusunnya dengan baik agar penelitian yang dilakukan dapat maksimal dan bermanfaat, untuk Rumusan masalah sebaiknya dibuat dalam bentuk pertanyaan yang jelas dan padat, untuk Hipotesis dibuat atau disusun secara sestematis dan dibuat sesuai jenis-jenis yang ada, dan untuk Variabel sebaiknya disesuaikan dengan masalah yang akan diteliti sehingga didapatkan keimpulan atau hasil yang sesuai dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian.











DAFTAR PUSTAKA

Ahmad W. Pratiknya. Dasar-Dasar Metodologi PenelitianKedokteran dan Kesehatan,Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007.
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek, Rineka Cipta, Jakarta,2002.
Kenglinger, Fred, N, Foundation of Behavioral Research, Holt, Renehart,1973.
Kidder Loiuse. Research Methods Instrument Social Relation, Holt Rinehart and Winston, 1981.
Sogiyono. Statistika untuk Penelitian. Alfabeta, Bandung, 2009.
Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, Alfabeta, Bandung, 2011.
Susan Stainback; William Stainback; Understanding & Conducting Qualitative Research; Kendall/Hunt Publishing Company; Dubuque, Iowa; 1988.
Sutrisno Hadi.  Metodologi Research, Jilid 1, 2, UGM, 1986.
Statistik, Jilid 2, 3, UGM, 1986.
Abdul Muthalib, Metode Penelitian Pendidikan Islam, Banjarmasin: Antasari Press
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Edisi Revisi V. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006.
Kunandar, S.Pd.,M.Si, Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Mahsun, Metode Penelitian Bahasa, Jakarta: PT. Raja Grafindo Pesada
Moleong J. Lexy. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya Offset.
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006.
Muhadjir, Noeng. Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi III. Yogyakarta: Rake Sarasin, 1998.
Sukmadinata Syaodih Nana. 2011. Metode Penelitan Pendidikan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya Offset.
Suprayogo, Imam dan Tobroni. Metodologi Penelitian Sosial-Agama. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003
Nazir, Moh.2003. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta
Saebani, Beni Ahmad. 2008. Metode Penelitian. Pustaka Setia. Bandung
Sudjana, Nana. Proposal Penelitian di Perguruan Tinggi. Sinar Baru Algensindo. Bandung
Sudjana, Nana & Ibrahim. 2009. Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Sinar Baru Algensindo. Bandung
Suryana, Yana & Tedi Priatna. 2009. Metode Penelitian Pendidikan. Azkia Pustaka Utama. Bandung
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian. Alfabeta. Bandung